Rabu, 23 Mei 2018

faktor penyebab anak putus sekolah


V NamaMahasiswa/NPM       : Muhammad AstoriMahartoni/ 1601010163
Program Studi                         : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Semester/Kelas                        : IV (Empat) / B
JenisPenelitian                         : *Kualitatif    
LokasiPenelitian                      : Kibang Budi Jaya, Kec. LambuKKibang, Kab.
TulangBawang Barat

Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan faktor-faktor penyebab anak putus sekolah di desa kibang budi jaya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, tipe penelitian adalah deskriptif. Adapun informan penelitian ini kepala SD, SLTP, di desa kibang budi jaya serta Masyarakat.
Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif yaitu suatu pendekatan deskriptif yang memperoleh data dengan melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan kasus yang ditemukan penulis di lapangan, faktor yang menjadi penyebab anak putus sekolah adalah kurangnya minat anak untuk bersekolah, keadaan keluarga yang tidak harmonis, lemahnya ekonomi keluarga, kondisi lingkungan tempat tinggal anak, pandangan masyarakat akan pendidikan.
Kata Kunci: Anakk, putussekolah, kualitatif, deskriptif








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pembangunan nasional sangat membutuhkan sumber daya manusia berkualitas. Untuk menciptakan manusia yang berkualitas harus dibekali dengan pendidikan, baik pendidikan di sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Melalui pendidikan, seseorang akan dapat mengembangkan potensi yang diperlukan dalam usaha menyesuaikan dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu yang semakin berkembang pesat, serta untuk membebaskan manusia dari keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan. Lingkungan dalam pendidikan berperan besar dalam mengubah tingkah laku manusia. Lingkungan yang ada di sekitar individu akan berpengaruh terhadap aktivitas, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Bahkan kebanyakan lingkungan sosial masyarakat dimana individu berada berpengaruh terhadap jenis aktivitas yang dilakukannya.[1])
Pendidikan sangatlah penting untuk setiap individu yang dilahirkan kedunia untuk menjalankan kehidupan dengan baik dan berguna bgai agama, bangsa dan negara. Langkah awal kita untuk bisa menghadapi kehidupan kedepan dan memenuhi tuntutan zaman adalah belajar dengan baik dan benar
Setiap orang tua menginginkan anak-anaknya cerdas, berwawasan luas dan bertingkah laku baik, berkata sopan dan kelak suatu hari anak-anak mereka bernasib lebih baik dari mereka baik dari aspek kedewasaan pikiran maupun kondisi ekonomi. Oleh karena itu, disetiap benak para orang tua bercita-cita menyekolahkan anak-anak mereka supaya berpikir lebih baik, bertingkah laku sesuai dengan agama serta yang paling utama sekolah dapat mengantarkan anak-anak mereka ke pintu gerbang kesuksesan sesuai dengan profesinya.[2])
Setelah keluarga, lingkungan kedua bagi anak adalah sekolah. Di sekolah, guru merupakan penanggung jawab pertama terhadap pendidikan anak sekaligus sebagai suri teladan. Sikap maupun tingkah laku guru sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan pribadi anak.
Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Karena proses pendidikan adalah suatu kegiatan secara bertahap berdasarkan perencanaan yang matang untuk mencapai tujuan atau cita-cita. Tanpa pendidikan mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera menurut konsep pandangan mereka. Namun cita-cita demikian tak mungkin dicapai jika manusia itu sendiri tidak berusaha keras meningkatkan kemampuannya seoptimal mungkin melalui proses pendidikan. Jika suatu bangsa ingin maju, maka kualitas sumber daya manusia harus ditingkatkan. Untuk itu, semua anak usia sekolah harus mengenyam pendidikan. Namun itu tidak sesuai dengan keadaan di Indonesia saat ini dimana masih banyak anak usia sekolah yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya.[3])
Pada perspektif lain, kondisi ekonomi masyarakat tentu saja berbeda, tidak semua keluarga memiliki kemampuan ekonomi yang memadai dan mampu memenuhi segala kebutuhan anggota keluarga. Salah satu pengaruh yang ditimbulkan oleh kondisi ekonomi seperti ini adalah orang tua tidak sanggup menyekolahkan anaknya pada jenjang yang lebih tinggi walaupun mereka mampu membiayainya di tingkat sekolah dasar. Jelas bahwa kondisi ekonomi keluarga merupakan faktor pendukung yang paling besar kelanjutan pendidikan anak-anak., sebab pendidikan juga membutuhkan dana besar.[4])
Hampir disetiap tempat banyak anak-anak yang tidak mampu melanjutkan pendidikan, atau pendidikan putus di tengah jalan disebabkan karena kondisi ekonomi keluarga yang memprihatinkan. Kondisi ekonomi seperti ini menjadi penghambat bagi seseorang untuk memenuhi keinginannya dalam melanjutkan pendidikan. Sementara kondisi ekonomi seperti ini disebabkan berbagai faktor, di antaranya orang tua tidak mempunyai pekerjaan tetap, tidak mempunyai keterampilan khusus, keterbatasan kemampuan dan faktor lainnya.[5])
