Senin, 16 Oktober 2017

MAKALAH TASAWUF_Problematika Masyarakat Modern Dan Perlunya Akhlak Tasawuf Dalam Masyarakat Modern



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Revolusi teknologi dengan meningkatkan kontrol kita pada materi, ruang, dan waktu, menimbulkan evolusi ekonomi, gaya hidup, pola pikir dan sistem rujukan. Dalam kaitan ini kelompok yang optiis, pesimis dan pertentangan keduanya.
Bagi kelompok yang optimis kehadiran revousi teknologi justru menguntungkan, sementara bagi kelompok yang pesimis memandang kemajuan dibidang teknologi akan memberikan dampak yang negatif karena hanya memberikan kesempatan dan peluang kepada orang-orang yang dapat bersaing saja, yaitu mereka yang memiliki kekuasaan ekonomi, kesempatan, kecerdasan.
Disinilah pentingnya akhlak tasawuf guna membendung ekses negatif dan perkembangan zaman dan modrenisasi tersebut. Dari sikap mental yang demikian itu kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan sejumlah problematika masyarakat modern seperti terjadinya desintegrasi ilmu pengetahuan, kepribadian yang terpecah, penyalah gunaan iptek, pendangkalan iman, pola hubungan materialistik, menghalalkan segala cara, stress, frustasi dan kehilangan harga diri dan masa depan.

B.     Rumusan Masalah
1.         Apa pengertian masyarakat modern?
2.         Apa problematika yang terjadi pada masyarakat modern?
3.         Bagaimana perlunya Akhlak tasawuf dalam masyarakat modern?

C.    Tujuan Makalah
1.         Mengetahui pengertian masyarakat modern.
2.         Mengetahui problematika yang terjadi pada masyarakat modern.
3.         Mengetahui pentingnya akhlak tasawuf dalam masyarakat modern.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Masyarakat Modern
Masyarakat modern terdiri dari dua kata, yaitu masyarakat dan modern. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta mengartikan masyarakat sebagai pergaulan hidup manusia (hipunan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan yang tentu). Sedangkan modern diartikan yang terbaru, secara baru, mutakhir.
Dengan demikian secara harfiah masyarakat modern berarti suatu himpunan orang yang hidup bersama di suatutempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu yang bersifat mutakhir. [1])
Masyarakat modern selanjutnya sering disebutkan sebagai lawan dari masyarakat tradisional. Delia Noer misalnya menyebutkan ciri-ciri modern sebagai berikut:
1.      Bersifat rasional, yakni lebih mengutamakan pendapat akal pikiran, daripada pendapat emosi.
2.      Berfikir untuk masa depan yang lebih jauh, tidak hanya memikirkan masalah yang bersifat sesaat.
3.      Menghargai waktu, yaitu selalu melihat bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berharga.
4.      Bersikap terbuka, yakni mau menerima saran dan masukan.
5.      Berfikir obyektif, yakni melihat segala sesuatu dari sudut fungsi dan kegunaanya bagi masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat modern adalah masyarakat yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban dunia masa kini. Masyarakat modern relatif bebas dari kekuasaan adat-istiadat lama.[2])


