V NamaMahasiswa/NPM : Muhammad AstoriMahartoni/ 1601010163
Program Studi :
Pendidikan Agama Islam (PAI)
Semester/Kelas : IV (Empat) / B
JenisPenelitian :
*Kualitatif
LokasiPenelitian : Kibang Budi Jaya, Kec.
LambuKKibang, Kab.
TulangBawang Barat
Faktor
Penyebab Anak Putus Sekolah
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
faktor-faktor penyebab anak putus sekolah di desa kibang budi jaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, tipe penelitian adalah
deskriptif. Adapun informan penelitian ini kepala SD, SLTP, di desa kibang budi
jaya serta Masyarakat.
Penelitian ini bersifat kualitatif
deskriptif yaitu suatu pendekatan deskriptif yang memperoleh data dengan
melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
berdasarkan kasus yang ditemukan penulis di lapangan, faktor yang menjadi
penyebab anak putus sekolah adalah kurangnya minat anak untuk bersekolah,
keadaan keluarga yang tidak harmonis, lemahnya ekonomi keluarga, kondisi lingkungan
tempat tinggal anak, pandangan masyarakat akan pendidikan.
Kata Kunci: Anakk, putussekolah, kualitatif, deskriptif
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembangunan
nasional sangat membutuhkan sumber daya manusia berkualitas. Untuk menciptakan
manusia yang berkualitas harus dibekali dengan pendidikan, baik pendidikan di
sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Melalui pendidikan, seseorang akan
dapat mengembangkan potensi yang diperlukan dalam usaha menyesuaikan dan
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu yang
semakin berkembang pesat, serta untuk membebaskan manusia dari keterbelakangan,
kebodohan, dan kemiskinan. Lingkungan dalam pendidikan berperan besar dalam
mengubah tingkah laku manusia. Lingkungan yang ada di sekitar individu akan
berpengaruh terhadap aktivitas, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
Bahkan kebanyakan lingkungan sosial masyarakat dimana individu berada
berpengaruh terhadap jenis aktivitas yang dilakukannya.[1])
Pendidikan
sangatlah penting untuk setiap individu yang dilahirkan kedunia untuk
menjalankan kehidupan dengan baik dan berguna bgai agama, bangsa dan negara.
Langkah awal kita untuk bisa menghadapi kehidupan kedepan dan memenuhi tuntutan
zaman adalah belajar dengan baik dan benar
Setiap
orang tua menginginkan anak-anaknya cerdas, berwawasan luas dan bertingkah laku
baik, berkata sopan dan kelak suatu hari anak-anak mereka bernasib lebih baik
dari mereka baik dari aspek kedewasaan pikiran maupun kondisi ekonomi. Oleh
karena itu, disetiap benak para orang tua bercita-cita menyekolahkan anak-anak
mereka supaya berpikir lebih baik, bertingkah laku sesuai dengan agama serta
yang paling utama sekolah dapat mengantarkan anak-anak mereka ke pintu gerbang
kesuksesan sesuai dengan profesinya.[2])
Setelah
keluarga, lingkungan kedua bagi anak adalah sekolah. Di sekolah, guru merupakan
penanggung jawab pertama terhadap pendidikan anak sekaligus sebagai suri
teladan. Sikap maupun tingkah laku guru sangat berpengaruh terhadap
perkembangan dan pembentukan pribadi anak.
Pendidikan
bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang
hayat. Karena proses pendidikan adalah suatu kegiatan secara bertahap
berdasarkan perencanaan yang matang untuk mencapai tujuan atau cita-cita. Tanpa
pendidikan mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan
dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera menurut konsep pandangan
mereka. Namun cita-cita demikian tak mungkin dicapai jika manusia itu sendiri tidak
berusaha keras meningkatkan kemampuannya seoptimal mungkin melalui proses
pendidikan. Jika suatu bangsa ingin maju, maka kualitas sumber daya manusia
harus ditingkatkan. Untuk itu, semua anak usia sekolah harus mengenyam
pendidikan. Namun itu tidak sesuai dengan keadaan di Indonesia saat ini dimana
masih banyak anak usia sekolah yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya.[3])
Pada
perspektif lain, kondisi ekonomi masyarakat tentu saja berbeda, tidak semua
keluarga memiliki kemampuan ekonomi yang memadai dan mampu memenuhi segala
kebutuhan anggota keluarga. Salah satu pengaruh yang ditimbulkan oleh kondisi
ekonomi seperti ini adalah orang tua tidak sanggup menyekolahkan anaknya pada
jenjang yang lebih tinggi walaupun mereka mampu membiayainya di tingkat sekolah
dasar. Jelas bahwa kondisi ekonomi keluarga merupakan faktor pendukung yang
paling besar kelanjutan pendidikan anak-anak., sebab pendidikan juga
membutuhkan dana besar.[4])
Hampir
disetiap tempat banyak anak-anak yang tidak mampu melanjutkan pendidikan, atau
pendidikan putus di tengah jalan disebabkan karena kondisi ekonomi keluarga
yang memprihatinkan. Kondisi ekonomi seperti ini menjadi penghambat bagi
seseorang untuk memenuhi keinginannya dalam melanjutkan pendidikan. Sementara
kondisi ekonomi seperti ini disebabkan berbagai faktor, di antaranya orang tua
tidak mempunyai pekerjaan tetap, tidak mempunyai keterampilan khusus,
keterbatasan kemampuan dan faktor lainnya.[5])
Putus
sekolah bukan merupakan persoalan baru dalam sejarah pendidikan. Persoalan ini
telah berakar dan sulit untuk dipecahkan, sebab ketika membicarakan solusi maka
tidak ada pilihan lain kecuali memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Ketika
membicarakan peningkatan ekonomi keluarga terkait bagaimana meningkatkan sumber
daya manusianya. Sementara semua solusi yang diinginkan tidak akan lepas dari
kondisi ekonomi nasional secara menyeluruh, sehingga kebijakan pemerintah
berperan penting dalam mengatasi segala permasalahan termasuk perbaikan kondisi
masyarakat.