Putus sekolah bukan merupakan persoalan baru dalam sejarah pendidikan. Persoalan ini telah berakar dan sulit untuk dipecahkan, sebab ketika membicarakan solusi maka tidak ada pilihan lain kecuali memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Ketika membicarakan peningkatan ekonomi keluarga terkait bagaimana meningkatkan sumber daya manusianya. Sementara semua solusi yang diinginkan tidak akan lepas dari kondisi ekonomi nasional secara menyeluruh, sehingga kebijakan pemerintah berperan penting dalam mengatasi segala permasalahan termasuk perbaikan kondisi masyarakat.
Penyelesaian anak putus sekolah ini tidak hanya menjadi tanggung jawab satu, dua orang atau suatu Instansi saja. Tetapi semua orang dan semua lembaga memiliki tanggung jawab mengenai hal ini. Jika masalah anak putus sekolah ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan berdampak buruk bagi perekonomian dan sosial indonesia. Dengan banyaknya anak putus sekolah, akan berdampak kepada meningkatnya jumlah pengangguran karena kemampuan yang dimiliki anak yang putus sekolah tidak mencukupi untuk mengisi lapangan pekerjaan yang semakin dan membutuhkan keahlian khusus. Selain itu, ana-anak putus sekolah yang menganggur akan semakin didesak oleh kebutuhan hidup yang terus meningkat. Yang mendorong mereka untuk bertindak kriminal seperti mencuri, merampok, melakukan pembunuhan atau hal negatif lainnya.
Sekolah gratis yang banyak diwacanakan dan diinginkan oleh kalangan masyarakat dinilai bukan solusi tepat untuk menolong anak putus sekolah, karena banyak faktor yang menjadi penyebab anak tidak melanjutkan sekolah. Hal ini dapat dilihat dari keadaan penduduknnya yang penuh dengan keterbatasan dan keterbelakangan dalam sumber daya manusia dan sosial ekonomi. Kualitas sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh pendidikan. Bidang pendidikan adalah bidang yang menjadi tulang punggung pelaksanaan pembangunan nasional. Sistem pendidikan nasional yang menyeluruh dan terpadu dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seluruhnya merupakan wahana kelangsungan hidup bangsa dan Negara, pada hakikatnya menjadi tanggung jawab seluruh bangsa Indonesia dan dilaksanakan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Masalah utama pendidikan Indonesia adalah masih rendahnya kualitas sumber daya manusia yang mengakibatkan banyak kemiskinan sehingga anak tidak mampu melanjutkan sekolah. Hal yang sama dinyatakan oleh Mulyanto Sumardi (1985:308) bahwa semakin tinggi jenjang sekolah, maka semakin besar pula biaya, sehingga banyak anak yang tidak melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi, terutama anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah dan anak-anak tersebut memilih bekerja.[6])
Keadaan ekonomi orang tua yang cenderung rendah membuat anak-anak berusaha untuk membantu ekonomi orang tuanya masing-masing. Salah satu upaya untuk membantu ekonomi orang tuanya adalah dengan memanfaatkan kesempatan kerja pada sektor informal. Pekerjaan yang bergerak di sektor informal tidak hanya dilakukan oleh penduduk usia kerja yaitu penduduk yang di usia 15 tahun ke atas, tetapi juga dilakukan oleh anak-anak dibawah usia kerja yaitu anak-anak usia sekolah yang seharusnya waktu untuk bekerja digunakan untuk belajar agar prestasinya menjadi meningkat. Melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dapat mengantarkan anak-anak ke pintu gerbang kesuksesan sesuai dengan harapan dan citacitanya. Dalam pengembangan sumber daya manusia, pendidikan merupakan prioritas pembangunan nasional. Namun dengan kondisi masyarakat Indonesia masih banyak yang miskin, menjadi salah satu penyebab anak tersebut putus sekolah dan tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
Berkenaan dengan hal tersebut, masalah tentang masih banyaknya lulusan SD yang tidak melanjutkan ke SMP salah satu permasalahan yang menarik untuk diteliti, sehingga dipilih judul Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah Di Desa Kibang Budi Jaya Kecamatan Lambu Kibang Kabupaten Tulang Bawang barat, dengan alasan sekolah merupakan salah satu kewajiban anak bangsa yang berguna untuk dirinya dan bangsa. Pembangunan pendidikan yang baik berarti peningkatan sumber daya manusia karena di dalamnya dikembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, keterampilan yang merupakan syarat menentukan tenaga terampil.[7])

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar permasalahan tersebut diatas dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.         Apakah faktor penyebab anak putus sekolah?
2.         Apa dampak yang diakibatkan oleh nak putus sekolah?
3.         Bagaimana usaha masyarakat dalam menanggulangi anak putus sekolah?

C.    Tujuan Penelitian
1.         Mengetahui faktor penyebab anak putus sekolah.
2.         Mengetahui dampak yang diakibatkan oleh anak putus sekolah.
3.         Mengetahui usaha masyarakat dalam menanggulangi anak putus sekolah.

D.    Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi untuk mencegah terjadinya pembahasan yang terlalu luas. Batasan-batasan tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Faktor penyebab anak putus sekolah
2.      Dampak yang diakibatkan anak yang putus sekolah.