B.     Problematika Masyarakat Modern
Kemajuan dibidang teknologi pada zaman modern ini telah membawa manusia ke dalam dua sisi, yaitu bisa memberi nilai tambah (positif), tapi pada sisi laian dapat mengurangi (negatif). Efek positifnya tentu saja akan menigkatkan keragaman budaya melalui penyediaan informasi yang menyeluruh sehingga memberikan orang kesempatan untuk mengembangkan kecakapan-kecakapan baru dan meningkatkan produksi. Sedangkan efek negatifnya kemajuan teknologi akan berbahaya jika berada di tangan orang yang secara mental dan keyakinan agama belum siap. Mereka dapat menyalahgunakan teknologi untuk tujuan-tujuan yang destruktif dan mengkhawatirkan.[3])
Menurut Sayyed Hossein Nasr, seorang ilmuwan kenamaan dari Iran, berpandangan bahwa manusia modern dengan kemajuan teknologi dan pengetahuaannya telah tercebur kedalam lembah pemujaan terhadap pemenuhan materi semata namun tidak mampu menjawab problem kehidupan yang sedang dihadapinya. Kehidupan yang dilandasi kebaikan tidaklah bisa hanya bertumpu pada materi melainkan pada dimensi spiritual. Jika hal tersebut tidak diimbangi akibatnya jiwa pun menjadi kering, dan hampa. Semua itu adalah pengaruh dari sekularisme barat, yang manusia-manusianya mencoba hidup dengan alam yang kasat mata.
Revolusi Teknologi dengan meningkatkan kontrol terhadap materi, ruang dan waktu menimbulkan revolusi ekonomi, gaya hidup, pola pikir dan sistem rujukan. Dalam kaitannya terdapat tiga keadaan dalam menyikapi revolusi teknologi, yaitu kelompok orang yang optimis, pesimis, dan pertengahan antara keduanya.
Bagi kelompok yang optimis kehadiran revolusi teknologi justru menguntungkan, seperti yang diperlihatkan Ziauddin Sardar. Menurutnya, revolusi informasi,akan menyebabkan timbulnya desentralisasi, dan karena itu akan melahirkan suatu masyarakat yang lebih demokratis yang telah meningkatkan keragaman budaya melalui penyediaan informasi yang menyeluruh sesuai dengan keragaman selera dan kemampuan ekonomi untuk menciptakan kemakmuran seluruh lapisan masyarakat.
Sementara bagi kelompok yang pesimis memandang kemajuan teknologi akan memberikan dampak yang negatif. Sebagai contoh, lapangan kerja yang selama ini banyak menyerap tenaga kerja, telah mulai ditangani oleh teknologi yang hemat tenaga kerja, akibatnya terjadilah pengangguran.Teknologi juga akan berbahaya jika berada ditanagan orang yang secara mental dan keyakinan agama belum siap. Mereka dapat menyalahgunakan teknologi untuk tujuan-tujuan yang destruktif dan mengkhawatirkan. Selanjutnya kemajuan dibidang teknologi rekayasa genetika, melalui apa yang disebut dengan bayi tabung, dapat mendorong manusia memproduksi manusia untuk dijualbelikan sebagaimana menjual buah-buahan, atau binatang.
Bagi kelompok yang mengambil sikap antara optimis dan pesimis terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) mengatakan, bahwa iptek itu positif atau membahayakan pada pengangguran, inflasi dan pertumbuhan, tergantung pada cara orang mengelolanya, tanpa harus ditangguhkan, dan demi kepentingan kerja sama dan perdamain.[4])
Dalam berbagai kemajuan teknologi masyarakat modern juga mengalami berbagai problematika antaralain :
1.      Semua kemajuan teknologi menuntut pengorbanan, yakni dari satu sisi teknologi memberi nilai tambah, tapi pada sisi lain dapat mengurangi
2.      Nilai-nilai manusia yang tradisional, misalnya harus dikorbankan demi efisiensi.
3.      Semua kemajuan teknologi lebih banyak menimbulkan masalah ketimbang memecahkannya.
4.      Efek negatif teknologi tidak dapat dipisahkan dari efek positifnya. Teknologi tidak pernah netral. Efek negatif dan positif terjadi serentak dan tidak terpisahkan
5.      Semua penemuan teknologi mempunyai efek yang tidak terduga.
Penggunaan iptek modern yang demikian itu masih lebih banyak dikendalikan oleh orang-orang yang secara moral kurang dapat dipertanggungjawabkan. Sikap hidup yang mengutamakan materi (materialistic), memperturutkan kesenangan dan kelezatan syahwat (hedonistic), ingin menguasai semua aspek kehidupan (totaliteristic), hanya percaya pada rumus-rumus pengetahuan empiris saja, serta paham hidup positivistis yang bertumpu pada kemampuan akal pikiran manusia yang lebih menguasai manusia yang memegang ilmu dan teknologi. Ditangan mereka yang berjiwa dan bermental demikian itu, ilmu pengetahuan dan teknologi modern memang sangat mengkhawatirkan. Mereka akan menjadi penyebab kerusakan di daratan dan di lautan sebagaimana yang diisyaratkan Al-Qur’an (QS. Al-Rum, 30 : 41).
 Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.(QS. Al-Rum, 30 : 41) [5])
Sedangkan ditinjau dari sikap mental kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan sejumlah problematika masyarakat modern antara lain sebagai berikut:
1.         Deseintegrasi Ilmu Pengetahuan
Banyak ilmu yang berjalan sendiri-sendiri tanpa ada tali pengikat dan penunjuk jalan yang menguasai semuanya, sehingga kian jauhnya manusia dari pengetahuan akan kesatuan alam.
Kehidupan modern antara lain ditandai dengan adanya spesialisasi di bidang ilmu pengetahuan. Masing-masing ilmu pengetahuan memiliki paradigma (cara pandangnya) sendiri dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
2.      Kepribadian yang terpecah (split personality)
Karena kehidupan manusia modern dipolakan oleh ilmu pengetahuan yang coraknya kering nilai-nilai spiritual dan terkotak-kotak, maka manusianya menjadi pribadi yang terpecah, akibatnya kini tengah menggelinding proses hilangnya kekayaan rohaniah karena jauhnya dari ajaran agama. karena dibiarkannya perluasan ilmu-ilmu positif (ilmu yang hanya mengandalkan fakta-fakta empirik, obyektif, rasional, dan terbatas).
3.      Penyalagunaan Iptek
Sebagai akibat dari terlepasnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari ikatan spritual, maka iptek telah disalah gunakan dengan segala implikasi negatifnya, sebagaimana disebutkan di atas. Kemampuan membuat senjata telah diarahkan untuk tujuan penjajahan satu bangsa atau bangsa subversi dan lain sebagainya.
4.      Pendangkalan Iman
Sebagai akibat lain dari pola pikiran keilmuan tersebut di atas, khususnya ilmu-ilmu yang hanya mengakui fakta-fakta yang bersifat empiris menyebabkan manusia dangkal imannya, ia tidak tersentuh oleh informasi yang diberikan oleh wahyu, bahkan informasi yang di bawa oleh wahyu itu menjadi bahan tertawaan dan dianggap sebagai tidak ilmiah dan kampungan.
5.      Pola hubungan materalistik
Pola hubungan satu dengan hubungan yang lainnya dapat memberikan keuntungan yang bersifat material. Demikian pula penghormatan yang diberikan seseorang atas orang lain banyak diukur oleh sejauh mana orang tersebut dapat memberikan manfaat secara material. Akibatnya ia menempatkan pertimbangan material di atas pertimbngan akal sehat, hati nurani, kemanusian dan imannya. [6])
6.      Menghalalkan Segala Cara
Sebagai akibat lebih jauh dari dangkalanya iman dan pola hidup materialistik sebagaimana disebutkan di atas, maka manusia dengan mudah dapat menggunakan prinsip menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan.


