BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Manusia adalah mahluk sosial yang selalu membutuhkan perhatian,
teman dan kasih sayang dari sesamanya. Setiap diri terikat dengan berbagai
bentuk ikatan dan hubungan, diantaranya hubungan emosional, sosial, ekonomi dan
hubungan kemanusiaan lainnya. Maka, demi mencapai kebutuhan tersebut adalah
fitrah untuk selalu berusaha berbuat baik terhadap sesamanya. Fitrah inilah
yang ditegaskan oleh islam. Lebih lagi terhadap sesama muslim. Sebagai seorang
muslim diwajibkan untuk menjalin tali persaudaraan dengan muslim lainnya.
Dimana persaudaraan itu merupakan pertalian persahabatan yang serupa dengan
hubungan kekeluargaan. Islam sangat memahami hal tersebut, oleh sebab itu,
hubungan persaudaraan harus dilaksanakan dengan baik.
Persaudaraan sesama muslim biasanya dalam kontek agama diartikan
sebagai Ukhuwah islamiyah. Sesama umat islam hendaknya saling tolong-menolong,
tidak ada kedengkian dan hasad sehingga menjadikan persaudaraan muslim menjadi
jauh karenanya. Dalam Al-Qur’an dan Hadits telah banyak disebutkan tentang hak
dan kewajiban antara sesama muslim. Dan darinya dapat dirasakan nikmatnya iman.
Hubungan persaudaraan sesama muslim mempunyai kewajiban untuk
saling membantu, saling menghormati, menjenguk ketika sakit, mengantarkan
sampai ke kuburan ketika meninggal dunia, saling mendoakan, larangan saling
mencela, larangan saling menghasud dan lain sebagainya. Semangat persaudaraan diantara sesama Muslim
hendaknya didasari karena Allah semata. Dalam hadits Rasulullah bersabda, “Barangsiapa
yang bersaudara dengan seseorang karena Allah, niscaya Allah akan mengangkatnya
ke suatu derajat di surga yang tidak bisa diperolehnya dengan sesuatu dari
amalnya.” (HR. Muslim)
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian
Persaudaraan Sesama Muslim?
2.
Apa Hadits
Tentang Ikatan Persaudaraan Antara Sesama Muslim?
3.
Apa Hadits
Tentang Memelihara Silaturahin?
4.
Apa
Hadits Tentang Larangan Memutus Silaturahim?
5.
Apa
saja Tahapan-Tahapan
Di Dalam Memelihara Silaturrahim?
C.
Tujuan Makalah
1.
Mengetahui
Pengertian Persaudaraan Sesama Muslim
2.
Mengetahui
Hadits Tentang Ikatan Persaudaraan Antara Sesama Muslim
3.
Mengetahui
Hadits Tentang Memelihara Silaturahin
4.
Mengetahui
Hadits Tentang Larangan Memutus Silaturahim
5.
Mengetahui
Tahapan-Tahapan
Di Dalam Memelihara Silaturrahim
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Persaudaraan Antara Sesama Muslim
Secara bahasa, silaturrahim
adalah kata majemuk yang terambil dari bahasa Arab, shilat dan rahim. Kata shilat berasal dari kata washl yang berarti “menyambung”
dan “menghimpun”. Ini berarti hanya yang putus dan terserak yang dituju oleh shilat itu. Sedangkan kata rahim pada mulanya berarti
“kasih sayang”, kemudian berkembang sehingga berarti pula “peranakan”
(kandungan) karena anak yang dikandung selalu mendapatkan kasih sayang. Inti
silaturrahim adalah rasa rahmat dan kasih sayang. Hal ini, antara lain dapat
dibuktikan dalam pemberian yang tulus, sehingga kata shilat diartikan pula dengan “pemberian”
atau “hadiah”. Berdasarkan hadis Nabi saw. silaturrahim
berarti:
لَيْسَ
الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنْ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ
وَصَلَه nَا
Artinya:
bukanlah bersilaturrahim orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi
yang bersilaturrahim adalah yang menyambung kasih sayangnya jika terputus”. (H.R.