E.   Tinjauanpustaka
Tinjauan pustaka atau studi kepustakaan adalah sebuah kajian yang pada intinya dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang hubungan topik penelitian yang akan diajukan dengan penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh penelitian sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Siti Mumun Muniroh 08/275165/PPS/1823 dengan judul “Keberlanjutan Sekolah Pekerja Anak Studi ”Kasus Dinamika Psikologis Pekerja Anak Sektor Batik di Desa Nyencle Kabupaten Pekalongan”, Dari hasil dan pembahasan penelitian maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: faktor yang melatarbelakangi munculnya pekerja anak di desa Nyencle adalah kondisi ekonomi keluarga yang serba kekurangan.[8])
Terdapat pulaPenelitian terdahulu yang relevan dengan skripsi ini yaitu yang dilakukan oleh Maesaroh NIM 202109118 dengan judul “persepsi masyarakat nelayan terhadap wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun di desa tratebang kecamatan wonokerto kabupaten pekalongan ”hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua persepsi dari masyarakat nelayan terhadap Wajar Dikdas 9 tahun, pertama Wajar Dikdas 9 tahun adalah penting bagi anak, sebisa mungkin anak agar bisamelampaui jenjang pendidikan tersebut. Kedua, bahwa pendidikan tidak dibutuhkan untuk menjadi seorang nelayan”.[9])
Dari kedua penelitian diatas, penelitian yang akan peneliti lakukan berbeda, karena penelitian ini berfokus pada persepsi orang tua pekerja anak usia sekolah yang mengalami putus sekolah, padahal dilihat dari segi ekonomi, keluarga mereka dapat dikatakan keluarga yang mampu.



BAB II
LANDASAN TEORI

A.      Anak
Anak adalah manusia yang hidup setelah orang yang melahirkannya, UNICEF mendefenisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan Undang-undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun. Anak merupakan rahmat Allah yang dibekitan kepada manusia yang akan meneruskan cita-cita orang tuanya.[1])
Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pengertian Tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan anak menurut undang-undang nomor tersebut adalah seseorang yang belum berumur 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Selanjutnya hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua,keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara.[2])
Sedangkan menurut Lesmana (2012) pengertian anak dari sudut pandang agama, anak merupakan makhluk yang mulia, yang keberadaannya adalah kewenangan dari kehendak Tuhan dengan melalui proses penciptaan. Oleh karena anak mempunyai kehidupan yang mulia dalam pandangan agama, maka anak harus diperlakukan secara manusiawi, sehingga kelak anak tersebut tumbuh menjadi anak yang berakhlak mulia seperti dapat bertanggung jawab. Secara sosiologis anak diartikan sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang senantiasa berinteraksi dalam lingkungan masyarakat bangsa dan negara. Dalam hal ini anak diposisikan sebagai kelompok sosial yang mempunyai status sosial yang lebih rendah dari masyarakat dilingkungan tempat berinteraksi.

Dalam perkembangannya, anak kelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu :
1.      Anak sah, yaitu anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sahatau hasil perbuatan suami isteri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut.
2.      Anak terlantar, yaitu anak yang tidak memenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.
3.      Anak yang menyandang cacat, yaitu anak yang mengalami hambatan secara fisik dan atau mental sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan secara wajar.
4.      Anak yang memiliki keunggulan, yaitu anak yang mempunyai kecerdasanluar biasa, atau memiliki potensi dan atau bakat luar istimewa.[3])
5.      Anak angkat, yaitu anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atas penetapan pengadilan.
6.      Anak asuh, yaitu anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga untuk diberikan bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan karena orang tuanya atau salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembangnya anak secara wajar. (Pasal 1, Undang-Undang No. 23Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak).[4])



Menurut Abdussalam (1990: 47), semua anak memiliki empat hak dasar, yaitu:
1.      Hak atas kelangsungan hidup
Termasuk didalamnya adalah hak atas tingkat kehidupan yang layak, dan pelayanan kesehatan. Artinya anak-anak berhak memperoleh gizi yang baik, tempat tinggal yang layak dan perawatan kesehatan yang baik bila jatuh sakit.
2.      Hak untuk berkembang
Termasuk didalamnya hak untuk memperoleh pendidikan, informasi, waktu luang, berekreasi seni dan budaya, juga hak asasi untuk anak-anak cacat,dimana mereka berhak mendapatkan perlakuan dan pendidikan khusus.
3.      Hak partisipasi
Termasuk didalamnya adalah hak kebebasan untuk menyatakan pendapat, berserikat dan berkumpul, serta ikut serta dalam pengambilan keputusan, yang menyangkut dirinya.
4.      Hak perlindungan
Termasuk didalamnya perlindungan dalam bentuk eksploitasi, perlakuan kejam dan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana maupun dalam hal lain.[5])
Pendidikan merupakan keawajiban setiap individu untuk menuntut ilmu. Setiap individu di dunia ini memerlukan pendidikan untuk menjalankan kehidupan yang lebih baik. Setiap anak belajar dari hal-hal terkecil sampai terbesar dan mudah sampai yang sulit. Pendidikan yang pertama kali diberikan kepada anak adalah pendidikan yang di berikan oleh kelurga.Anak membutuhkan pendidikan formal dan non formal.[6]) Pendidikan non formal adalah pendidikan yang bersumber dari pendidikan keluarga,masyarakat,dan lingkungan. Pendidikan non formal diperoleh oleh seorang anak secara gratis dan tanpa diminta seorang anak pasti akan mendapatkannya.yaitu pendidikan yang diberikan oleh ayah, ibu,kakak-kakaknya dan orang yang berada di sekitar tempat tinggalnya. Berbeda dengan pendidikan non formal.Pendidikan formal adalah pendidikan yang diperoleh oleh seorang dari lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah. Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai dan budaya masyarakat. Pendidikan dapat diartikan juga sebagai sebuah proses timbal balik dari pribadi-pribadi manusia dalam menyesuaikan diri  dengan manusia lain dan dengan alam semesta.[7])

