Rabu, 31 Mei 2017
Selasa, 30 Mei 2017
MAKALAH MUHKAM DAN MUTASYABIH
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab. Karena itu, untuk memahami
hukum-hukum yang terkandung dalam al-Qur’an diperlukan pemahaman dalam
kebahasaan. Para ulama’ yang ahli dalam bidang ushul fiqh, telah mengadakan penelitian
secara sesama terhadap nash-nash al-Qur’an, lalu hasil penelitian itu
diterapkan dalam kaidah-kaidah yang menjadi pegangan umat Islam guna memahami
kandungan al-Qur’an dengan benar.
Adapun ilmu yang mempelajari tentang muhkam dan mutasyabih adalah Ilmu
muhkam wal Mutasyabih. Ilmu ini dilatar belakangi oleh adanya perbedaan
pendapat ulama tentang adanya hubungan ayat atau surat yang lain. Sementara
yang lain mengatakan bahwa didalam Al-Qur’an ada ayat atau surat yang tidak
berhubungan. Oleh karenanya, suatu ilmu yang mempelajari ayat atau surat
Al-Qur’sn cukup penting kedududkannya. Sementara itu muhkam dan mutasyabih
adalah Sebuah kajian yang sering menimbulkan kontroversial dalam sejarah
penafsiran Al-Qur’an, karena perbedaan ’interpretasi’ antara ulama mengenai
hakikat muhkam dan mutasyabih.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian Muhkam dan Mutasyabih?
2. Apa saja
karakteristik Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih?
3. Bagaimana
perbedaan pendapat para ulama terhadap ayat-ayat Muhkam wal Mutasyabih?
4. Apa
sebab-sebab turunnya ayat Muhkan dan Mutasyabih?
5. Apa
saja macam-macam ayat muhkan dan mutasyabih?
6. Apa saja
hikmah adanya ayat-ayat Al-Muhkam wal Mutasyabih?
C.
Tujuan
Makalah
1.
Mengetahui pengertian Muhkam dan
Mutasyabih.
2.
Mengetahui karakteristik Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih.
3.
Mengetahui perbedaan pendapat para ulama terhadap
ayat-ayat Muhkam wal Mutasyabih.
4.
Mengetahui sebab-sebab turunnya
ayat Muhkan dan Mutasyabih.
5.
Mengetahui macam-macam ayat
muhkan dan mutasyabih.
6.
Mengetahui hikmah adanya ayat-ayat Al-Muhkam wal
Mutasyabih.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Muhkam dan Mutasyabih
Muhkam berasal
dari kata Ihkam, yang berati kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan
pencegahan. Sedangkan secara terminologi, Muhkam berarti ayat-ayat yang
jelas maknanya, dan tidak memerlukan keterangan dari ayat-ayat lain. Mutasyabih
berasal dari kata tasyabuh, yang secara bahasa berarti keserupaan dan
kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal. Sedangkan
secara terminoligi Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelas
maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, maknanya yang tersembunyi
dan memerlukan keterangan tertentu, atau hanya Allah yang mengetahuinya.[1])
Menurut Ibnu Abbas, Muhkam adalah ayat yang penakwilannya hanya mengandung satu makna. Sedangkan Mutasyabihat
adalah ayat yang mengandung pengertian bermacam-macam.. Menurut
Imam as Suyuthi muhkam adalah suatu yang jelas artinya, sedangkan
mutasyabih adalah sebaliknya. Sedangkan menurut Manna’ Al Qaththan, Muhkam
adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan
keterangan lain. Sedangkan Mutasyabih tidak seperti itu, ia memerlukan
penjelasan dengan menunjuk kepada ayat lain.
Dengan demikian muhkam adalah ayat yang terang
makna serta lafaznya dan cepat di pahami. Sedangkan Mutasyabih, ialah
ayat-ayat yang bersifat global yang memerlukan ta’wil dan yang sukar dipahami.[2])
B. Karakteristik Al-Muhkan dan
Al-Mutasyabih
Banyaknya perbedaan pendapat
mengenai muhkan dan mutasyabih, menyulitkan untuk membuat sebuah kriteria ayat
yang termasuk muhkan dan mutasyabih.