Al-Bukhari)
Dengan demikian
dapat dinyatakan bahwa silaturrahim berarti mendekatkan diri kepada orang lain
setelah selama ini jauh; dan menyambung kembali komunikasi setelah selama ini
(komunikasi) terputus berdasarkan rasa kasih sayang di antara mereka.[1])
B.
Ikatan Persaudaraan
Antara Sesama Muslim
Islam memerintahkan umatnya untuk
bersatu padu. Perintah
untuk bersatu ini ditujukan kepada setiap muslim di seluruh dunia. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا
وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ
اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai.” (Qs. Al
Imran: 102-103)
Dalam ayat di atas, jelas
sekali bahwa perintah untuk bersatu padu ditujukan untuk setiap muslim. Bahkan, perpecahan diantara umat Islam adalah sumber malapetaka dan
bencana.
Bahkan Rasulullah SAW menegaskan bahwa rasa ukhuwah
dan mahabbah pada diri seorang mukmin haruslah benar-benar ditanamkan karena
itu adalah salah satu ciri dari kesempurnaan iman seorang muslim sejati. Dari Anas, Nabi SAW bersabda
لاَيُؤْمِنُ
اَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِاَخِيْهِ مَايُحِبُّ لِنَفْسِهِ.
“Belum dianggap sempurna iman seseorang diantara kamu, sehingga ia
menyintai saudara sesama muslim seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR.Bukhari-Muslim).[2])
Allah SWT telah menjadikan
orang-orang mukmin itu bersaudara agar mereka saling kasih-mengasihi dan
sayang-menyayangi. Sabda Nabi, dari Abu Musa, Rasulullah SAW bersabda;
اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ
كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًاوَشَبَّكَ بَيْنَ اَصَابِعِهِ. (متفق
عليه)
“Kehidupan orang-orang mukmin, satu dengan
yang lainnya seperti sebuah bangunan yang saling menguatkan yang satu dengan
yang lainnya.” (Mutafaqun Alaih).
Hadits diatas menggambarkan hakikat antara hubungan sesama kaum muslimin
yang begitu eratnya. Hubungan antara seorang mukmin dengan mukmin lainnya
bagaikan sebuah bangunan yang saling melengkapi. Bangunan tidak akan berdiri
kalau salah satu komponennya tidak ada ataupun rusak. Hal itu menggambarkan
betapa kokohnya hubungan antara sesama umat Islam.[3])
Dalam hadits lain disebutkan Dari Nu’man bin Basyir, Rasulullah SAW bersabda
مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِيْ تَوَادِّهِمْ
وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُمِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِإِذَااشْتَكى مِنْهُ
عُضْوٌتَدَاعى لَهُ سَآ ئِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِوَالْحُمَّى
“Persaudaraan orang-orang mukmin dalam menjalin cinta kasih sayang diantara mereka seperti satu badan. Sewaktu ada anggota tubuh yang sakit,
maka meratalah rasa sakit tersebut ke seluruh anggota tubuh, hingga tidak bisa
tidur dan terasa panas.” (HR.Bukhari-Muslim).
Dalam hadits ini dinyatakan bahwa hubungan dalam hal kasih sayang, cinta,
dan pergaulan diibaratkan hubungan antara anggota badan, yang mana satu sama
lain saling membutuhkan, merasakan, dan tidak dapat dipisahkan. Jika salah satu
anggota badan tersebut sakit, anggota badan lainnya ikut merasakan sakit.
Itulah salah satu kelebihan yang seharusnya dimiliki oleh kaum mukmin dalam
berhubungan antara sesama kaum mukminin. Sifat egois atau mementingkan diri
sendiri sangat ditentang dalam Islam. Sebaliknya, Islam memerintahkan umatnya
untuk bersatu dan saling membantu karena persaudaraan seiman lebih erat
daripada persaudaraan sedarah. Itulah yang menjadi pangkal kekuatan kaum
muslimin, setiap muslim merasakan penderitaan saudaranya dan mengulirkan
tangannya untuk membantu sebelum diminta.