B.     Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan penting yang harus dipenuhi, karena dengan pendidikan maka seseorang dapat mempertinggi taraf kehidupannya. Tingkat pendidikan orang tua akan mempengaruhi pendapatan yang diterima, selain itu tingkat pendidikan juga akan berpengaruh pada tingkat pendidikan anaknya. Loekman Soetrisno menyatakan bahwa pendidikan adalah lahan yang ampuh untuk mengangkat manusia dari kegagalan, termasuk dalam lembah kemiskinan, melalui pendidikan selain memperoleh kepandaian berupa keterampilan berolah pikir, manusia juga memperoleh wawasan baru yang dapat membantu upaya meningkatkan harkat hidup mereka. Pendidikan yang rendah menyebabkan keluarga miskin dan harus mau menerima pekerjaan yang rendah baik dari segi upah maupun jenis pekerjaan.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan sangatlah penting bagi perkembangan kehidupan manusia dalam mendapatkan pekerjaan dan kehidupan dengan penghasilan yang baik. Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan para peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran, dan cara penyajian bahan pengajaran. Tingkat pendidikan dapat digolongkan menjadi tiga kriteria, yaitu: Pendidikan dasar  (Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama), Pendidikan menengah (Sekolah Menengah Umum/Sekolah Menengah Kejuruan) dan Pendidikan Tinggi (Perguruan tinggi)
Dalam era globalisasi, kesejahteraan bangsa selain dari sumber daya alam dan modal yang bersifat fisik, juga juga pada modal intelektual, modal sosial dan modal kepercayaan. Tuntutan untuk memperluas pengetahuan menjadi suatu keharusan agar tidak tertinggal dengan manuisa lain. Peran pendidikan formal sangat penting sekali di samping pendidikan informal dan non formal. Dalam pendidikan formal tingkat pendidikan menengah merupakan tempat anak untuk mendapatkan bekal iptek dan imtaq  yang akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang akan diaplikasikan di kehidupan masyarakat agar meningkatkan kualitas hidup.[8])

C.    Anak Putus Sekolah
Putus sekolah atau drop out adalah mereka yang terpaksa berhenti sekolah sebelum waktunya (Martono HS dan Saidiharjo. Pendapat lain menyatakan bahwa putus sekolah adalah meninggalkan sekolah sebelum menyelesaikan keseluruhan masa belajar yang telah ditetapkan oleh sekolah yang bersangkutan  (Mudyaharjo, 2001: 498). 
Menurut Gunawan (2011: 91) bahwa, putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan berikutnya. Hal ini berarti, putus sekolah ditujukan kepada sesorang yang pernah bersekolah namun berhenti untuk bersekolah.
Menurut Ahmad (2011: 86) bahwa yang dimaksud dengan putus sekolah yaitu berhentinya belajar seorang murid baik ditengah-tengah tahun ajaran atau pada akhir tahun ajaran karena berbagai alasan tertentu yang mengharuskan atau memaksanya untuk berhenti. sekolah. Hal ini berarti putus sekolah dimaksudkan untuk semua anak yang tidak menyelesaikan pendidikan mereka
Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak – hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Undang – Undang nomor 4 tahun 1979, anak terlantar diartikan sebagai anak yang orang tuanya karena suatu sebab, tidak mampu memenuhi kebutuhan anak sehingga anak menjadi terlantar. Menurut Undang – Undang nomor 23 tahun 2002 bahwa anak terlantar yakni anak yang kebutuhannya tidak terpenuhi secara wajar, baik kebutuhan fisik, mental, spiritual maupun sosial.[9])
Menurut Departemen Pendidikan di Amerika Serikat (MC Millen Kaufman, dan Whitener, 1996) mendefinisikan bahwa anak putus sekolah adalah murid yang tidak dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid yang tidak tamat menyelesaikan program belajarnya.

D.    Hak Anak Akan Pendidikan
Pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak.Hak wajib dipenuhi dengan kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga pendidikan dan pemerintah. Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua komponen yaitu orang tua, lembaga masyarakat, pendidikan dan pemerintah bersedia menunjang jalannya pendidikan.
Pendidikan adalah tanggung jawab semua masyarakat, bukan hanya tanggung jawab sekolah. Konsekuensinya semua warga negara memiliki kewajiban moral untuk menyelamatkan pendidikan.Sehingga ketika ada anggota masyarakat yang tidak bisa sekolah hanya karena tidak punya uang, maka masyarakat yang kaya atau tergolong sejahtera memiliki kewajiban moral untuk menjadi orang tua asuh bagi kelangsungan sekolah anak yang putus sekolah pada tahun ini mencapai puluhan juta anak di seluruh Indonesia.
Pendidikan itu dimulai dari keluarga. Paradigma ini penting untuk dimiliki oleh seluruh orang tua untuk membentuk karakter manusia masa depan bangsa ini. Keluarga adalah lingkungan yang paling pertama dan utama dirasakan oleh seorang anak, bahkan sejak masih dalam kandungan.Karena itu pendidikan di keluarga yang mencerahkan dan mampu membentuk karakter anak yang soleh dan kreatif adalah modal penting bagi kesuksesan anak dimasa – masa selanjutnya.[10])