Penyelesaian
anak putus sekolah ini tidak hanya menjadi tanggung jawab satu, dua orang atau
suatu Instansi saja. Tetapi semua orang dan semua lembaga memiliki tanggung
jawab mengenai hal ini. Jika masalah anak putus sekolah ini tidak ditangani
dengan cepat dan tepat, maka akan berdampak buruk bagi perekonomian dan sosial
indonesia. Dengan banyaknya anak putus sekolah, akan berdampak kepada
meningkatnya jumlah pengangguran karena kemampuan yang dimiliki anak yang putus
sekolah tidak mencukupi untuk mengisi lapangan pekerjaan yang semakin dan
membutuhkan keahlian khusus. Selain itu, ana-anak putus sekolah yang menganggur
akan semakin didesak oleh kebutuhan hidup yang terus meningkat. Yang mendorong
mereka untuk bertindak kriminal seperti mencuri, merampok, melakukan pembunuhan
atau hal negatif lainnya.
Sekolah
gratis yang banyak diwacanakan dan diinginkan oleh kalangan masyarakat dinilai
bukan solusi tepat untuk menolong anak putus sekolah, karena banyak faktor yang
menjadi penyebab anak tidak melanjutkan sekolah. Hal ini dapat dilihat dari
keadaan penduduknnya yang penuh dengan keterbatasan dan keterbelakangan dalam
sumber daya manusia dan sosial ekonomi. Kualitas sumber daya manusia sangat
dipengaruhi oleh pendidikan. Bidang pendidikan adalah bidang yang menjadi
tulang punggung pelaksanaan pembangunan nasional. Sistem pendidikan nasional
yang menyeluruh dan terpadu dalam rangka pembangunan manusia Indonesia
seluruhnya merupakan wahana kelangsungan hidup bangsa dan Negara, pada
hakikatnya menjadi tanggung jawab seluruh bangsa Indonesia dan dilaksanakan
oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Masalah
utama pendidikan Indonesia adalah masih rendahnya kualitas sumber daya manusia
yang mengakibatkan banyak kemiskinan sehingga anak tidak mampu melanjutkan
sekolah. Hal yang sama dinyatakan oleh Mulyanto Sumardi (1985:308) bahwa
semakin tinggi jenjang sekolah, maka semakin besar pula biaya, sehingga banyak
anak yang tidak melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi, terutama
anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah dan anak-anak tersebut memilih
bekerja.[6])
Keadaan
ekonomi orang tua yang cenderung rendah membuat anak-anak berusaha untuk
membantu ekonomi orang tuanya masing-masing. Salah satu upaya untuk membantu
ekonomi orang tuanya adalah dengan memanfaatkan kesempatan kerja pada sektor
informal. Pekerjaan yang bergerak di sektor informal tidak hanya dilakukan oleh
penduduk usia kerja yaitu penduduk yang di usia 15 tahun ke atas, tetapi juga
dilakukan oleh anak-anak dibawah usia kerja yaitu anak-anak usia sekolah yang
seharusnya waktu untuk bekerja digunakan untuk belajar agar prestasinya menjadi
meningkat. Melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dapat
mengantarkan anak-anak ke pintu gerbang kesuksesan sesuai dengan harapan dan
citacitanya. Dalam pengembangan sumber daya manusia, pendidikan merupakan
prioritas pembangunan nasional. Namun dengan kondisi masyarakat Indonesia masih
banyak yang miskin, menjadi salah satu penyebab anak tersebut putus sekolah dan
tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Berkenaan
dengan hal tersebut, masalah tentang masih banyaknya lulusan SD yang tidak
melanjutkan ke SMP salah satu permasalahan yang menarik untuk diteliti,
sehingga dipilih judul Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah Di Desa Kibang Budi
Jaya Kecamatan Lambu Kibang Kabupaten Tulang Bawang barat, dengan alasan
sekolah merupakan salah satu kewajiban anak bangsa yang berguna untuk dirinya
dan bangsa. Pembangunan pendidikan yang baik berarti peningkatan sumber daya
manusia karena di dalamnya dikembangkan ilmu pengetahuan, teknologi,
keterampilan yang merupakan syarat menentukan tenaga terampil.[7])
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian
latar
permasalahan
tersebut
diatas
dapat
dirumuskan
sebagai
berikut:
2.
Apa dampak yang diakibatkan oleh nak putus sekolah?
3.
Bagaimana usaha masyarakat dalam menanggulangi anak putus
sekolah?