Salah satu landasan utama yang mampu menjadikan umat bersatu atau
bersaudara ialah persamaan akidah. Ini telah dibuktikan oleh bangsa Arab yang
mana sebelum Islam datang mereka sering berperang dan bercerai-berai tetapi
setelah mereka menganut agama Islam dan memiliki pandangan yang sama baik lahir
maupun batin, merka dapat bersatu. [4])
C.
Memelihara Silaturrahim
Silaturrahmi
atau dapat diartikan menyambung tali kasih sayang adalah merupakan bagian dari
kebutuhan setiap makhluk hidup dan yang lebih utamanya disini adalah manusia.
Karena manusia merupakan “Makhluk Sosial” yakni makhluk yang membutuhkan hidup
bersama. hal ini terbukti dengan adanya dalam memenuhi kebutuhannya manusia
tidak mampu sendirian meskipun pada saat sekarang ini tekhnologi sudah sangat
mengalami perkembangan dan kemajuan. Oleh karena itu maka tidak bisa dipungkiri
lagi bahwa manusia harus senantiasa menjaga hubungan yang baik dengan orang
lain.
Kasih
sayang merupakan sifat Allah yang sangat banyak disebutkan dalam al-qur’an.
Dengan demikian maka kita sebagai manusia yang taat, percaya dan bertaqwa
kepada-Nya, tentu harus berupaya untuk meneladani sifat keutamaan Allah
tersebut dalam menjalani kehidupan, karena sesuai janji-Nya, Allah akan
menjadikan kasih sayang ada di dalam hati orang-orang beriman dan beramal
sholeh. Sebagaimana firman-Nya dalam surat Maryam ayat 96 sebagi berikut
اِنَّالذِيْنامَنُووَعَمِلُالصَّلحَاَتِسَيَجْعلُلَهُمالرَّحْمَاُنُوُدَّ
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, yang Maha Rahman (Allah SWT) akan
mengadakan perasaan kasih sayang bagi sesamanya”
Dimana
dari ayat tersebut dapat kita fahami secara logika bahwa setiap mukmin
seharusnya hidup berdampingan dengun penuh kasih, karena Allah SWT telah member
masing-masing manusia sifat kasih saying, namun di dalam realitanya pada masa
sekarang adalah penuh dengan permusuhan, pertikaian, perselisihan, dan
sifat-sifat tidak terpuji lainnya, hal itu mencerminkan betapa minimnya sifat
kasih sayang pada masa sekarang ini.[5])
Sedangkan
Islam dalam berbagai ayat al-qur’an maupun hadits Nabi sebagai sumber ajaran
Islam juga telah banyak menganjurkan akan pentingnya kasih sayang terhadap
sesama, serta melarang sifat yang berbau permusuhan dan pertikaian. Oleh karena
itu Allah sangat menjunjung tinggi orang yang memiliki sifat kasih saynang
terhadap sesama, karena jika seseorang telah memiliki sifat kasih sayang
terhadap sesamanya, maka Allah akan mengasihinya dan kasih sayang Allah SWT
tersebut akan diletakkan dihati para Malaikat dan semua anak Adam, sehingga
para Malaikat dan semua anak manusia akan mengasihi orang yang memberikan
kasihnya kepada orang lain dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian maka
menyambung tali silaturrahmi akan dapat menjadi sarana kelapangan rizki dan panjangnya
umur. Hal itu sebagaimana hadits Riwayat Imam Muslim berikut ini
حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى
التُّجِيبِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ
رِزْقُهُ أَوْ يُنْسَأَ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ
رَحِمَهُ.
“Telah menceritakan kepadaku Harmalah bin Yahya
At Tujibi Telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb; Telah mengabarkan kepadaku
Yunus dari Ibnu Syihab dari Anas bin Malik dia berkata; Aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang ingin
dilapangkan rezkinya, atau ingin dipanjangkan usianya, maka hendaklah dia
menyambung silaturrahmi."