E.     Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah
Faktor penyebab anak putus sekolah terdiri dari beberapa unsur seperti kondisi sosial ekonomi yang kurang baik, keadaan sarana dan prasarana yang kurang mendukung, bahkan motivasi anak untuk bersekolah yang rendah. Selain faktor-faktor itu juga, faktor lingkungan tempat tinggal anak dan lingkungan bermain sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan pendidikan anak. Situasi lingkungan mempengaruhi proses dan pemerataan pendidikan. Situasi lingkungan itu meliputi: lingkungan fisik, lingkungan teknis, dan lingkungan sosio kultural. Sebagai salah satu faktor lingkungan ini secara potensial dapat menunjang atau menghambat usaha pendidikan (Hadikusumo, 1996:47).
Nazili Shaleh Ahmad  menyatakan bahwa, ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami putus sekolah yaitu: adat istiadat dan ajaran-ajaran tertentu, karena kecilnya pendapatan orang tua murid, jauhnya jarak antara rumah dan sekolah  lemahnya kemampuan murid untuk meneruskan belajar dari satu kelas ke kelas selanjutnya dan kurang adanya perhatian dari pihak sekolah. Mencermati apa yang diungkapkan oleh Nazili Shaleh Ahmad dapat diketahui bahwa terdapat dua faktor yang menyebabkan anak mengalami putus sekolah yaitu faktor eksternal anak dan faktor internal anak. Faktor eksternal anak meliputi adat istiadat atau budaya, faktor ekonomi, jarak yang ditempuh untuk mengakses sekolah serta kurangnya perhatian dari orang tua dan sekolah.Sedangkan yang termasuk dalam faktor internal anak adalah kemampuan belajar anak.Berbagai macam faktor-faktor yang ada tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.Maksudnya, faktor ekonomi dapat menyebabkan rendahnya minat anak, fasilitas belajar dan perhatian orang tua yang kurang.[11])
Faktor minat anak yang kurang dapat diakibatkan oleh perhatian orang tua dan fasilitas belajar yang rendah, budaya kurang mendukung, dan jarak antara tempat tinggal anak dengan sekolah yang jauh.Dari berbagai penjelasan tentang permasalahan yang menyebabkan anak mengalami putus sekolah dapat diketahui bahwa yang menyebabkan anak mengalami putus sekolah dipengaruhi oleh berbagai sebab, baik yang berasal dari internal anak maupun eksternal anak. Dalam penelitian ini, peneliti akan lebih fokus pada sebab eksternal yaitu perhatian orang tua pada pendidikan anak. Berkembangnya suatu negara sangat bergantung pada kualitas teknis serta sosial rakyatnya.Untuk sampai pada tahap demikian, diperlukan sistem pendidikan maju, yang dibimbing dan diawali oleh negara.
Pembangunan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat ada tiga faktor utama dalam pembangunan ekonomi, ialah sumbersumber daya manusia, sumberdaya alam dan modal.Dari ketiga faktor tersebut yang terpenting adalah faktor sumberdaya manusia, karena manusiaadalah sekaligus tujuan dan alat, subyek sekaligus objek dari pembangunan.Disini dapat dikatakan bahwa tingginya sumber daya manusia sangat berperan dalam pencapaianpembangunan nasional (Napitupulu, 1985:132).[12])

