BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Kinerja
Kinerja merupakan
terjemahan dari kata “performance” (Job Performance), yang
berarti tindakan, menampilkan atau melaksanakan suatu kegiatan. Oleh karena
itu, performance sering juga diartikan penampilan kerja atau perilaku
kerja. Berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi kinerja untuk lebih
memberikan pemahaman akan maknanya.
A Dale Timpe dalam
bukunya Performance sebagaimana dikutip oleh Ch. Suprapto dikemukakan
bahwa Kinerja adalah akumulasi dari tiga elemen yang saling berkaitan yaitu
keterampilan, upaya, dan sifat-sifat keadaan eksternal. Keterampilan dasar yang
dibawa seseorang ke tempat pekerjaan dapat berupa pengetahuan, kemampuan,
kecakapan internasional dan kecakapan teknis.
Menurut Muji Hariani
dan Noeng Muhajir terdapat sejumlah kinerja guru/staf pengajar dalam
melaksanakan proses belajar mengajar. Yang populer diantara model-model tersebut
diantaranya adalah Model Rob Norris, Model Oregon dan model Stanford. Ketiganya
terkenal dengan sebutan Stanford Teacher of Appload Competence (STAC).
Berikut ini akan
dikemukakan secara singkat deskripsi keempat model tersebut.
1. Model Rob Norris
Pada model ini ada beberapa komponen kemampuan mengajar yang perlu dimiliki
oleh staf pengajar/Guru yakni
a. Kualitas-kualitas personal dan profesional
b. Persiapan pengajaran
c. Perumusan tujuan pengajaran
d. Penampilan guru dalam di kelas
e. Penampilan siswa dalam belajar
f. Evaluasi.
2. Model Oregon
Menurut model ini kemampuan mengajar dikelompokkan menjadi lima bagian
a. Perencanaan dan persiapan mengajar
b. Kemampuan guru dalam mengajar dan kemampuan siswa dalam belajar
c. Kemampuan mengumpulkan dan mengunakan informasi hasil belajar
d. Kemampuan hubungan interprsonal yang meliputi hubungan dengan siswa,
supervisor dan guru sejawat
e. Kemampuan hubungan dengan tanggungjawab profesional.
3. Model Stanford
Model ini membagi kemampuan mengajar dalam dalam lima komponen, tiga dari
lima komponen tersebut dapat diobservasi di kelas meliputi komponen tujuan,
komponen guru mengajar, dan komponen evaluasi.
B. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kinerja
Menurut Gibson et al, memberikan
gambaran tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja, yaitu:
1. Variabel Individu, meliputi kemampuan,
keterampilan, mental fisik, latar belakang keluarga, tingkat sosial,
pengalaman, demografi (umur, asal-usul, jenis kelamin).
2. Variabel Organisasi, meliputi sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur desain pekerjaan.
3. Variabel Psikologis, meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.
Pendapat tersebut
menggambarkan tentang hal-hal yang dapat membentuk atau mempengaruhi kinerja
seseorang, faktor individu dengan karakteristik psikologisnya yang khas, serta
faktor organisasi berinteraksi dalam suatu proses yang dapat mewujudkan suatu
kualitas kinerja yang dilakukan oleh seseorang dalam melaksanakan peran dan
tugasnya dalam organisasi.
Sedangkan menurut
pendapat Keith Davis yang dikutip
oleh Anwar Prabu Mangkunegara yang mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja adalah:
1. Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi
kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah
untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental merupakan kondisi mental yang
mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal.
Pegawai akan mampu mencapai kinerja maksimal jika ia memiliki motivasi tinggi.
2. Faktor Kemampuan
Secara psikologis kemampuan (Ability) pegawai terdiri dari kemampuan
potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge + Skill).
Artinya pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120)
dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan
pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang
diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang
sesuai dengan keahliannya.
C. Manajemen Kinerja
Secara umum, sumber
daya manusia dalam konteks manajemen adalah “people who are ready, willing,
and able to contribute to organizational goals”. Kontribusi SDM dalam suatu
organisasi termasuk organisasi pendidikan memerlukan pengelolaan dan
pengembangan yang baik dalam melaksanakan tugas dan perannya agar dapat
memberikan kontribusi optimal dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi,
sehingga mereka dapat memberi sumbangan yang makin meningkat bagi pencapaian
tujuan. Meningkatnya kinerja SDM akan berdampak pada semakin baiknya kinerja
organisasi dalam menjalankan perannya di masyarakat.