J.M.S Baljon mengutip pendapat
Zamakhsari yang berpendapat barwa yang termasuk kriteria ayat-ayat muhkam
adalah apabia ayat-ayat tersebut berhubungan dengan hakikat (kenyataan).
Sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah yang menuntut penelitian.
Ar-Raghib al-Ashfihani memberikan
kriteria ayat-ayat muhkam dan mutasyabih sebagai berikut :
1.
Muhkam
a.
Yakni ayat-ayat yang membatalkan
ayat-ayat yang lain
b.
Ayat-ayat yang menghalalkan atau
membatalkan ayat-ayat lain.
c.
Ayat-ayat yang mengandung kewajiban yang
harus diimani dan diamalkan.
2.
Mutasyabih
a.
Yakni ayat-ayat yang tidak diketahui
hakikat maknanya seperti tibanya hari kiamat.
b.
Ayat-ayat yang dapat diketahui maknanya
dengan sarana bantu baik dengan hadits atau ayat muhkam.
c.
Ayat yang hanya dapat diketahui
oleh orang-orang yang dalam ilmunya, sebagaimana diisyaratkan dalam doa
Rosululloh untuk ibnu Abbas “Ya Alloh,
karuniailah ia ilmu yang mendalam mengenai agama dan limpahkanlah pengetahuan
tentang ta’wil kepadanya,” [3])
C. Perbedaan Pendapat Para Ulama
Terhadap Muhkam Dan Mutasyabih
Dalam al-Qur’an sering kita temui ayat-ayat mutasyabihat yang penjelasannya
memerlukan penjelasan dari ayat-ayat yang lain. Mengenai hal tersebut, para
ulama memiliki pendapat yang berbeda-beda. Antara lain :
1. Ulama
golongan Hanafiyah mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang jelas
petunjuknya, dan tidak mungkin telah dinasikh kan. Sedang lafadz mutasyabih
adalah lafadz yang sama maksud petunjuknya sehingga tidak terjangkau oleh akal
pikiran manusia. Sebab lafadz mutasyabih itu termasuk hal-hal yang
diketahui Allah saja artinya. Contohnya seperti hal-hal yang ghaib.
2. Mayoritas
ulama golongan ahlu fiqh yang berasal dari pendapat sahabat Ibnu Abbas
mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang tidak bisa dita’wil kecuali
satu arah. Sedangkan lafadz mutasyabih adalah artinya dapat dita’wilkan
dalam beberapa segi, karena masih sama.[4])
3. Madzhab salaf,
yaitu para ulama dari generasi sahabat. Mereka berusaha untuk mengimaninya dan
menyerahkan makna serta pengertiannya hanya kepada Allah SWT. Bagi kaum salaf,
ayat – ayat mutasyabihat tidak perlu dita'wilkan. Sebab yang
mengetahui hakikatnya hanyalah Allah SWT, mereka hanya berusaha mengimaninya.
4. Madzhab khalaf,
seperti Imam Huramain. Mereka berpendapat bahwa ayat – ayat mutasyabihat
harus ditetapkan maknanya dengan pengertian yang sesuai dan sedekat mungkin
dengan dzat-Nya. Mereka menta'wil lafdz istiwa' (besemayam) dengan maha
berkuasa menciptakan sesuatu tanpa susah payah. Kalimat ja'a rabbuka
(kedatangan Allah) dalam Qs. Al-Fajr: 22, dita'wilkan dengan kedatangan
perintah-Nya. [5])
D.
Sebab-Sebab
Adanya Ayat Mutasyabih
Sebab adanya
ayat Muhkam dan Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan demikian. Allah
membedakan antara ayat – ayat yang Muhkam dari yang Mutasyabih, dan menjadikan
ayat Muhkam sebagai bandingan ayat yang Mutasyabih.
Imam Ar-Raghib Al-
Asfihani dalam kitabnya Mufradatil Qur’an menyatakan bahwa sebab
adanya kesamaran dalam Alquran terdapat 3 hal, yaitu sebagai berikut:
1.