C. Tujuan
Penelitian
1.
Mengetahui faktor penyebab anak putus sekolah.
2.
Mengetahui dampak yang diakibatkan oleh anak putus sekolah.
3.
Mengetahui usaha masyarakat dalam menanggulangi anak putus
sekolah.
D. Batasan
Masalah
Penelitian ini dibatasi untuk mencegah terjadinya
pembahasan yang terlalu luas. Batasan-batasan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor penyebab anak putus sekolah
2. Dampak yang diakibatkan anak yang
putus sekolah.
E.
Tinjauanpustaka
Tinjauan pustaka atau studi
kepustakaan adalah sebuah kajian yang pada intinya dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan topik penelitian yang akan diajukan dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh penelitian
sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Siti
Mumun Muniroh 08/275165/PPS/1823 dengan judul “Keberlanjutan Sekolah Pekerja
Anak Studi ”Kasus Dinamika Psikologis Pekerja Anak Sektor Batik di Desa Nyencle
Kabupaten Pekalongan”, Dari hasil dan pembahasan penelitian maka penelitian
ini dapat disimpulkan sebagai berikut: faktor yang melatarbelakangi munculnya
pekerja anak di desa Nyencle adalah kondisi ekonomi keluarga yang serba
kekurangan.[8])
Terdapat pulaPenelitian terdahulu yang
relevan dengan skripsi ini yaitu yang dilakukan oleh Maesaroh NIM 202109118
dengan judul “persepsi masyarakat nelayan terhadap wajib belajar pendidikan
dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun di desa tratebang kecamatan wonokerto kabupaten
pekalongan ”hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua persepsi dari masyarakat
nelayan terhadap Wajar Dikdas 9 tahun, pertama Wajar Dikdas 9 tahun adalah
penting bagi anak, sebisa mungkin anak agar bisamelampaui jenjang pendidikan
tersebut. Kedua, bahwa pendidikan tidak dibutuhkan untuk menjadi seorang
nelayan”.[9])
Dari kedua penelitian diatas, penelitian
yang akan peneliti lakukan berbeda, karena penelitian ini berfokus pada
persepsi orang tua pekerja anak usia sekolah yang mengalami putus sekolah,
padahal dilihat dari segi ekonomi, keluarga mereka dapat dikatakan keluarga yang
mampu.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Anak
Anak adalah manusia
yang hidup setelah orang yang melahirkannya, UNICEF mendefenisikan
anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18
tahun. Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, anak
adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan
Undang-undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun. Anak merupakan rahmat Allah yang
dibekitan kepada manusia yang
akan meneruskan cita-cita orang tuanya.[1])
Menurut pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pengertian Tentang Perlindungan Anak, yang
dimaksud dengan anak menurut undang-undang nomor tersebut adalah seseorang yang
belum berumur 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Selanjutnya
hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi,
dan dipenuhi oleh orang tua,keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara.[2])
Sedangkan menurut Lesmana (2012)
pengertian anak dari sudut pandang agama, anak merupakan makhluk yang mulia,
yang keberadaannya adalah kewenangan dari kehendak Tuhan dengan melalui proses penciptaan.
Oleh karena anak mempunyai kehidupan yang mulia dalam pandangan agama, maka
anak harus diperlakukan secara manusiawi, sehingga kelak anak tersebut tumbuh
menjadi anak yang berakhlak mulia seperti dapat bertanggung jawab. Secara
sosiologis anak diartikan sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang senantiasa
berinteraksi dalam lingkungan masyarakat bangsa dan negara. Dalam hal ini anak
diposisikan sebagai kelompok sosial yang mempunyai status sosial yang lebih
rendah dari masyarakat dilingkungan tempat berinteraksi.
Dalam perkembangannya, anak kelompokkan
menjadi beberapa bagian, yaitu :
1.
Anak
sah, yaitu anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sahatau hasil
perbuatan suami isteri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh isteri
tersebut.
2.
Anak
terlantar, yaitu anak yang tidak memenuhi kebutuhannya secara wajar, baik
fisik, mental, spiritual, maupun sosial.
3.
Anak
yang menyandang cacat, yaitu anak yang mengalami hambatan secara fisik dan atau
mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan secara wajar.
4.
Anak
yang memiliki keunggulan, yaitu anak yang mempunyai kecerdasanluar biasa, atau
memiliki potensi dan atau bakat luar istimewa.[3])
5.
Anak
angkat, yaitu anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga
orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas
perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga
orang tua angkatnya berdasarkan putusan atas penetapan pengadilan.
6.
Anak
asuh, yaitu anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga untuk diberikan
bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan karena orang
tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembangnya anak
secara wajar. (Pasal 1, Undang-Undang No. 23Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak).[4])
Menurut
Abdussalam (1990: 47), semua anak memiliki empat hak dasar, yaitu:
1.
Hak
atas kelangsungan hidup
Termasuk didalamnya adalah hak atas tingkat
kehidupan yang layak, dan pelayanan kesehatan. Artinya anak-anak berhak
memperoleh gizi yang baik, tempat tinggal yang layak dan perawatan kesehatan
yang baik bila jatuh sakit.
2.