Manajemen SDM merupakan
suatu ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan SDM secara efektif dan
efisien untuk mencapai suatu tujuan. Dalam era yang penuh dengan perubahan,
lingkungan yang dihadapi oleh manajemen SDM sangatlah menantang, perubahan muncul
dengan cepat dan meliputi masalah-masalah yang sangat luas. Berdasarkan
penelitian dan sumber-sumber lain, Mathis menyimpulkan bahwa tantangan yang
dihadapi oleh manajemen SDM diantaranya adalah perekonomian dan perkembangan
teknologi, ketersediaan dan kualitas tenaga kerja, kependudukan dengan
masalah-masalahnya, restrukturisasi organisasi. Oleh karena itu, mengelola SDM
menjadi sesuatu yang sangat menentukan bagi keberhasilan suatu organisasi dalam
pencapaian tujuannya.
Menurut Lunenburg dan
Ornstein dalam proses manajemen SDM, terdapat enam program yaitu:
1. Human resource planning (Perencanaan SDM)
2. Recruitment (Pencarian personil)
3. Selection (Memilih dan menentukan
personil)
4. Professional development (Pengembangan
profesional)
5. Performance appraisal (Penilaian kinerja)
6. Compensation (Kompensasi)
D. Konsep Manajemen Kinerja
Manajemen kinerja
menjadi faktor yang sangat strategis dalam upaya untuk terus meningkatkan dan
mengembangkan kinerja individu sesuai dengan tuntutan perubahan, baik tuntutan
internal organisasi maupun tuntutan akibat faktor eksternal. Dengan demikian
manajemen kinerja dalam suatu organisasi menempati posisi penting dalam
meningkatkan kinerja organisasi yang akan sangat menentukan bagi
keberlangsungan organisasi dalam menjawab dan mengantisipasi perubahan yang
terjadi akibat globalisasi dengan tingkat persaingan yang makin tinggi.
E. Tujuan Manajemen Kinerja
Manajemen kinerja
menduduki peran penting baik dilihat dari segi individu maupun organisasi dalam
kegiatan suatu organisasi. Hal ini karena pada dasarnya manajemen kinerja dapat
membantu upaya organisasi dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan kinerja agar
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh organisasi.
Menurut Bacal,
manajemen kinerja meliputi upaya membangun harapan yang jelas serta pemahaman
tentang:
1. Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para anggota
2. Seberapa besar kontribusi pekerjaan anggota bagi pencapaian tujuan
organisasi
3. Apa arti konkret melakukan pekerjaan dengan baik
4. Bagaimana anggota bekerja sama untuk mempertahankan, memperbaiki, ataupun
mengembangkan kinerja karyawan yang sudah ada sekarang
5. Bagaimana prestasi kerja diukur
6. Mengenali hambatan kinerja dan bagaimana mengatasinya
Tujuan manajemen kinerja sebagaimana dikemukakan diatas,
menunjukkan suatu keterkaitan antara tujuan yang bersifat organisasi dan tujuan
individu dalam konteks organisasi. Hal penting berkaitan dengan pegawai adalah
tujuan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja pegawai dalam memberikan
kontribusi bagi organisasi.
F.
Proses Manajemen Kinerja
Manajemen kinerja
merupakan suatu proses sistematis, terdiri dari langkah-langkah yang mencakup
perencanaan kinerja, review dan diskusi kinerja, evaluasi kinerja dan tindakan
adaptif serta korektif untuk mengembangkan strategi dalam mengatasi kesenjangan
kinerja. Dengan demikian manajememn kinerja mencakup suatu proses pelaksanaan
kinerja, tentang bagaimana kinerja dijalankan.
Dalam implementasi
manajemen kinerja, sinkronisasi antara tujuan dan target kinerja individu dan
organisasi menjadi prasyarat penting yang akan menentukan efektifitas manajemen
kinerja, apabila terjadi ketidaksinkronan, maka review dan evaluasi kinerja
akan sulit dilakukan. Bila hal ini tidak dilakukan maka upaya perbaikan,
pengembangan kinerja pegawai tidak dapat dilakukan, sehingga tujuan dari
manajemen kinerja tidak akan tercapai. Oleh karena itu, komunikasi antara
pemimpin dan pegawai harus dilakukan secara berkesinambungan untuk dapat secara
dini mendeteksi berbagai kemungkinan hambatan kinerja individu yang juga akan
berdampak pada kinerja organisasi, sehingga tujuan organisasi tidak dapat
dicapai.