F.     Tingkat Pendapatan Orang Tua
Menurut Mulyanto Sumardi (1985:29) pendapatan keluarga adalah jumlah keseluruhan dari pendapatan formal, pendapatan informal, dan pendapatan sampingan.Pendapatan formal adalah pendapatan yang diperoleh melalui pekerjaan pokok.Pendapatan informal adalah pendapatan yang diperoleh melalui pekerjaan tambahan sedangkan pendapatan subsitan pendapatan yang diperoleh melalui sektor produksi yang dinilai dengan uang.Banyak faktor yang menyebabkan anak putus sekolah, salah satunya yaitu kondisi ekonomi keluarga yang kurang beruntung.Kondisi ekonomi masyarakat tentu saja berbeda, tidak semua keluarga memilki kemampuan yang memadai dan mampu memenuhi kebutuhan semua anggota keluarga.
Faktor ekonomi menjadi penyebab utama putus sekolah. Kenyataan itu dibuktikan dengan tingginya kemiskinan di Indonesia yang anaknya tidak bersekolah atau putus sekolah sebelum waktunya karena sebagian besar tidak mampu membiayai, banyaknya tanggungan keluarga, rendahnya minat anak untuk sekolah. Pendapatan adalah gambaran tentang posisi ekonomi keluarga dalam masyarakat yang merupakan jumlah seluruh pendapatan dari kekayaan keluarga (termasuk barang-barang dan hewan ternak) dipakai untuk membagi ekonomi keluarga ke dalam tiga kelompok yaitu: pendapatan rendah, pendapatan sedang, dan pendapatan tinggi (Masri Singarimbun, 1986:24).[13])
Dari teori diatas dapat digolongkan menjadi dua golongan karena mengacu pada standar pendapatan upah minimum daerah tertentu yang sudah ditetapkan pemerintah daerah kabupaten. Penggolongan pendapatan yangdimaksud dalam penelitian ini adalah penggolongan menurut upah minimim yang ada di Kabupaten Tulang Bawang Barat yang ditetapkan oleh Pemerintah daerah
Kabupaten Tulang Bawang Baratpada tahun 2016 yaitu Rp 1.160.000,- yang dihitung setiap bulannya. Upah Minimum Kabupaten Tulang Bawang Barat ditetapkan berdasarkan perbedaan tingkat upah di berbagai Kabupaten di Propinsi Lampung tergantung pada jumlah penduduk, tingkat inflasi, infrastruktur daerah masing-masing dan sebagainya.Sama seperti UpahMinimum Propinsi (UMP), UMK pun diperbaharui setiap satu tahun sekali.
Pada tahun 2016 upah minimum telah ditetapkan sebesar Rp 1.160.000.00, berdasarkan upah minimum Kabupaten Tulang Bawang Barat, tingkat pendapatan dibagi menjadi tiga golongan yaitu :
1.         Golongan berpendapatan rendah, jika pendapatan orang tua yang memiliki anak putus sekolah kurang dari atau sama dengan Rp 1.160.000 per bulan.
2.         Golongan berpendapatan sedang, jika pendapatan orang tua yang memiliki anak putus sekolah sama dengan Rp. 1.160.000 dan kurang dari Rp. 1.500.000 per bulan
3.         Golongan berpendapatan tinggi, jika pendapatan yang diterima orang tua yang memiliki anak putus sekolah lebih dari Rp 1.500.000 per bulan. Banyaknya Jumlah Anak Dalam Keluarga

G.    Tingkat Pendidikan Orang Tua
Pendidikan orang tua akan mempengaruhi pendidikan anak-anaknya. Hal ini dinyatakan oleh A. Murni Yusuf (1986:8) bahwa kemiskinan orang tua baik ilmu maupun kekayaan, akan mempengaruhi pendidikan anak-anaknya. Hal tersebut sama dengan yang dikemukakan oleh Thamrin Nasution dan Nurhadijah Nasution (1985:4) bahwa untuk membantu proses pendidikan sebaiknya orang tua harus belajar mempertinggi pengetahuannya, sebab semakin banyak pengetahuan yang dimiliki orang tua semakin banyak pula yang dapat diberikan orang tua pada anak-anaknya.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh orang tua akan berpengaruh pada kelanjutan pendidikan anak-anak mereka. Orang tua yang memiliki pendidikan tinggi akan memberikan pertimbangan yang rasional dalam menghadapi suatu masalah, yang berpengaruh terhadap pandangan dan wawasannya. Pendidikan formal kepala keluarga adalah pendidikan yang ditempuh oleh kepala keluarga yang dihitung berdasarkan tahun sukses, dengan ketentuan kurang dari atau sama dengan 9 tahun digolongkan rendah, apabila lebih dari 9 tahun dikatagorikan tinggi (Bambang Sumitro, 2003:19). Sehubungan dengan penelitian ini 
1.      Orang tua hanya yang tamat Sekolah Menengah Pertama/berpendidikan kurang dari 9 tahun, digolongkan berpendidikan rendah
2.      Orang tua yang tamat Sekolah Menengah Atas dikatakan Sedang.
3.      Dan tamat perguruan tinggi dikatakan Tinggi[14])


BAB III
METODE PENELITIAN

A.      Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara acak meliputi RW 1, RW, 3 dan RW 5 di desa Kibang budi Jaya.

B.       Metode Pengumpulan Data
Setiap penelitian memerlukan metode pengumpulan data yang sesuai dengan masalah yang dihadapi. Metode penelitian yang dapat dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu suatu metode yang ingin mengungkapkan, mengembangkan dan menafsirkan data, peristiwa, kejadian-kejadian dan gejala-gejala yang terjadi pada saat sekarang.[1])
Metodologi penelitian ini sangat tepat digunakan untuk memperoleh data dan informasi yang objektif. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan metode sebagai berikut:
1.      Library Research (studikepustakaan)
Digunakan untuk melihat dan mempelajari buku-buku dan bahan referensi lainnya sebagai sumber untuk menguraikan landasan teoritis dari karya ilmiah ini.[2])
2.      Field Research (studi lapangan)
     Digunakan untuk mencari dan mengumpulkan data dari lapangan. Yang dalam pelaksanaannya digunakan 3(tiga) instrument penelitian, yaitu:
a.       Observasi
Menurut Moh. Pabundu Tika (2005:44) observasi adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang ada pada objek penelitian. Singkatnya, adalah cara yang ditempuh untuk mengamati kondisi lapangan penelitian, yaitu pengamatan langsung maupun tidak langsung yang ditemui di daerah penelitian.
Dengan teknik ini dapat diperoleh tentang keadaan lokasi atau wilayah penelitian dan keadaan subjek penelitian Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang jumlah anak usia sekolah yang putus sekolah di tingkat SMP di Kecamatan LambuKibang.[3])
b.      Wawancara
Menurut Sugiyono (2006:154) wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil.
Wawancara yaitu cara yang ditempuh untuk mewawancarai para narasumber demi memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini. Wawancara ditujukan dengan jalan mengajukan pertanyaan langsung kepada tokoh pimpinan dengan pertanyaan yang telah di persiapkan.
Dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara tidak terstruktur untuk menemukan masalah dan teknik ini digunakan untuk memperoleh data primer mengenai anak usia sekolah yang putus sekolah di tingkat SMP di Kecamatan Lambu Kibang Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun 2016.[4])
c.       Angket
Angket merupakan beberapa pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan masalah penelitian yang telah di persiapkan kepada masing-masing responden, yaitu Kepala SD, SLTP, SLTA danmasyarakat tiap RW didesa Kibang budi jaya, yang mempunyai anak putus sekolah untuk memberikan jawabannya.