Hak
untuk berkembang
Termasuk didalamnya hak untuk memperoleh
pendidikan, informasi, waktu luang, berekreasi seni dan budaya, juga hak asasi
untuk anak-anak cacat,dimana mereka berhak mendapatkan perlakuan dan pendidikan
khusus.
3.
Hak
partisipasi
Termasuk didalamnya adalah hak kebebasan untuk
menyatakan pendapat, berserikat dan berkumpul, serta ikut serta dalam
pengambilan keputusan, yang menyangkut dirinya.
4.
Hak
perlindungan
Termasuk didalamnya perlindungan dalam bentuk
eksploitasi, perlakuan kejam dan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana
maupun dalam hal lain.[5])
Pendidikan merupakan keawajiban
setiap individu untuk menuntut ilmu. Setiap individu di dunia ini memerlukan
pendidikan untuk menjalankan kehidupan yang lebih baik. Setiap anak belajar
dari hal-hal terkecil sampai terbesar dan mudah sampai yang sulit. Pendidikan
yang pertama kali diberikan kepada anak adalah pendidikan yang di berikan oleh
kelurga.Anak membutuhkan pendidikan formal dan non formal.[6]) Pendidikan
non formal adalah pendidikan yang bersumber dari pendidikan
keluarga,masyarakat,dan lingkungan. Pendidikan non formal diperoleh oleh
seorang anak secara gratis dan tanpa diminta seorang anak pasti akan
mendapatkannya.yaitu pendidikan yang diberikan oleh ayah, ibu,kakak-kakaknya
dan orang yang berada di sekitar tempat tinggalnya. Berbeda dengan pendidikan
non formal.Pendidikan formal adalah pendidikan yang diperoleh oleh seorang dari
lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah. Pendidikan dapat diartikan sebagai
usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan budaya
masyarakat. Pendidikan dapat diartikan juga sebagai sebuah proses timbal balik
dari pribadi-pribadi manusia dalam menyesuaikan diri dengan manusia lain dan dengan alam semesta.[7])
B.
Pengertian Pendidikan
Pendidikan
merupakan salah satu kebutuhan penting yang harus dipenuhi, karena dengan
pendidikan maka seseorang dapat mempertinggi taraf kehidupannya. Tingkat
pendidikan orang tua akan mempengaruhi pendapatan yang diterima, selain itu
tingkat pendidikan juga akan berpengaruh pada tingkat pendidikan anaknya.
Loekman Soetrisno menyatakan bahwa pendidikan adalah lahan yang ampuh untuk
mengangkat manusia dari kegagalan, termasuk dalam lembah kemiskinan, melalui
pendidikan selain memperoleh kepandaian berupa keterampilan berolah pikir,
manusia juga memperoleh wawasan baru yang dapat membantu upaya meningkatkan
harkat hidup mereka. Pendidikan yang rendah menyebabkan keluarga miskin dan
harus mau menerima pekerjaan yang rendah baik dari segi upah maupun jenis
pekerjaan.
Dari
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan sangatlah penting bagi
perkembangan kehidupan manusia dalam mendapatkan pekerjaan dan kehidupan dengan
penghasilan yang baik. Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan
berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta
didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran, dan cara penyajian bahan
pengajaran. Tingkat pendidikan dapat digolongkan menjadi tiga kriteria, yaitu:
Pendidikan dasar (Sekolah Dasar dan
Sekolah Menengah Pertama), Pendidikan menengah (Sekolah Menengah Umum/Sekolah
Menengah Kejuruan) dan Pendidikan Tinggi (Perguruan tinggi)
Dalam
era globalisasi, kesejahteraan bangsa selain dari sumber daya alam dan modal
yang bersifat fisik, juga juga pada modal intelektual, modal sosial dan modal
kepercayaan. Tuntutan untuk memperluas pengetahuan menjadi suatu keharusan agar
tidak tertinggal dengan manuisa lain. Peran pendidikan formal sangat penting
sekali di samping pendidikan informal dan non formal. Dalam pendidikan formal
tingkat pendidikan menengah merupakan tempat anak untuk mendapatkan bekal iptek
dan imtaq yang akan meningkatkan kualitas
sumber daya manusia yang akan diaplikasikan di kehidupan masyarakat agar
meningkatkan kualitas hidup.[8])
C. Anak Putus Sekolah
Putus sekolah atau drop
out adalah mereka yang terpaksa berhenti sekolah sebelum waktunya (Martono
HS dan Saidiharjo. Pendapat lain menyatakan bahwa putus sekolah adalah
meninggalkan sekolah sebelum menyelesaikan keseluruhan masa belajar yang telah
ditetapkan oleh sekolah yang bersangkutan
(Mudyaharjo, 2001: 498).
Menurut Gunawan (2011: 91) bahwa,
putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik
yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat
melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan berikutnya. Hal ini berarti, putus sekolah ditujukan kepada sesorang yang pernah
bersekolah namun berhenti untuk bersekolah.