Dari kutipan
hadits tersebut dapat difahami bahwa bahwa menyambung tali persaudaraan atau
kekeluargaan akan mendatangkan kelapangan rizki dan panjang umur. Dilapanghkan
rizki dari kutipan hadits tersebut dapat difahami secara obyektif, karena salah
satu modal untuk mendapatkan rizki adalah dengan kita berhubungan baik dengan
sesama manusia, peluang-peluang bisnis misalnya akan terbuka dari banyaknya
hubungan kita dengan masyarakat luas, bahkan jika kita lihat pada realita
sekarang kepercayaan rekanan bisnis adalah lebih diutamakan daripada yang
lainya.
Sedangkan
maksud dari pengertian dipanjangkan umur bias dalam pengertian sebenarnya yakni
ditambah umurnya dari yang sudah ditentukan Allah SWT atau dipanjangkan umurnya
disini hanya sebatas dalam pengertian simbolis, yang menunjukkan bahwa umur
yang mendapat taufiq dari Allah SWT sehingga berkah dan bermanfaat bagi umat
manusia sehingga namanya akan abadi dan akan senantiasa dikenang dalam waktu
yang lama.[6])
Hadits yang agung ini memberikan salah satu
gambaran tentang keutamaan silaturahmi. Yaitu dipanjangkan umur pelakunya dan
dilapangkan rizkinya. Adapun penundaan ajal atau perpanjangan umur, terdapat
satu permasalahan yaitu bagaimana mungkin ajal diakhirkan, Bukankah ajal telah
ditetapkan dan tidak dapat bertambah dan berkurang sebagaimana firmanNya,
وَلِكُلِّ
أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لاَيَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً
وَلاَيَسْتَقْدِمُونَ
“Maka apabila telah datang waktunya mereka
tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula)
memajukannya.” (QS Al A’raf: 34).
Jawaban para ulama tentang masalah ini
sangatlah banyak. Di antaranya,
1.
Yang dimaksud dengan tambahan di sini, yaitu
tambahan berkah dalam umur. Kemudahan melakukan ketaatan dan menyibukkan diri
dengan hal yang bermanfaat baginya di akhirat, serta terjaga dari kesia-siaan.
2.
Berkaitan dengan ilmu yang ada pada malaikat
yang terdapat di Lauh Mahfudz dan semisalnya. Umpama usia si fulan tertulis
dalam Lauh Mahfuzh berumur 60 tahun. Akan tetapi jika dia menyambung
silaturahim, maka akan mendapatkan tambahan 40 tahun, dan Allah telah
mengetahui apa yang akan terjadi padanya (apakah ia akan menyambung silaturahim
ataukah tidak). Inilah makna firman Allah Ta'ala ,
يَمْحُو
اللهُ مَايَشَآءُ وَيُثْبِتُ
“Allah
menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki).” (QS Ar
Ra’d:39).
Demikian ini ditinjau dari ilmu Allah. Apa yang
telah ditakdirkan, maka tidak akan ada tambahannya. Bahkan tambahan tersebut
adalah mustahil. Sedangkan ditinjau dari ilmu makhluk, maka akan tergambar
adanya perpanjangan (usia).
3.
Yang dimaksud, bahwa namanya tetap diingat dan
dipuji. Sehingga seolah-olah ia tidak pernah mati. Demikianlah yang diceritakan
oleh Al Qadli, dan riwayat ini dha’if (lemah) atau bathil. Wallahu a’lam.
Silaturrahim juga merupakan salah satu dasar
keimanan manusia. Rasulullah saw. bersabda, diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari
Abu Hurairah r.a., berbunyi:
مَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ وَمَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ وَمَنْ كَانَ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ و في
رواية الآخر وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ
جَارَهُ أو فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan
Hari Kemudian, maka hendaklah memuliakan tamunya dan barang siapa yang beriman kepada Allah
dan Hari Kemudian, maka hendaklah bersilaturrahim dan barang siapa yang beriman
kepada Allah dan Hari Kemudian, maka hendaklah mengucapkan (kata-kata) yang
baik (pilihan kata yang tidak menyinggung orang lain) atau (lebih baik) diam
(daripada berkata-kata yang dapat menyinggung perasaan orang lain). Dan pada riwayat
yang lain (disebutkan) “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari
Kemudian, maka jangan mengganggu tetangganya atau hendaklah memuliakan
tetangganya.”