C.      Populasi dan Sampel
1.         Populasi
Populasi yaitu sekumpulan unsure atau elemen yang menjadi objek penelitian dan elemen populasi itu merupakan satu ananalisis. Dengan demikian populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti baik berupa benda, manusia, peristiwa ataupun gejala yang akan terjadi.
Menurut Sugiyono (2006:117) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.[5])
2.         Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi atau wakil populasi yang diteliti. Dalam pengambilan sampel dilakukan dengan teknik diantaranya sampel bertujuan atau purposive sampling.[6])
Pengertian sampel bertujan atau purposive sampling menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 139) Sampel bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknik ini dilakukan berdasarkan beberapa pertimbangan misalnya alas an keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besardanjauh.[7]) Walaupun cara seperti ini diperbolehkan yaitu peneliti bias menentukan sampel berdasarkan tujuan tertentu, tetapi ada syarat-syarat yang harus dipenuhi.
a.              Pengambilan sampel harus dilakukan dengan ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri pokok populasi.
b.             Subjek yang diambil sebagai sampel merupakan benar-benar merupakan subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key subjec).
c.              Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat dalam studi pendahuluan.[8])
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang ada di desa Kibang Budi Jaya dengan jumlah penduduknya 721 jiwa. Berdasarkan populasi di atas maka yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah 3 RW yang terdapat dalam Desa Kibang Budi Jaya. Sampel yang penulis ambil disini adalah kepala RW, siswa yang putuss ekolah, dan masyarat. Sampel ini dianggap dapat mewakili seluruh populasi dan dapat memberikan data yang penulis perlukan. Tiga RW tersebut menurut pengamatan penulis adalah desa yang banya kterdapat anak putus sekolah, yaitu:
1.      RW 1, dengan jumlah 11 orang
2.      RW 3, dengan jumlah 18 orang
3.      RW 5, dengan jumlah 16 orang

D.      Teknik Analisis Data
Menganalisis data dilakukan dengan cara mengelompokkan hasil wawancara dari beberapa factor anak putus sekolah yaitu factor ekonomi, factor lingkungan dan factor pribadi
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Dalam penelitian kualitatif tersebut pengolahan data tidak harus dilakukan setelah data terkumpul, atau analisis data tidak mutlak dilakukan setelah pengolahan data selesai. Analisis data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara bersamaan dengan proses pengumpulan data, proses analisis yang dilakukan merupakan suatu proses yang cukup panjang. Data darihasil wawancara yang diperoleh kemudian dicatat dan dikumpulkan sehingga menjadi sebuah catatan lapangan.[9])



DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. 2011. Pendidikan dasar pada anak. Jakarta: Trans Info Media.
Bintarto.1998.Geografi Penduduk dan Demografi.Yogyakarta :Fakultas Geografi UGM
Buangin, Burhan.2007.Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana,
Dalyono,1997.Psikologi Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta.
Dimara,Daan.1985. Pengaruh Pendapatan Terhadap Pendidikan. Yogyakarta: Spring.
Faisal,Sanapiah.1989.Format-format Penelitian Sosial, Jakarta: CV Rajawali.
Furchan, Arief.2005.Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Gunawan.2011.Remaja dan Permasalahannya. Yogyakarta: Hanggar Kreator .
Gunawan.2011. Remaja dan Permasalahannya. Yogyakarta:Hanggar Kreator.
Hadikusumo.1996.Pengantar Pendidikan Semarang..Semarang.:IKIP Semarang Press
Kartono, Kartini. 1974.Pengantar Metodelogi Research Sosial. Bandung:Grafika.
Kasryno, Faisyal. 1989. Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Maesaroh NIM 202109118, “persepsi masyarakat nelayan terhadap wajib belajar pendidikan dasar (Wajar Dikdas) 9 tahun di desa tratebang kecamatan wonokerto  kabupaten pekalongan”(Pekalongan:STAIN Pekalongan, 20013), hlm.vii 
Mulyana, Dedy.2004), Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
Rijanto, Dwi Pudji.2004.Kemiskinan dan Putus Sekolah. Harian Kompas.
Sadiman, Arif Sukadi. 1990.Metode dan Analisis Penelitian Mencari Hubungan. Jakarta : Erlangga.
Sauqi, Achmad. 2008. Pendidikan Multikultural:.Yogyakarta : Ar-Ruzz,
Shaleh.Nazili Ahmad.2011.Pendidikan Dan Masyarakat. Yogyakarta: Sabda Media.
Siti Mumun Muniroh 08/275165/PPS/1823 dengan judul “Keberlanjutan Sekolah Pekerja Anak Studi ”Kasus Dinamika Psikologis Pekerja Anak Sektor Batik di Desa Nyencle Kabupaten Pekalongan”
Slameto, 2010. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Soetomo.2010. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Yogyakarta: Pustaka pelajar,
Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung :Alfabeta.
Sujanto, Agus. 1986. Psikologi Perkembangan , Jakarta: Aksara Baru,
Suyanto, Bagong. 2003, Masalah Sosial Anak, Jakarta: Kencana,
Suyadi, 2011, Miskin Bukan Halangan Sekolah, Jogjakarta: Diva Press,
Trismansyah,1998. Anak Putus Sekolah dan Permasalahanya. Jakarta, Rosda Krya.
Yamin, Moh.2009,Menggugat Pendidikan Indonesia: Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
Yusuf.1986. Murni Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: Rajawali.