G. Penilaian Kinerja
Kinerja mempunyai peran
yang besar dalam keberlangsungan organisasi dalam menjalankan peran dan
tugasnya dimasyarakat. Setiap organisasi perlu memperhatikan bagaimana upaya
untuk terus meningkatkan kinerja anggotanya agar dapat memberi kontribusi
optimal bagi meningkatnya kinerja organisasi.
Menurut Wayne F. Cascio
sebagaimana dikutip oleh Sahlan Asnawi penilaian kinerja bertujuan
sebagai:
1. Dasar pemberian reward dan punishment
2. Kriteria dalam riset personil
3. Predikator
4. Dasar untuk membantu merumuskan tujuan program training
5. Feedback bagi anggota itu
sendiri
6. Bahan kaji bagi organisasi dan pengembangannya.
Dengan demikian
penilaian kinerja dalam setiap organisasi sangat diperlukan, karena akan dapat mendorong
peningkatan kualitas organisasi serta unsur-unsur didalam organisasi yang bersangkutan.
Evaluasi atau penilaian kinerja dapat menjadi landasan penting bagi upaya
meningkatkan produktivitas suatu organisasi serta dapat menjadi umpan balik
atas kinerja untuk melihat hubungannya dengan tujuan dan sasaran.
Agar objektivitas dalam
penilaian kinerja dapat tercapai, maka perlu dihindari beberapa kesukaran dalam
proses pelaksanaannya, yaitu:
1.
Kekurangan standar
2.
Standar yang tidak
relevan atau subjektif
3.
Standar yang tidak
realistis
4.
Ukuran yang jelek atas
kinerja
5.
Kesalahan menilai
6.
Umpan balik yang buruk
terhadap anggotanya
7.
Komunikasi yang negatif
8.
Kegagalan untuk
menerapkan data evaluasi.
Apabila masalah-masalah
tersebut dapat dihindari, maka pelaksanaan penilaian kinerja dapat
dipertanggungjawabkan dalam segi keobjektifannya, serta tujuan dilaksanakannya
evalusi kinerja dapat tercapai secara optimal sehingga dapat diperoleh manfaat
yang besar bagi peningkatan kinerja dan produktivitas organisasi.
H. Pengembangan Kinerja
Pengambangan kinerja dalam
organisasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan. Menurut pendapat Zwell, siklus
proses pengembangan kinerja terdiri dari tiga tahap yaitu tahap perencanaan
kerja, tahap eksekusi yang mencakupi monitoring perkembangan, coaching,
supervsi dan penyesuaian rencana, dan tahap penilaian atas hasil kinerja.
Oleh karena, itu
diperlukan stategi pengembangan dan peningkatan kinerja anggota yang
berkesinambungan. Pendidikan dan pelatihan tampaknya perlu mendapat perhatian
dalam mengembangkan dan meningkatkan pekerja.
Namun hal yang akan menentukan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
adalah bagaimana organisasi melihat dan memperlakukan kegiatan pembelajaran dan
organisasi. Oleh karena itu, strategi pengembangan organisasi kearah organisasi
pembelajaran menjadi sangat penting agar pengembangan dan peningkatan kinerja
anggota menjadi suatu bagian yang tak terpisahkan dari organisasi. Kondisi
organisasi yang demikian akan dapat memberikan dorongan untuk terjadinya proses
pengembangan kinerja anggota yang efektif.
I.
Pengembangan Kinerja Guru
Pada hakikatnya kinerja
guru adalah perilaku yang dihasilkan seorang guru dalam melaksanakan tugasnya
sebagai pendidik dan pengajar ketika mengajar dikelas, sesuai dengan kriteria
tertentu. Kinerja guru akan tampak pada situasi dan kondisi kerja sehari-hari. Kinerja
dapat dilihat dalam aspek kegiatan dalam melaksanakan kegiatan/tugas tersebut.