Menurut Ahmad (2011: 86) bahwa
yang dimaksud dengan putus sekolah yaitu berhentinya belajar seorang murid baik
ditengah-tengah tahun ajaran atau pada akhir tahun ajaran karena berbagai
alasan tertentu yang mengharuskan atau memaksanya untuk berhenti. sekolah. Hal ini berarti putus sekolah dimaksudkan untuk semua anak yang tidak
menyelesaikan pendidikan mereka
Anak putus sekolah adalah keadaan
dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap dan perlakuan orang tua yang
tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak tanpa
memperhatikan hak – hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Undang – Undang nomor 4 tahun
1979, anak terlantar diartikan sebagai anak yang orang tuanya karena suatu
sebab, tidak mampu memenuhi kebutuhan anak sehingga anak menjadi terlantar. Menurut
Undang – Undang nomor 23 tahun 2002 bahwa anak terlantar yakni anak yang
kebutuhannya tidak terpenuhi secara wajar, baik kebutuhan fisik, mental,
spiritual maupun sosial.[9])
Menurut Departemen
Pendidikan di Amerika Serikat (MC Millen Kaufman, dan Whitener, 1996)
mendefinisikan bahwa anak putus sekolah adalah murid yang tidak dapat
menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid yang tidak
tamat menyelesaikan program belajarnya.
D. Hak Anak Akan
Pendidikan
Pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak.Hak wajib
dipenuhi dengan kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga pendidikan
dan pemerintah. Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua komponen yaitu
orang tua, lembaga masyarakat, pendidikan dan pemerintah bersedia menunjang
jalannya pendidikan.
Pendidikan adalah tanggung jawab semua masyarakat, bukan hanya tanggung
jawab sekolah. Konsekuensinya semua warga negara memiliki kewajiban
moral untuk menyelamatkan pendidikan.Sehingga ketika ada anggota masyarakat
yang tidak bisa sekolah hanya karena tidak punya uang, maka masyarakat yang
kaya atau tergolong sejahtera memiliki kewajiban moral untuk menjadi orang tua
asuh bagi kelangsungan sekolah anak yang putus sekolah pada tahun ini mencapai
puluhan juta anak di seluruh Indonesia.
Pendidikan itu dimulai dari keluarga. Paradigma ini penting untuk dimiliki
oleh seluruh orang tua untuk membentuk karakter manusia masa depan bangsa ini.
Keluarga adalah lingkungan yang paling pertama dan utama dirasakan oleh seorang
anak, bahkan sejak masih dalam kandungan.Karena itu pendidikan di keluarga yang
mencerahkan dan mampu membentuk karakter anak yang soleh dan kreatif adalah
modal penting bagi kesuksesan anak dimasa – masa selanjutnya.[10])
E.
Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah
Faktor penyebab anak putus sekolah terdiri dari beberapa
unsur seperti kondisi sosial ekonomi yang kurang baik, keadaan sarana dan
prasarana yang kurang mendukung, bahkan motivasi anak untuk bersekolah yang
rendah. Selain faktor-faktor itu juga, faktor lingkungan tempat tinggal anak
dan lingkungan bermain sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan pendidikan
anak. Situasi lingkungan mempengaruhi proses dan pemerataan pendidikan. Situasi lingkungan itu meliputi: lingkungan
fisik, lingkungan teknis, dan lingkungan sosio kultural. Sebagai salah satu
faktor lingkungan ini secara potensial dapat menunjang atau menghambat usaha
pendidikan (Hadikusumo, 1996:47).
Nazili Shaleh Ahmad
menyatakan bahwa, ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami
putus sekolah yaitu: adat istiadat dan ajaran-ajaran tertentu, karena kecilnya
pendapatan orang tua murid, jauhnya jarak antara rumah dan sekolah lemahnya kemampuan murid untuk meneruskan
belajar dari satu kelas ke kelas selanjutnya dan kurang adanya perhatian dari
pihak sekolah. Mencermati apa yang diungkapkan oleh Nazili Shaleh Ahmad dapat
diketahui bahwa terdapat dua faktor yang menyebabkan anak mengalami putus
sekolah yaitu faktor eksternal anak dan faktor internal anak. Faktor eksternal
anak meliputi adat istiadat atau budaya, faktor ekonomi, jarak yang ditempuh
untuk mengakses sekolah serta kurangnya perhatian dari orang tua dan
sekolah.Sedangkan yang termasuk dalam faktor internal anak adalah kemampuan
belajar anak.Berbagai macam faktor-faktor yang ada tersebut saling berkaitan
antara satu dengan yang lainnya.Maksudnya, faktor ekonomi dapat menyebabkan
rendahnya minat anak, fasilitas belajar dan perhatian orang tua yang kurang.[11])
Faktor minat anak yang kurang dapat diakibatkan oleh
perhatian orang tua dan fasilitas belajar yang rendah, budaya kurang mendukung,
dan jarak antara tempat tinggal anak dengan sekolah yang jauh.Dari berbagai
penjelasan tentang permasalahan yang menyebabkan anak mengalami putus sekolah
dapat diketahui bahwa yang menyebabkan anak mengalami putus sekolah dipengaruhi
oleh berbagai sebab, baik yang berasal dari internal anak maupun eksternal
anak. Dalam
penelitian ini, peneliti akan lebih fokus pada sebab eksternal yaitu perhatian
orang tua pada pendidikan anak. Berkembangnya suatu negara sangat bergantung
pada kualitas teknis serta sosial rakyatnya.Untuk sampai pada tahap demikian,
diperlukan sistem pendidikan maju, yang dibimbing dan diawali oleh negara.
Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan rakyat ada tiga faktor utama dalam pembangunan ekonomi, ialah
sumbersumber daya manusia, sumberdaya alam dan modal.Dari ketiga faktor
tersebut yang terpenting adalah faktor sumberdaya manusia, karena manusiaadalah
sekaligus tujuan dan alat, subyek sekaligus objek dari pembangunan.Disini dapat
dikatakan bahwa tingginya sumber daya manusia sangat berperan dalam
pencapaianpembangunan nasional (Napitupulu, 1985:132).[12])
F.
Tingkat Pendapatan Orang Tua
Menurut Mulyanto Sumardi (1985:29) pendapatan keluarga adalah
jumlah keseluruhan dari pendapatan formal, pendapatan informal, dan pendapatan
sampingan.Pendapatan formal adalah pendapatan yang diperoleh melalui pekerjaan
pokok.Pendapatan informal adalah pendapatan yang diperoleh melalui pekerjaan
tambahan sedangkan pendapatan subsitan pendapatan yang diperoleh melalui sektor
produksi yang dinilai dengan uang.Banyak faktor yang menyebabkan anak putus
sekolah, salah satunya yaitu kondisi ekonomi keluarga yang kurang
beruntung.Kondisi ekonomi masyarakat tentu saja berbeda, tidak semua keluarga
memilki kemampuan yang memadai dan mampu memenuhi kebutuhan semua anggota
keluarga.
Faktor ekonomi menjadi penyebab utama putus sekolah.
Kenyataan itu dibuktikan dengan tingginya kemiskinan di Indonesia yang anaknya
tidak bersekolah atau putus sekolah sebelum waktunya karena sebagian besar
tidak mampu membiayai, banyaknya tanggungan keluarga, rendahnya minat anak
untuk sekolah. Pendapatan adalah gambaran tentang posisi ekonomi keluarga dalam
masyarakat yang merupakan jumlah seluruh pendapatan dari kekayaan keluarga
(termasuk barang-barang dan hewan ternak) dipakai untuk membagi ekonomi
keluarga ke dalam tiga kelompok yaitu: pendapatan rendah, pendapatan sedang,
dan pendapatan tinggi (Masri Singarimbun, 1986:24).[13])
Dari teori diatas dapat digolongkan menjadi dua golongan karena
mengacu pada standar pendapatan upah minimum daerah tertentu yang sudah
ditetapkan pemerintah daerah kabupaten. Penggolongan pendapatan yangdimaksud dalam
penelitian ini adalah penggolongan menurut upah minimim yang ada di Kabupaten Tulang Bawang Barat yang ditetapkan oleh Pemerintah daerah
Kabupaten Tulang Bawang Baratpada
tahun 2016 yaitu Rp 1.160.000,- yang dihitung setiap bulannya. Upah Minimum
Kabupaten Tulang Bawang
Barat ditetapkan
berdasarkan perbedaan tingkat upah di berbagai Kabupaten di Propinsi Lampung
tergantung pada jumlah penduduk, tingkat inflasi, infrastruktur daerah
masing-masing dan sebagainya.Sama seperti UpahMinimum Propinsi (UMP), UMK pun
diperbaharui setiap satu tahun sekali.
Pada tahun 2016 upah minimum telah ditetapkan sebesar Rp
1.160.000.00, berdasarkan upah minimum Kabupaten Tulang Bawang Barat, tingkat
pendapatan dibagi menjadi tiga golongan yaitu :
1.
Golongan berpendapatan rendah, jika pendapatan orang tua
yang memiliki anak
putus sekolah kurang dari atau sama dengan Rp 1.160.000 per bulan.
2.
Golongan berpendapatan sedang, jika pendapatan orang tua yang
memiliki anak putus sekolah sama dengan Rp. 1.160.000 dan kurang dari Rp.
1.500.000 per bulan
3.
Golongan berpendapatan tinggi, jika pendapatan yang diterima orang
tua yang memiliki anak putus sekolah lebih dari Rp 1.500.000 per bulan.
Banyaknya Jumlah Anak Dalam Keluarga
G. Tingkat
Pendidikan Orang Tua
Pendidikan orang tua akan mempengaruhi pendidikan anak-anaknya. Hal
ini dinyatakan oleh A. Murni Yusuf (1986:8) bahwa kemiskinan orang tua baik ilmu
maupun kekayaan, akan mempengaruhi pendidikan anak-anaknya. Hal tersebut sama
dengan yang dikemukakan oleh Thamrin Nasution dan Nurhadijah Nasution (1985:4)
bahwa untuk membantu proses pendidikan sebaiknya orang tua harus belajar
mempertinggi pengetahuannya, sebab semakin banyak pengetahuan yang dimiliki
orang tua semakin banyak pula yang dapat diberikan orang tua pada anak-anaknya.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh orang tua akan berpengaruh
pada kelanjutan pendidikan anak-anak mereka. Orang tua yang memiliki pendidikan
tinggi akan memberikan pertimbangan yang rasional dalam menghadapi suatu
masalah, yang berpengaruh terhadap pandangan dan wawasannya. Pendidikan
formal kepala keluarga adalah pendidikan yang ditempuh oleh kepala keluarga
yang dihitung berdasarkan tahun sukses, dengan ketentuan kurang dari atau sama
dengan 9 tahun digolongkan rendah, apabila lebih dari 9 tahun dikatagorikan
tinggi (Bambang Sumitro, 2003:19). Sehubungan dengan penelitian ini
1. Orang tua hanya
yang tamat Sekolah Menengah Pertama/berpendidikan kurang dari 9 tahun,
digolongkan berpendidikan rendah
2. Orang tua yang
tamat Sekolah Menengah Atas dikatakan Sedang.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Lokasi Penelitian
B.
