BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak jaman jahiliyah atau sebelum kedatangan rasul
masyarakat Arab sudah gemar berpantun dan bersyair. Semakin indah pantun dan
syair seseorang maka semakin tinggi pula status sosial seseorang. Ketika Allah
SWT yang maha mengetahui mengutus seorang rasul dengan dibekali firman-firman
dari Allah yang kemudian dibukukan menjadi sebuah kitab dengan bahasa dan
sastranya tidak bisa ditandingi oleh siapapun.
Disamping bahasa dan sastranya yang indah, Al-Qur’an
juga menggunakan perumpamaan-perumpamaan (amtsal) yang sangat indah dan logis,
yang mampu diterima oleh masyarakat. Namun karena begitu indahnya terkadang
‘ulama pun akan kesulitan dalam menafsirkan perumpamaan-perumpamaan tersebut.
Dengan analogi yang benar, kita akan lebih mengetahui
ilmu yang kita yakini. Tamtsil (perumpamaan) merupakan kerangka yang dapat
menampilkan makna-makna dalam bentuk yang hidup didalam pikiran. Biasanya
dilakukan dengan mempersonifikasikan sesuatu yang ghoib dengan yang hadir, yang
abstrak dengan yang konkrit, atau menganalogikan hal dengan sesuatu yang sama.
Dengan tamtsil betapa banyak makna yang baik, dijadikan lebih indah, menarik
dan mempesona.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian dari amtsal al-qur’an?
2.
Apa saja unsur-unsur amtsal al-qur’an?
3.
Apa saja macam-macam amtsal al-qur’an?
4.
Apa saja sighat amtsal al-qur’an?
5.
Apa saja kegunaan amtsal al-qur’an?
C. Manfaat Makalah
- Mengatahui pengertian dari amtsal al-qur’an
- Mengatahui unsur-unsur amtsal al-qur’an.
- Mengatahui-macam-macam amtsal al-qur’an.
- Mengatahui sighat amtsal al-qur’an.
- Mengatahui kegunaan amtsal al-qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Amtsal
Amtsal adalah bentuk jamak dari matsal. Kata matsal, mitsl dan matsil serupa dengan syabah, syibh dan syabih, baik lafazh maupun maknanya. Amsal dalam sastra adalah
penyerupaan suatu keadaan dengan keadaan yang lain, demi tujuan yang sama,
yaitu menyerupakan sesuatu dengan yang aslinya.
Secara etimologi, kata amtsal adalah bentuk
jamak dari mitsl dan matsal yang berarti serupa atau sama. Namun,
dapat juga diartikan sebagai contoh, teladan, peribahasa atau cerita
perumpamaan.[1])
Sedangkan menurut istilah ada beberapa pendapat.
Menurut istilah ulama ahli adab, amtsal adalah ucapan yang banyak menyamakan
keadaan sesuatu yang diceritakan dengan sesuatu yang dituju.
Menurut ulama ahli tafsir, amtsal adalah menampakkan
penampakan yang abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik, yang
mengena dalam jiwa, baik dalam bentuk tasybih maupun majaz mursal.[2])
B.
Unsur-unsur Amtsal Al-Qur’an
Didalam matsal haruslah terdapat empat unsur yaitu:
1.
Ada yang disempurnakan (musyabbah), yaitu
sesuatu yang akan diperumpamakan.
2.
Ada asal ceritanya (musyabbah bih), yaitu
sesuatu yang dijadikan perumpamaan.
3.
Ada persamaannya (wajhul musyabbah), yaitu segi perumpamaan.
4.
Ada alat Tasybih, yaitu kaf, mitsil,
kaana, dan semua lafaz yang menunjukkan makna perserupaan.
Contoh tamtsil dalam Al-Qur’an
مَثَلُ الَّذِينَ
كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي
يَوْمٍ عَاصِفٍ لا يَقْدِرُونَ مِمَّا كَسَبُوا عَلَى شَيْءٍ ذَلِكَ هُوَ
الضَّلالُ الْبَعِيدُ
Artinya: “Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti
abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang.
Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka
usahakan . Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.”
Dari contoh tersebut wajhul syabbahnya adalah
“kesia-siaan”(tidak bermanfaat) dan alat tasybihnya menggunakan kata mitsil
(مثل). Sedangkan musyabbah
dan musyabbah bihnya adalah amalan orang kafir dan abu.[3])
C.