Salah satu ciri khas sabda Nabi saw. ketika
menjelaskan persoalan mengenai hubungan manusia dengan manusia lainnya adalah
mengawali dengan ciri keimanan kepada Allah dan Hari Kemudian, termasuk dalam
hal silaturrahim. Hal ini menunjukkan bahwa betapa pentingnya silaturrahim
untuk dibudayakan di dalam kehidupan agar manusia tidak terjerumus di dalam
lembah kehinaan, terutama menjalin hubungan yang harmonis terhadap sesamanya.
Bahkan, dalam salah satu
riwayat dinyatakan ketika Rasulullah saw. ditanya oleh seseorang: ”Ya
Rasulullah saw. beritakan kepada kami apa yang seharusnya saya lakukan untuk masuk
surga?”: Rasulullah saw. menjawab:
تعْبُدُ اللَّهَ وَلاَ تُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ
الصَّلاَةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصِلُ الرَّحِمَ
Kalian menyembah Allah dan tidak
mempersekutukan-Nya, mendirikan shalat, menuanaikan zakat, dan ber-silaturrahim.”
(H.R. Al-Bukhari dari Abu Ayyub).
Hadis tersebut, secara tegas menyatakan bahwa
salah satu syarat masuk surga adalah senantiasa memperkokoh silaturrahim di
antara sesama, terutama kepada sanak keluarga, tetangga, dan karib kerabat.[7])
Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan
pernah sukses jika tidak berintraksi dengan sesamanya. Bahkan, keberhasilan dan
kesuksesan seseorang tidak pernah terlepas dari keterlibatan orang-orang lemah.
Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّمَا تُنْصَرُوْنَ وَتُرْزَقُوْنَ
بِضُعَفَائِكُمْ
“Sesunggunya kalian tertolong (menduduki
jabatan) dan mepeproleh rezki (kaya) atas orang-orang lemah di antaramu.”
Kenyataannya, seringkali seseorang setelah
menduduki jabatan atau menjadi kaya, ia melupakan orang-orang yang telah
menolongnya untuk meraih semua itu, kecuali bagi mereka yang beriman kepada
Allah dan Hari Kemudian.
Keimanan kepada Allah dan Hari Kemudian akan
melahirkan rasa tanggung jawab, baik terhadap Allah Swt. maupun terhadap sesama
manusia dan makhluk lainnya. Itulah sebabnya mengapa beriman kepada Allah dan
Hari Kemudian menjadi syarat utama untuk silaturrahim, berbuat baik kepada
tetangga, menghormati tamu, dan berbuat baik kepada semua orang. Hanyalah
mereka yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian yang benar-benar dapat
berbuat baik secara ikhlas kepada orang lain, terutama kepada keluarga,
tetangga, dan tamu. Memang, banyak orang dapat berbuat baik kepada orang lain,
tetapi jika hal itu tidak dilandasi dengan keimanan kepada Allah dan Hari
Kemudian, maka perbuatan itu biasanya karena maksud yang tersembunyi di balik
kebaikan itu.
Salah satu wujud silaturrahim adalah seseorang
mencintai saudaranya sebagaimana ia mencitai dirinya sendiri. Rasulullah saw.
bersabda, diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Anas bin Malik r.a., berbunyi:
لاَ
يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.
“Tidaklah
beriman seseorang sehingga ia mencintai saudaranya sebagimana ia mencintai
dirinya sendiri.”
Dan sabda Nabi saw., berbunyi:
لاَ يُؤْمِنُ
أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ
أَجْمَعِينَ.
“Tidaklah (sempurna) iman seseorang sehingga
lebih mencintai dirinya daripada orang tuanya, anak-anaknya, dan orang lain
semuanya.”
Kedua Hadis tersebut di atas menunjukkan bahwa
dasar mencintai saudara, orang tua, anak-anak,dan orang lain adalah keimanan.