Metode Pengumpulan Data
Setiap penelitian memerlukan metode pengumpulan
data yang sesuai dengan masalah yang dihadapi. Metode penelitian yang dapat dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif yaitu suatu metode yang ingin mengungkapkan, mengembangkan dan menafsirkan
data, peristiwa, kejadian-kejadian dan gejala-gejala yang terjadi pada saat sekarang.[1])
Metodologi penelitian ini sangat tepat digunakan untuk memperoleh data dan informasi
yang objektif. Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan metode sebagai berikut:
1.
Library
Research (studikepustakaan)
Digunakan untuk melihat dan mempelajari buku-buku dan bahan referensi lainnya sebagai sumber untuk menguraikan landasan teoritis dari karya ilmiah ini.[2])
2. Field Research (studi lapangan)
Digunakan untuk mencari dan mengumpulkan
data dari lapangan.
Yang dalam pelaksanaannya digunakan 3(tiga) instrument penelitian, yaitu:
a. Observasi
Menurut Moh. Pabundu Tika
(2005:44) observasi adalah cara dan teknik pengumpulan
data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek penelitian. Singkatnya,
adalah cara yang ditempuh untuk mengamati kondisi lapangan penelitian, yaitu pengamatan langsung maupun tidak langsung yang ditemui di daerah penelitian.
Dengan teknik ini dapat diperoleh tentang keadaan lokasi atau wilayah
penelitian dan keadaan subjek penelitian Observasi yang dilakukan dalam
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang jumlah anak usia sekolah yang
putus sekolah di tingkat SMP di Kecamatan LambuKibang.[3])
b. Wawancara
Menurut Sugiyono (2006:154) wawancara adalah suatu teknik pengumpulan
data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.
Wawancara yaitu cara yang
ditempuh untuk mewawancarai para narasumber demi memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini. Wawancara ditujukan dengan jalan mengajukan pertanyaan langsung kepada tokoh
pimpinan dengan pertanyaan yang telah di persiapkan.
Dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara tidak terstruktur untuk
menemukan masalah dan teknik ini digunakan untuk memperoleh data primer
mengenai anak usia sekolah yang putus sekolah di tingkat SMP di Kecamatan Lambu
Kibang Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2016.[4])
c. Angket
Angket merupakan beberapa pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan masalah
penelitian yang telah di persiapkan kepada masing-masing responden, yaitu Kepala SD,
SLTP, SLTA danmasyarakat tiap RW didesa Kibang budi jaya, yang
mempunyai anak putus sekolah untuk memberikan jawabannya.
C.
Populasi dan Sampel
1.
Populasi
Populasi yaitu sekumpulan unsure atau elemen yang menjadi objek penelitian dan elemen populasi itu merupakan satu ananalisis. Dengan demikian populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti baik berupa benda,
manusia, peristiwa ataupun gejala yang akan terjadi.
Menurut Sugiyono (2006:117) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya.[5])
2.
Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi atau wakil populasi
yang diteliti. Dalam pengambilan sampel dilakukan dengan teknik diantaranya sampel bertujuan atau purposive sampling.[6])
Pengertian sampel bertujan atau purposive sampling menurut Suharsimi Arikunto
(2006 : 139) Sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata,
random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu.
Teknik ini dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan misalnya alas an keterbatasan waktu,
tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besardanjauh.[7]) Walaupun cara seperti ini diperbolehkan yaitu peneliti bias menentukan sampel berdasarkan tujuan tertentu, tetapi ada syarat-syarat
yang harus dipenuhi.
a.
Pengambilan sampel harus dilakukan dengan ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri pokok populasi.
b.
Subjek yang diambil sebagai sampel merupakan benar-benar merupakan subjek yang
paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi
(key subjec).
Adapun yang
menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat
yang ada di desa Kibang Budi Jaya
dengan jumlah penduduknya 721 jiwa. Berdasarkan populasi di atas maka yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian
ini adalah 3 RW yang terdapat dalam Desa Kibang Budi Jaya. Sampel yang penulis ambil
disini adalah kepala RW, siswa yang putuss ekolah, dan masyarat. Sampel ini dianggap
dapat mewakili seluruh populasi dan dapat memberikan data yang penulis perlukan.
Tiga RW tersebut menurut pengamatan penulis adalah desa yang
banya kterdapat anak putus sekolah, yaitu:
1.
RW 1, dengan jumlah 11 orang
2.
RW 3, dengan jumlah 18 orang
3.
RW 5, dengan jumlah 16 orang
D.