Dengan pemahaman
seperti itu, maka kinerja inovasi guru merupakan kinerja yang menerapkan
hal-hal baru dalam melaksanakan peran dan tugas yang diemban oleh guru tersebut.
Oleh karena itu, pemahaman kinerja inovatif guru perlu dilihat dalam konteks
pelaksanaan tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan guru sebagai pendidik
di sekolah.
1.
Guru dalam Proses
Pembelajaran
Tenaga pendidik di perguruan tinggi disebut dosen, sementara tenaga
pendidik pada pendidikan usia dini,
pendidikan dasar dan menengah disebut guru. Meskipun sama-sama disebut
pendidik, namun peran dan fungsi mereka sedikit berbeda. Hal ini tercermin dari
pengertian keduanya yang tercantum dalam Undang-Undang Guru Nomor 14 Tahun
2005. Dalam BAB 1 Pasal 1 Undang-Undang Guru disebutkan sebagai beriakut:
“Guru adalah pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah”.
Tanpa mengurangi dan meniadakan peran serta fungsi yang lain, kinerja guru
sebagai pelaksana tugas yang lain, merupakan salah satu faktor yang memegang
peranan penting dalam keberhasilan pendidikan. Karena apapun tujuan dan
putusan- penting tentang pendidikan yang dibuat oleh para pembuat kebijakan
sebenarnya dilaksanakan dalam situasi belajar mengajar dikelas. Sementara itu
tugas atau kewajiban guru menurut Undang-Undang No.14 tahun 2005 pasal 20
adalah sebagai berikut:
a.
Merencanakan
pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran.
b.
Meningkatkan dan
mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu penegetahuan,
teknologi dan seni.
c.
Bertindak objektif dan
tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, atau latar
belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.
d.
Menjunjung tinggi
peraturan perndang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama
dan etika dan.
e.
Memelihara dan memupuk
persauan dan kesatuan bangsa.
Kutipan undang-undang tersebut menunjukan bahwa kewajiban pada dasarnya
merupakan kegiatan yang harus dilakukan guru dalam menjalankan peran dan
tugasnya disekolah, dimana aspek pembelajaran merupakan hal yang utama yang
harus dilaksanakan oleh guru, disamping penegmbangan profesional sebagai
pendidik guna meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik
serta sebagai pihak yang cukup dominan dalam proses pembelajaran
2. Guru dalam Pengembangan Profesi
Guru merupakan pekerjaan profesional sehingga tepat untuk dikatakan sebaga
suatu profesi. Sebagai suatu profesi pengembangan kemampuan peningkatan
kompetensi merupakan hal penting yang dapat memberikan kontribusi signifikan
bagi peningkatan kualitas pendidikan dan pembelajaran disekolah. Dalam
Undang-Undang NO. 14 tahun 2005 pasal 20 ayat b disebutkan bahwa salah satu
tugas guru adalah meningkatkan dan menegembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu penegetahuan.
Untuk lebih memahami makna pengembangan profesi, terlebih dahulu akan
dikemukakan tentang konsep profesi.
a. Makna Profesi
Secara etimologi,
profesi berasal dari istilah bahasa inggris profession
atau bahasa latin profecus yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan
mampu, atau ahli dalam melaksanakan
pekerjaan tertentu. Sedangkan secara terminologi, profesi dapat diartikan
sebagai suatu pekerjaan yang mensyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang
ditekankan pada pekerjaan mental, bukan pekerjaan manual. Kemampuan mental yang
dimaksudkan disini adalah adanya persyaratan pengetahuan teoritis akademis
sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis, merujuk kepada definisi
ini, pekerjaan-pekerjaan yang menuntut keterampilan manual atau fisikal,
meskipun levelnya tinggi, tidak digolongkan dalam profesi.
b. Ciri Profesi
Dari sudut pandang
sosiolog, Vollmer dan Mills, menegemukakan bahwa profesi menunjuk kepada suatu
kelompok pekerjaan dari jenis yang ideal, yang sesungguhnya tidak ada dalam
kenyatan atau tidak pernah akan tercapai tetapi menyediakan suatu model status
pekerjaan yang bisa diperoleh jika pekerjaan itu telah mencapai profesionalisasi
secara utuh.
c. Pengembangan Profesi Guru
Pengembangan
profesional (profesional development) merupakan pengembangan kemampuan
profesional yang akan memberikan kontribusi pada peningkatan
kemampuan/kompetensi guru yang pada akhirnya akan berdampak pada makin
meningkatnya kualitas pembelajaran. Pengembangan profesional pendidik
memerlukan peningkatan kompetensi khususnya dalam menghadapi masalah
pembelajaran dikelas, apabila dilaksanakan secara berkesinambungan akan berdampak
sebagai berikut:
I.