Hal ini dimaksudkan agar setiap orang senantiasa menjalin persaudaraan yang
dilandasi oleh keimanan kepada Allah Swt. bukan hanya karena kepentingan
politik, ekonomi, ataupun yang lainnya, sehingga persaudaraan itu dapat kokoh
di atas bimbingan Allah Swt. [8])
D. Larangan Memutuskan Silaturahmi
Hidup
adalah perjuangan, tantangan, pengorbanan, dan sekaligus perlombaan antar
sesama manusia. Tidak heran kalau terjadi gesekan antar sesama dan tidak
mungkin dapat dihindarkan. Namun demikian, gesekan atau permusuhan tersebut
jangan sampai diperpanjang hingga melebihi tiga hari yang ditandai dengan tidak
saling menegur sapa dan saling manjauhi. Hal ini tidak dibenarkan dalam ajaran
Islam. Memang benar setiap manusia memiliki ego dan gengsi sehingga hal ini
sering mengalahkan akal sehat akan tetapi untuk apa mempertahankan gengsi bila
hanya menyebabkan pelanggaran aturan agama dalam berhubungan dengan sesama.
Diantara
cara efektif untuk membuka kembali hubungan yang telah terputus adalah dengan
mengucapkan salam sebagai tanda dibukanya kembali hubungan kekerabatan.
Adapun
dalil yang mengenai tentang pelarangangan memutuskan silaturahmi dipaparkan
oleh imam bukhori dan imam muslim dalam kitabnya dengan beradasarkan riwayat
abi ayub ra.
عَنْ أَبِي أَيُّوبَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلاَثbbِ لَيَالٍ يَلْتَقِيَانِ, فَيُعْرِضُ هَذَا, وَيُعْرِضُ هَذَا, وَخَيْرُهُمَا اَلَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلاَمِ
Dari Abu Ayub ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW. Bersabda : “tidak di
halalkan bagi seorang muslim memusuhi saudaranya lebih dari tiga hari, sehingga
jika bertemu saling berpaling muka, dan sebaik-baik keduanya adalah yang
mendahului memberi salam”. (Mutafaqqun
‘alaih)
Islam
menganjurkan untuk menyambung hubungan dan bersatu serta mengharamkan pemutusan
hubungan, saling menjauhi, dan semua perkara yang menyebabkan lahirnya
perpecahan. Karenanya Islam menganjurkan untuk menyambung silaturahim dan
memperingatkan agar jangan sampai ada seorang muslim yang memutuskannya. Dan
Nabi shalllallahu alaihi wasallam mengabarkan bahwa bukanlah dikatakan
menyambung silaturahmi ketika seorang membalas kebaikan orang yang berbuat
kebaikan kepadanya, yakni menyambung hubungan dengan orang yang senang
kepadanya. Akan tetapi yang menjadi hakikat menyambung silaturahmi adalah
ketika dia membalas kebaikan orang yang berbuat jelek kepadanya atau menyambung
hubungan dengan orang yang memutuskan hubungan dengannya.
Nabi
shallallahu alaihi wasallam mengabarkan bahwa balasan disesuaikan dengan
jenis amalan. Karenanya, barangsiapa yang menyambung hubungan silaturahminya
maka Allah juga akan menyambung hubungan dengannya, dan diantara bentuk Allah
menyambungnya adalah Allah akan menambah rezekinya, menambah keberkahan dalam umurnya,
dan senantiasa memberikan pertolongan kepadanya. Sebaliknya, siapa saja yang
memutuskan hubungan silaturahiminya, maka Allah juga akan memutuskan hubungan
dengannya. Dan ketika Allah sudah memutuskan hubungan dengannya maka Allah
tidak akan perduli lagi dengannya, Allah akan menjadikannya buta dan tuli, dan
menimpakan laknat kepadanya. Dan siapa yang mendapatkan laknat maka sungguh dia
telah dijauhkan dari kebaikan dan rahmat Allah Ta’ala yang Maha Luas.
عَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم : لاَ يَدْخُلُ اَلْجَنَّةَ قَاطِعٌ
“Dari Jubair bin Muth’im ra. Ia berkata : bersabda Rasulullah saw.
: “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan”. (Mutafaqun ‘alaih).
Adapun
yang dimaksud dengan “ tidak masuk ” dalam kutipan hadits tersebut adalah tidak
langsung masuk karena umat manusia akan masuk syurga dengan syafaat Rasulullah
SAW. Hadits diatas bersifat ancaman berat bagi siapa saja yang memutuskan tali
silaturrahminya. [9])
Dari
uraian hadits diatas jelas bahwa orang yang memutuskan hubungan persaudaraan
berarti dia telah berbuat maksiat karena telah melanggar perintah Allah SWT dan
Rasul-Nya tentang kewajiban umat Islam untuk menyambung tali
persaudaraan.bahkan sekedar menjauhi dan meninggalkan saudaranya lebih dari
tiga malam dengan niat memutuskan hubungan persaudaraan pun tidak dibenarkan
oleh agama.. Dalam suatu hadits Rasulullah saw pernah bersabda
Artinya : Dari Ibnu Mas’ud r.a berkata : Nabi Muhammad saw bersabda
: sesungguhnya pintu langit itu tertutup untuk orang yang memutuskan hubungan
persaudaraan. (H.R.
Thabrani)
Dan
Rasulullah SAW dalam berbagai haditsnya pun telah mengutuk perbuatan dari
orang-orang yang memutuskan tali silaturrahmi atau hubungan persaudaraan, yang
dimana secara tegas diperintah oleh Allah SWT untuk senantiasa menjaganya,
sebab yang demikian dapat difahami karena kecintaan seseorang terhadap
saudaranya merupakan bukti dari keimanan seseorang sehingga ketika seseorang
telah memutuskan hubungan kasih sayang terhadap sesama sebagai bentuk
persaudaraan maka dia telah kehilangan sebagian dari keimanannya,karena
keimanan yang sempurna menuntut kecintaan terhadap sesama muslim. [10])
E.
Tahapan-Tahapan Di Dalam Memelihara
Silaturrahim
Ada beberapa sifat yang harus dimiliki
seseorang agar dapat memelihara budaya silaturrahim, sekaligus menjadi
tanda-tanda ketaqwaannya, yaitu seperti diungkapkan kepada Allah Swt. di Q.s.
Ali Imran 3:134, berbunyi:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي
السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ
وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya),
baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.”
Ayat di atas menunjukkan bahwa untuk menjalin
keserasian hubungan atau memelihara silaturrahim, maka seseorang harus
membudayakan berinfaq, mengendalikan amarah, bersifat pemaaf, dan berbuat
ihsan.
Sifat-sifat tersebut menunjukkan
tahapan-tahapan bersilaturrahim, yaitu:
1.
Berinfaq
Budaya ini
bersifat umum, budaya berinfaq tidak hanya diperlukan pada saat lapang, tetapi
juga dikala sempit. Infaq yan berbentuk wajib, antara lain berupa zakat dan
nafkah terhadap keluarga. Sedangkan infaq dalam bentuk anjuran, antara lain
sedekah, hibah, dan hadiah. Salah satu bentuk sedekah adalah menyingkirkan duri
dari jalanan dan banyak senyum. Karena itu, tidak ada alasan untuk tidak
berinfaq, jika mampu berkewajiban mengeluarkan zakat dan jika tidak mampu,
maka paling tidak ia selalu
senyum terhadap sesama.
2.
Menahan Amarah
Kemampuan
mengendalikan amarah merupakan langkah awal untuk dapat memelihara keserasian
hubungan dengan sesama jika terjadi perselisihan dengan pihak lain. Sikap
seperti ini serigkali sulit diwujudkan karena ada sifat kesombongan dan
keangkuhan yang dimiliki. Sikap marah mudah bangkit jika seseorang merasa lebih
berkuasa daripada orang lain. Karena itu, Nabi saw. melarang marah, La taghdhab “jangan marah” sebab jika marah,
maka syetan mudah masuk mempengaruhi seseorang. Jika sese-orang marah, maka
bergegaslah mengambil air wudlu untuk meredamkemarahan.