Teknik Analisis
Data
Menganalisis
data dilakukan dengan cara mengelompokkan hasil wawancara dari beberapa factor anak putus sekolah yaitu factor ekonomi, factor lingkungan dan factor pribadi
Data yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Dalam penelitian kualitatif tersebut pengolahan data tidak harus dilakukan setelah data terkumpul, atau analisis data tidak mutlak dilakukan setelah pengolahan data selesai. Analisis data adalah proses penyederhanaan
data dalam bentuk yang
lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara bersamaan dengan proses pengumpulan data, proses
analisis yang dilakukan merupakan suatu proses yang cukup panjang. Data darihasil wawancara yang diperoleh kemudian dicatat dan dikumpulkan sehingga menjadi sebuah catatan lapangan.[9])
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. 2011. Pendidikan dasar pada
anak. Jakarta: Trans Info Media.
Bintarto.1998.Geografi Penduduk
dan Demografi.Yogyakarta :Fakultas
Geografi UGM
Buangin, Burhan.2007.Penelitian
Kualitatif. Jakarta: Kencana,
Dimara,Daan.1985. Pengaruh Pendapatan
Terhadap Pendidikan. Yogyakarta: Spring.
Faisal,Sanapiah.1989.Format-format
Penelitian Sosial, Jakarta: CV Rajawali.
Furchan, Arief.2005.Pengantar
Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Gunawan.2011.Remaja dan
Permasalahannya. Yogyakarta:
Hanggar Kreator .
Gunawan.2011. Remaja dan
Permasalahannya. Yogyakarta:Hanggar Kreator.
Hadikusumo.1996.Pengantar
Pendidikan Semarang..Semarang.:IKIP
Semarang Press
Kartono, Kartini. 1974.Pengantar
Metodelogi Research Sosial. Bandung:Grafika.
Kasryno, Faisyal. 1989. Prospek
Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Maesaroh NIM 202109118, “persepsi
masyarakat nelayan terhadap wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) 9
tahun di desa tratebang kecamatan wonokerto
kabupaten pekalongan”(Pekalongan:STAIN Pekalongan, 20013),
hlm.vii
Mulyana, Dedy.2004), Metode
Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
Rijanto, Dwi Pudji.2004.Kemiskinan
dan Putus Sekolah. Harian Kompas.
Sadiman, Arif Sukadi. 1990.Metode
dan Analisis Penelitian Mencari Hubungan. Jakarta : Erlangga.
Sauqi, Achmad. 2008. Pendidikan
Multikultural:.Yogyakarta : Ar-Ruzz,
Shaleh.Nazili Ahmad.2011.Pendidikan
Dan Masyarakat. Yogyakarta: Sabda
Media.
Siti Mumun Muniroh
08/275165/PPS/1823 dengan judul “Keberlanjutan Sekolah Pekerja Anak Studi
”Kasus Dinamika Psikologis Pekerja Anak Sektor Batik di Desa Nyencle Kabupaten
Pekalongan”
Slameto, 2010. Belajar dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Soetomo.2010. Masalah Sosial dan
Upaya Pemecahannya. Yogyakarta: Pustaka
pelajar,
Sugiyono, 2013. Metode Penelitian
Pendidikan, Bandung :Alfabeta.
Sujanto, Agus. 1986. Psikologi Perkembangan , Jakarta:
Aksara Baru,
Suyanto, Bagong. 2003, Masalah Sosial
Anak, Jakarta: Kencana,
Suyadi, 2011, Miskin Bukan
Halangan Sekolah, Jogjakarta: Diva Press,
Trismansyah,1998. Anak Putus Sekolah dan
Permasalahanya. Jakarta, Rosda Krya.
Yamin, Moh.2009,Menggugat Pendidikan
Indonesia: Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
Yusuf.1986. Murni Kemiskinan dan
Kebutuhan Pokok. Jakarta:
Rajawali.
[1])
DedyMulyana, MetodePenelitianKualitatif, (Bandung: RemajaRosdaKarya,
2004), hlm. 146
[8])
Sugiyono, MetodePenelitianPendidikan, (Bandung :Alfabeta, 2013, hlm. 329
[1]) Bagong Suyanto, Masalah
Sosial Anak, Jakarta: Kencana, 2003, hal.111
[4]) Arif Sukadi Sadiman. Metode
dan Analisis Penelitian Mencari Hubungan.Jakarta : Erlangga. 1990. Hal 88
[6] ) Suyadi, Miskin
Bukan Halangan Sekolah, Jogjakarta: Diva Press, 2011, hlm.193
[11]) Ibid., hal 75
[2]) Ahmad. Pendidikan
dasar pada anak. Jakarta:Trans Info Media. 2011 hal 103
[4])Daan Dimara.
Pengaruh Pendapatan Terhadap Pendidikan. Yogyakarta:Spring. 1985. Hal 87
[6]) Gunawan. Remaja
dan Permasalahannya. Yogyakarta:Hanggar Kreator. 2011. Hal 62
[7])
Faisyal Kasryno. Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia. Jakarta:Yayasan
Obor Indonesia. 1989. Hal 104
[8]) Siti Mumun Muniroh
08/275165/PPS/1823 dengan judul “Keberlanjutan Sekolah Pekerja Anak Studi
”Kasus Dinamika Psikologis Pekerja Anak Sektor Batik di Desa Nyencle Kabupaten
Pekalongan”
[9]) Maesaroh NIM 202109118, “persepsimasyarakatnelayanterhadapwajibbelajarpendidikandasar
(WajarDikdas) 9 tahun di desatratebangkecamatanwonokertokabupatenpekalongan”(Pekalongan:STAINPekalongan,
20013), hlm.vii