Kesamaran dari aspek
lafal saja. Kesamaran ini ada dua macam, yaitu sebagai berikut:
a.
Kesamaran dari aspek
lafal mufradnya, karena terdiri dari lafal yang gharib (asing), atau yang
musyatarak (bermakna ganda), dan sebagainya.
b.
Kesamaran lafal
murakkab disebabkan terlalu ringkas atau terlalu luas. Contoh tasyabuh (kesamaran) dalam lafal
murakkab terlalu ringkas, terdapat di dalam surah An-Nisa ayat 3:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ
لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya),
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat…”
Ayat di atas sulit diterjemahkan. Karena
takut tidak dapat berlaku adil terhadap anak yatim, lalu mengapa disuruh
menikahi wanita yang baik-baik, dua, tiga atau empat. Kesukaran itu terjadi
karena susunan kalimat ayat tersebut terlalu singkat.
2.
Kesamaran dari aspek
maknanya, seperti mengenai sifat-sifat Allah SWT, sifat-sifat hari kiamat, surga,
neraka, dan sebagainya. Semua sifat-sifat itu tidak terjangkau oleh pikiran
manusia.
3.
Kesamaran dari aspek
lafal dan maknanya. Kesamaran ini ada lima aspek, sebagai berikut:
a.
Aspek kuantitas (al-kammiyyah),
seperti masalah umum atau khusus. Contohnya, ayat 5 surah At-Taubah:
فا قتلوا المشر كين حيث وجد تموهم (التو بة:
Artinya: “Maka bunuhlah kaum musyrikin itu di
manapun kalian temukan mereka itu”.
Di sini batas kuantitasnya yang harus dibunuh masih
samar.
b.
Aspek cara (al-kaifiyyah),
seperti bagaimana cara melaksanakan kewajiban agama atau kesunahannya.
Contohnya, ayat 14 surah Thoha:
واقم الصلوة لذ كر ى (طه:)
Artinya: “Dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku
(Allah)”.
Dalam ayat ini terdapat kesamaran, dalam hal bagaimana
cara salat agar dapat mengingatkan kepada Allah SWT.
c.
Aspek waktu, seperti
batas sampai kapan melaksanakan sesuatu perbuatan. Contohnya, dalam ayat 102
surat Ali Imran:
يايها الذين امنوا اتقوا الله حق تقاته (ال عمران:)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya”.
Dalam ayat ini terjadi kesamaran, sampai kapan batas
taqwa yang benar-benar itu.
d.
Aspek tempat, seperti
tempat mana yang dimaksud dengan balik rumah, dalam ayat 189 surah Al-Baqarah:
وليس البر بآن تآتوا
البيو ت من ظهور ها (البقة:)
Atinya: “ Dan bukanlah kebajikan memasuki
rumah-rumah, juga samar”.
Tempat mana yang dimaksud dengan baliknya rumah, juga
samar.[6])
E. Macam-Macam Ayat Muhkam Dan
Mutasyabih
Menurut Abdul Jalal, macam-macam ayat Mutasyabihat ada tiga macam:
1.
Ayat-ayat Mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh
seluruh umat manusia, kecuali Allah SWT. Contoh:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا
إِلَّا هُوَ
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua
yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya, kecuali Dia sendiri” (QS. al-An’am : 59)
2. Ayat-ayat yang Mutasyabihat yang dapat diketahui
oleh semua orang dengan jalan pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Seperti pencirian
mujmal, menentukan mutasyarak, mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan yang
kurang tertib.
3. Ayat-ayat Mutasyabihat yang hanya dapat
diketahui oleh para pakar ilmu dan sains, bukan oleh semua orang, apa lagi
orang awam. Hal ini termasuk urusan-urusan yang hanya diketahui Allah SWT dan
orang-orang yang rosikh (mendalam) ilmu pengetahuan.[7])
F.