3.
Pema’af
Kemampuan
memaafkan orang lain adalah langkah kedua setelah kemampuan mengendalikan
amarah. Kata maaf berasal dari bahasa Al-Qur’an yang berarti “menghapus” karena
yang memaafkan menghapus bekas-bekas luka di hatinya. Bukanlah memaafkan
namanya, apabila masih ada tersisa bekas luka itu di dalam hati, bial masih ada
dendam yang membara. Jika bekas masih ada tersisa, maka itu menunjukkan bahwa
apa yang dilakukan baru sampai ada tahap menahan amarah. Itu sebabnya, maka
seseorang yang memohon maaf dari orang lain agar terlebih dahulu menyesali
perbuatannya, bertekad utuk tidak melakukannya lagi, serta memohon maaf sambil
mengembalikan hak yang pernah diambilnya itu.
Memberi atau
menerima belum cukup, tetapi seseorang harus melakukan al-shafhu “memberi kelapangan” dengan simbol
berjabat tangan. Seseorang yang melakukan al-shafhu dituntut untuk melapangkan dadanya
sehingga mampu menampung segala ketersinggungan serta dapat pula menutup
lembaran lama dan membuka lembaran baru.
Pada prinsipnya, konsep Islam tentang pemaafan tidak mengisyaratkan
seseorang harus datang meminta maaf, tetapi Islam menganjur-kan untuk memberi
maaf. Hanya saja, konsep ini tidak berjalan dengan baik, sehingga boleh jadi
ada orang yang belum dimaafkan oleh saudaranya karena belum pernah datang
memohon maaf.
4.
Berbuat Ihsan
Tahapan yang
terakhir untuk memelihara silaturrahim, tidak sekedar menaham amarah atau
memaafkan sesama, tetapi bagaimana seseorang dapat berbuat baik terhadap mereka
yang pernah melakukan kesalahan. Itulah sebabnya mengapa Allah menutup ayat ini
dengan menggunakan sesungguhnya
Allah sangat menyukai orang-orang yang berbuat ihsan, karena sifat ini merupakan sikap yang paling
tinggi derajatnya, yakni setelah membuka lembaran baru, maka diisi dengan
perbuatan baik.[11]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Silaturrahim adalah mendekatkan diri kepada orang
lain setelah selama ini jauh dan menyambung kembali komunikasi setelah selama
ini (komunikasi) terputus berdasarkan rasa kasih sayang di antara mereka.
Persaudaraan dalam islam digambarkan
seperti satu badan,
dimana saat ada anggota tubuh yang sakit, maka akan merata pula rasa sakit tersebut
keseluruh anggota tubuh seperti yang tertera
Dalam islam, kita sebagai manusia dilarang untuk memutuskan tali
silaturahmi dalam sebuah hadits, Rosululloh memberi ancaman bagi seorang yang
memutuskan silaturahmi tidak akan masuk syurga
“Dari Jubair bin Muth’im ra. Ia berkata : bersabda Rasulullah saw.
: “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan hubungan”.(Mutafaqun ‘alaih).
B.
Saran
Sebagai
umat nabi Muhammad SAW, sudah selayaknya kita mengikuti apa yang disampaikan
salah satunya adalah menjaga silaturrahim. Sering sekali kita melihat hanya
karena perbedaan pendapat menjadikannya tidak tegur sapa hingga menimbulkan
perpecahan diantara umat.
Seorang
yang tersesat tidaklah memprihatinkan. Namun ketika seorang tersesat dan
dihadapannya terdapat sebuah petunjuk adalah sangatlah menyedihkan. Miris
sekali Ketika banyak kaum muslim tersesat namun dihadapan mereka terdapat
petunjuk berupa Al-Qur’an dan Al-Hadits. Oleh karena itu semoga kita semua
senantiasa pada jalur yang sesuai dengan petunjul Al-Qur’an dan Al-Hadits dan
selalu menjaga ukhwah islamiyah