 





[1]) DedyMulyana, MetodePenelitianKualitatif, (Bandung: RemajaRosdaKarya, 2004), hlm. 146
[2]) Sanapiah Faisal, Format-format PenelitianSosial, Jakarta: CV Rajawali. 1989. Hal 65
[3]) AriefFurchan, PengantarPenelitiandalamPendidikan. Yogyakarta: PustakaPelajar,2005. Hal. 122
[4])BurhanBuangin. PenelitianKualitatif. Jakarta: Kencana, 2007.hal. 87
[5])KartiniKartono. PengantarMetodelogi Research Sosial. Bandung: Grafika, 1974.hal. 44
[6])Moh. Yamin,MenggugatPendidikan Indonesia. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009. Hal. 88
[7])AchmadSauqi. PendidikanMultikultural:.Yogyakarta :Ar-Ruzz, 2008. hal. 74
[8]) Sugiyono, MetodePenelitianPendidikan, (Bandung :Alfabeta, 2013, hlm. 329
[9])Soetomo. MasalahSosialdanUpayaPemecahannya. Yogyakarta: Pustakapelajar, 2010.hal. 90
 


[1]) Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Jakarta: Kencana, 2003, hal.111
[2]) Ahmad. Pendidikan dasar pada anak. Jakarta: Trans Info Media. 2011. Hal 109
[3]) Agus Sujanto, Psikologi Perkembangan , Jakarta: Aksara Baru, 1986, hal. 191.
[4]) Arif Sukadi Sadiman. Metode dan Analisis Penelitian Mencari Hubungan.Jakarta : Erlangga. 1990. Hal 88
[5]) Bintarto. Geografi Penduduk dan Demografi.Yogyakarta :Fakultas Geografi UGM 1998. Hal 79
[6] ) Suyadi, Miskin Bukan Halangan Sekolah, Jogjakarta: Diva Press, 2011, hlm.193
[7]) Moh. Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia: Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009, hal. 15.
[8]) Dalyono. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta. 1997. Hal 90
[9]) Gunawan. Remaja dan Permasalahannya. Yogyakarta: Hanggar Kreator .2011. Hal 106
[10]) Hadikusumo. Pengantar Pendidikan Semarang..Semarang.:IKIP Semarang Press 1996.Hal 69
[11]) Ibid., hal 75
[12]) Daan Dimara.Pengaruh Pendapatan Terhadap Pendidikan. Yogyakarta: Spring..1985. Hal 93
[13]) Murni Yusuf. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: Rajawali. 1986. Hal 86
[14]) Nazili Ahmad Shaleh. Pendidikan Dan Masyarakat. Yogyakarta: Sabda Media. 2011.hal. 201.
 




[1]) Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. 2010. Hal 59
[2]) Ahmad. Pendidikan dasar pada anak. Jakarta:Trans Info Media. 2011 hal 103
[3]) Dwi Pudji Rijanto, Kemiskinan dan Putus Sekolah. Harian Kompas. 2004. Ha 61
[4])Daan Dimara. Pengaruh Pendapatan Terhadap Pendidikan. Yogyakarta:Spring. 1985. Hal 87
[5])Trismansyah,.Anak Putus Sekolah dan Permasalahanya. Jakarta, RosdaKrya. 1998. Hal 73
[6]) Gunawan. Remaja dan Permasalahannya. Yogyakarta:Hanggar Kreator. 2011. Hal 62
[7]) Faisyal Kasryno. Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia. 1989. Hal 104
[8]) Siti Mumun Muniroh 08/275165/PPS/1823 dengan judul “Keberlanjutan Sekolah Pekerja Anak Studi ”Kasus Dinamika Psikologis Pekerja Anak Sektor Batik di Desa Nyencle Kabupaten Pekalongan”
[9]) Maesaroh NIM 202109118, “persepsimasyarakatnelayanterhadapwajibbelajarpendidikandasar (WajarDikdas) 9 tahun di desatratebangkecamatanwonokertokabupatenpekalongan”(Pekalongan:STAINPekalongan, 20013), hlm.vii