Hikmah
Adanya Ayat-ayat Muhkan Dan Mutasyabih
Al-Quran adalah rahmat bagi seluruh alam, yang
didalamnya terdapat berbagai mukzijat dan keajaiban serta berbagai misteri yang
harus dipecahkan oleh umat di dunia ini. Alloh tidak akan mungkin memberikan
sesuatu kepada kita tanpa ada sebabnya. Dibawah ini ada beberapa hikmah tentang
adanya ayat-ayat muhkan dan mutasyabih, diantaranya adalah :
1.
Muhkam
a.
Jika seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat,
maka akan sirnalah ujian keimanan dan amal karena pengertian ayat yang jelas.
b.
Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya yang kemampuan
bahasa Arabnya lemah. Sebab arti dan maknanya sudah cukup terang dan jelas.
c.
Memudahkan manusia mengetahui arti , maksud dan
menghayatinya.
d.
Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati dan mengamalkan
isi al-Qur'an sebab ayatnya mudah dimengerti dan dipahami.
e.
Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam
mempelajari isinya.
f.
Mempercepat usaha tahfidzul Qur'an.[8])
2.
Mutasyabih
a.
Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat,
niscaya akan padamlah kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia
orang yang benar keimanannya yakin bahwa Al-Qur’an seluruhnya dari sisi Allah,
segala yang datang dari sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin bercampur dengan
kebatilan.
b.
Menjadi motivasi untuk terus menerus menggali berbagai
kandungan Al-Quran sehingga kita akan terhindar dari taklid, membaca Al-Qur’an
dengan khusyu’ sambil merenung dan berpikir.
c.
Ayat-ayat Mutasyabihat mengharuskan upaya yang
lebih banyak untuk mengungkap maksudnya sehingga menambah pahala bagi orang
yang mengkajinya.
d.
Jika Al-Quran mengandung ayat-ayat mutasyabihat, maka
untuk memahaminya diperlukan cara penafsiran antara satu dengan yang lainnya.
Hal ini memerlukan berbagai ilmu seperti ilmu bahasa, gramatika, ma’ani, ushul
fiqh dan sebagainya.[9])
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Muhkam merupakan ayat
yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan keterangan dari ayat-ayat lain.
Sedangkan Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelas maksudnya, dan
mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, atau maknanya yang tersembunyi, dan
memerlukan keterangan tertentu, atau hanya Allah yang mengetahuinya
Sebab adanya
ayat Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan demikian. Imam Ar-Raghib Al- Asfihani dalam kitabnya Mufradatil Qur’an menyatakan
bahwa sebab adanya kesamaran dalam Alquran terdapat 3 hal, yaitu sebagai
berikut:Kesamaran dari aspek lafal saja, kesamaran dari aspek maknanya,
kesamaran dari aspek lafal dan maknanya.
Manfaat adanya ayat
muhkan dan mutasyabih diantaranya jika seluruh ayat Al-Qur’an terdiri
dari ayat-ayat muhkamat, maka akan sirnalah ujian keimanan dan amal
karena pengertian ayat yang jelas, Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat,
niscaya akan padamlah kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia
B.
Saran
Bagi semua umat Islam,
agar kiranya untuk lebih memahami ‘Ulumul Qur’an lebih mendalam agar
bertambah pula iman kita. Dan mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung dalam
Al-Qur’an dan Al-Hadits.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon. 2012. Ulumul Qur’an. Bandung:
Pustaka Setia.
Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1993. Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta:Bulan Bintang.
Hermawan,
Acep. 2011. Ulumul Quran.
Bandung:Remaja Rosdakarya.
Jamil, Syaih
Muhammad. 1995. Bagaimana Memahami Al-Quran. Jakarta: Pustaka Al Kautsar.
Jalal,
Abdul. 2008. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu.
Marzuki, Kamaluddin. 1992. Ulumul Qur’an. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mansyur, Kahar.
1992. Pokok-Pokok Ulumul Qur’an. Jakarta: Rineka cipta.
Wahid,Ramli
Abdul. 1996. Ulumul ur’an. Jakarta: Raja Granfindo Persada
Shihab,
Quraish. 1992. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan.
Langganan:
Postingan (Atom)