Kemampuan dalam
menyelesaikan masalah pembelajaran akan semakin meningkat.
II. Penyelesaian masalah pembelajaran melalui sebuah pengembangan inovasi akan
meningkatkan isi, masukan, proses, sarana/prasarana dan hasil belajar peserta
didik.
III. Peningkatan kemampuan dalam pembelajaran tersebut akhirnya akan berdampak
pada peningkatan kepribadian dan keprofesionalan dosen dan guru untuk selalu
berimprovisasi, baik melalui adopsi, adaptasi, maupun kreasi dalam pembelajaran
dan bermuara pada peningkatan kualitas lulusan.
d. Aspek Profesionalisme Guru
Pada dasarnya guru profesional ialah guru yang memiliki kompetensi yang
dipersyaratkan unuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Oleh karena itu
profesionalisme guru berarti mengkaji kompetensi yang harus dimilik seorang
guru. Adapun ciri-ciri guru dapat dikatakan guru yang baik atau profesional
dalam menjalankan tugasnya dapat anda lihat dalam ciri-ciri sebagai berikut:
I.
Guru yang baik adalah guru
yang waspada secara profesional. Ia terus berusaha untuk menjadikan masyarakat
sekolah menjadi tempat yang paling baik bagi anak-anak muda.
II.
Mereka yakin akan nilai
atau manfaat pekerjaanya, mereka terus berusaha memperbaiki dan meningkatkan
mutu pekerjaan.
III.
Mereka tidak lekas
tersinggung oleh larangan-larangan dalam hubunganya dengan kebebasan pribadi
yang dikemukakan oleh beberapa orang untuk menggambarkan profesi keguruan.
Mereka secara psikologis lebih matang sehingga rangsangan-rangsangan terhadap
dirinya dapat ditaksir.
IV.
Mereka memiliki seni
dalam hubungan – hubungan manusiawi yang diperolehnya dari pengamatanya tentang
bekerjanya psikologi, biologi, antropologi kultural didalam kelas.
V.
Mereka berkeinginan
untuk terus tumbuh. Mereka sadar bahwa dibawah pengaruhnya, sumber-sumber
manusia dapat berubah nasibnya.
J.
Upaya Pemerintah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru
Profesi guru menjadi
salah satu topik pembicaraan, kesejahteraan guru banyak dipertanyakan. Para
pahlawan tanpa tanda jasa tersebut banyak yang hidup jauh dari kata layak dan
juga gagal bersaing dalam era globalisasi yang tentunya berimbas pada kualitas
pendidikan, dan juga tentunya pada SDM peserta didik pada sekolah mereka. Oleh
karena itu pemerintah dalam hal ini Mentri Pendidikan mengeluarkan peraturan
yang tertuang dalam undang-undang no 14 th 2005 yang mengatur tentang Guru dan
Dosen. Didalamnya juga tertuang peraturan yang berkenaan dengan profesi guru,
diantaranya menyebutkan bahwasnya standarisasi guru profesional harus memiliki
kualifikasi akademik minimum sarjan atau Diploma empat, menguasai kompetensi
(pedagogik, profesional, sosial dan kepribadian) memiliki sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan.
Upaya pemerintah ini
juga disertai dengan sertifikasi guru yang tertuang dalam peraturan pemerintah
tahun 2008 tentang guru. Guru dan jabatan dapat mengikuti sertifikasi melalui:
1. Pemberian sertifikasi pendidik secara langsung ( PSPL)
2. Portofolio (PF)
3. Pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG)
4. Pendidikan profesi guru (PPG)
5. Penilaian kinerja guru (PKG)
Dalam ranah globalisasi
pemerintah juga telah berupaya meningkatkan SDM guru dengan melakukan pendataan
PTK (pendidik dan tenaga kependidikan) secara online yang kurang lebih dapat
memaksa mereka untuk aktif dalam era globalisasi.