7.      Stres dan Frustasi
Kehidupan modern yang demikian kompetitif menyebabkan manusia harus mengerahkan seluruh pikiran, tenaga dan kemampuannya. Manusia mengerahkan seluruh pikiran, tenaga dan kemampuannya untuk terus bekerja tanpa mengenal batas dan kepuasan. Sehingga apabila ada hal yang tidak bisa dipecahkan mereka stres dan frustasi.
8.      Kehilangan Harga diri dan Masa depannya
Mereka menghabiskan masa mudanya dengan memperturutkan hawa nafsu dan menghalalkan segala cara. Namun ada suatu saat tiba waktunya mereka tua segala tenaga, fisik, fasilitas dan kemewahan hidup sudah tidak dapat mereka lakukan, mereka merasa kehilangan harga diri dan masa depannya.[7])

C.    Perlunya Akhlak Tasawuf dalam Masyarakat
Banyak cara yang diajukan para ahli untuk mengatasi masalah tersebut, dan salah satu cara yang hampir disepakati para ahli adalah dengan cara mengembangkan kehidupan yang berakhlak dan bertasawuf. Salah satu tokoh yang begitu sungguh-sungguh memperjuangkan akhlak tasawuf  mengatasi masalah tersebut adalah Hussein Nashr. Dalam hal ini Nashr menegaskan “tarikat” atau “jalan rohani” yang biasanya dikenal sebagai tasawuf atau sufisme adalah merupakan dimensi kedalaman dan kerahasiaan (esoteric) dalam islam, sebagaimana syariat berakar pada al-qur’an dan al-sunnah. Ia menjadi jiwa risalah islam, seperti hati yang ada pada tubuh, tersembunyi jauh dari pandangan luar. Betapapun ia tetap merupakan sumber kehidupan yang aling dalam, yang mengatur seluru orgasme keagamaan dalam islam.
Namun demikian penggunaan tasawuf mengatasi sejumlah masalah moral sebagaimana tersebut di atas menghendaki adanya interpretasi baru terhadap tasawuf yang selama ini dipandang sebagai sesuatu yang menyebabkan melemahnya daya juang di kalangan umat islam. Intisari ajaran tasawuf adalah bertujuan memperoleh hubungan dan disadari dengan Tuhan, sehingga seseorang merasa dengan kesadarannya itu berada di hadirat-Nya. Karena melalui tasawuf ini seseorang disadarkan bahwa segala sumber yang ada ini berasal dari Tuhan.
Dengan adanya bantuan tasawuf ini maka ilmu pengetahuan satu dan lainnya tidak akan bertabrakan, karena berada dalam satu jalan dan tujuan. Selanjutnya tasawuf melatih manusia agar memiliki ketajaman batin dan kehalusan budi pekerti. Demikian pula tarikat yng terdapat dalam tasawuf akan membawa manusia memiliki jiwa istiqamah, jiwa yang selalu di isi denga nilai-nilai ketuhanan. Ia selalu mempunyai pegangan dalam hidupnya. Keadaan demikian menyebabkan ia tetab tabah dan tidak mudah terhempas oleh cobaan yang dihadapinya.
Selanjutnya sikap frustasi dan yang lainnya dapat diatasi dengan sikap ridla yang diajarkan dalam tasawuf, yaitu selalu pasrah dan menerima terhadap segala keputusan Tuhan. Ia menyadari bahwa yang Maha Kuasa atas segala sesuatu adalah Tuhan. Demikian pula ajaran uzlah yang terdapat dalam tasawuf, yaitu usaha mengasingkan diri dari terperangkap oleh tipu daya keduniaan, dapat pula dipergunakan untuk membekali manusia modern dari kehidupan, yang tidak tahu lagi arahnya. Tasawuf dengan konsep uzlah itu berusaha membebaskan manusia dari perangkap-perangkap kehidupan yang memperbudaknya. Ini berarti manusia tersebut tetap mengendalikan aktifitasnya ssuai dengan nilai-nilai ketuhanan,Dan bukan sebaliknys larut dalam pengaruh keduniaan.[8])
Dibalik kemajuan ilmu teknologi, dunia modern sesungguhnya menyimpan suatu potensi yang dapat menghancurkan mertabat manusia. Untuk menyelamatkanya perlu tasawuf yang wujud konkretnya dalam akhlak yang mulia. Terakhir problema masyarakat modern di ats adalah adanya sejumlah manusia yang kehilangan masa depannya. Untuk ini ajaran akhlak tasawuf yang berkenaan dengan ibadah, zikir, taubat, dan berdo’a menjadi penting adanya, sehingga tetap mempunyai harapan, yaitu bahagia bahagia hidup di akhirat nanti. Tasawuf akhlak memberi kesempatan bagi penyelamatan manusia, maka tasawuf dengan sistem yang diakui paling kuat untuk manusia dengan Tuhan, ajaran akhlak tasawuf mengatasi problematika kehidupan masyarakat modern saat ini, dan dijadikan suatu alternatif terpenting. [9])





























BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Masyarakat modern terdiri dari dua kata, yaitu masyarakat dan modern. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta mengartikan masyarakat sebagai pergaulan hidup manusia (hipunan orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan yang tentu). Sedangkan modern diartikan yang terbaru, secara baru, mutakhir.
Kehadiran ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan sejumlah problematika masyarakat modern antaralain Deseintegrasi Ilmu Pengetahuan, Kepribadian yang terpecah (split personality), Penyalagunaan Iptek, Pendangkalan Iman, Pola hubungan materalistik, Menghalalkan Segala Cara, Stres dan Frustasi, Kehilangan Harga diri dan Masa depannya
Banyak cara yang diajukan para ahli untuk mengatasi masalah tersebut, dan salah satu cara yang hampir disepakati para ahli adalah dengan cara mengembangkan kehidupan yang berakhlak dan bertasawuf..
Dengan adanya bantuan tasawuf ini maka ilmu pengetahuan satu dan lainnya tidak akan bertabrakan, karena berada dalam satu jalan dan tujuan. Selanjutnya tasawuf melatih manusia agar memiliki ketajaman batin dan kehalusan budi pekerti.

B.     Kesimpulan
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dimasa modern ini, memberikan dan mudharat pada msyarakat. Untuk menghindari Dampak negatif dari modernisasi, sudah selayaknya kita sebagai masyarakat lebih telit dalam menerima hal-hal baru. Hal-hal baru yang bersifat baik dapat kita ambil manfaatnya dan yang bersifat buruk agar kita tinggalkan.




DAFTAR PUSTAKA

Poerdaminta, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991,
Nata, Abudin.  1997Akhlaq Tasawuf, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Aceh, Abu Bakkar. 1994. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf. Solo: Ramadani.
Noer, Deliar, 1987. Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Mutiara.
Hamka, 1994.Tasawuf Perkembangan, Jakarta: Pustaka Panji Mas.
Shihab, Quraish. 1996. Wawasan al-Qur’an. Bandung: Mizan.




[1]) W.J.S.Poerdaminta, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991, hlm 123
[2])  Ibid., hlm 125
[3]) Abudin Nata, Akhlaq Tasawuf, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997, hlm 279-280.
[4]) Ibid., hal 282
[5]) Abu Bakkar Aceh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Ramadani, Solo, 1994, hlm. 342
[6]) Deliar Noer, Pembangunan di Indonesia, Jakarta: Mutiara, 1987, hlm 24.
[7]) Hamka, Tasawuf Perkembangan, Pustaka Panji Mas, Jakarta, 1994, hal.100.
[8]) M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996, hal 376
[9]) Ibid., hal 380

Tidak ada komentar:

Posting Komentar