Macam-macam Amtsal Al-Qur’an
Amtsal di dalam
Al-Qur’an dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1.
Amtsal Musarrahah adalah amtsal yang didalamnya
dijelaskan dengan lafaz matsal . Seperti firman Allah dalam surat Al-Baqarah :17
مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ
الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّا أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ اللَهُ
بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لا يُبْصِرُون
Artinya: “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah
api itu menerangi sekelilingnya, Allah hilangkan cahaya mereka, dan membiarkan
mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.”
2. Amtsal Kaminah
adalah amtsal yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafaz tamtsil
tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik, dalam kepadatan
redaksinya dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang
serupa dengannya. Contoh pada al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 68 :
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّنْ لَنَا مَا هِيَ قَالَ إِنَّهُ يَقُولُ
إِنَّهَا بَقَرَةٌ لا فَارِضٌ وَلا بِكْرٌ عَوَانٌ بَيْنَ ذَلِكَ فَافْعَلُوا مَا
تُؤْمَرُونَ
Artinya : Mereka
menjawab: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan
kepada kami, sapi betina apakah itu." Musa menjawab: "Sesungguhnya
Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan
tidak muda; pertengahan antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu". (al-Baqarah : 68)
Ayat tersebut yang senada dengan suatu ungkapan “sebaik-baik perkara yang
tidak berlebihan, adil, dan seimbang.” Yaitu seperti firman Allah diatas yang
artinya : “Sapi betina yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan di antara itu”
3.
Amtsal Mursalah adalah kalimat-kalimat bebas yang
tidak menggunakan lafaz tasybih secara jelas, tetapi kalimat-kalimat itu
berlaku sebagai matsal. Contoh pada al-Qur’an surat al-Mudatstsir ayat 38
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ
D.
Sighat Amtsal Al-Qur’an
Sighat Amtsalil Qur’an
terdiri dari beberapa bentuk, antara lain :
1. Sighat tasybih
ash-sharih (tasybih yang jelas)
Yaitu
bentuk perumpamaan yang jelas dimana didalamnya terungkap kata-kata mastsal
(perumpamaan). Contohnya seperti ayat 24 surah Yunus
إِنَّمَا مَثَلُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ
Artinya: “Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi
itu adalah seperti air (hujan) yang kami turunkan dari langit.”
Dalam ayat tersebut
jelas tampak adanya lafal al-matsal yang berarti perumpamaan.
2. Sighat tasybih
adh-dhimni (tasybih yang terselubung)
Yaitu bentuk
perumpamaan yang tersembunyi, didalam perumpamaan itu tidak terdapat kata
al-amtsal, tetapi perumpamaan itu diketahui dari segi artinya. Contoh QS. Al Hujarat ayat 12
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا
تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ
لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka, karena
sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang”
Dalam ayat tersebut
tidak terdapat kata-kata al-matsal (perumpamaan), tetapi arti itu jelas
menerangkan perumpaman , yaitu mengumpamamakan menggunjing orang lain yang
disamakan dengan makan daging bangkai saudaranya sendiri.[5])
3. Sighat majaz mursal
Yaitu sighat dengan
bentuk perumpamaan yang bebas dan tidak terikat dengan asal ceritanya. Contohya
seperti dalam ayat 73 Surat Al hajj
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ
تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ
وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ
الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ
Artinya: “Hai manusia, telah dibuat perumpamaan maka
dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kalian seru
selain Allah sekali – kali tidak dapat menciptakan seekor lalatpun, walaupun
mereka bersatu untuk menciptakanya. Dan jika lalat-lalat itu merampas sesuatu
dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat
lemahnya yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah .”
4. Sighat majaz Murakkab
Yaitu sighat dengan
bentuk perumpamaan ganda yang segi persamaanya diambil dari dua hal yang
berkaitan, dimana kaitanya adalah perserupamaan yang telah biasa digunakan
dalam ucapan sehari-hari yang berasal dari isti’arah tamtsiliyah. Contohnya
seperti melihat orang yang ragu-ragu akan pergi atau tidak, maka diucapkan saya
lihat kamu itu maju mundur saja. Dalam al-qur’an contohnya seperti dalam QS Al
– jumu’ah ayat 5
مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ
الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ
مَثَلُ الْقَوْالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ
اللَّهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Artinya: ”Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan
kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang
membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang
mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum
yang zalim."
disini keadaan keledai
yang tidak bisa memanfaatkan buku dengan baik, padahal dia yang membawa buku
yang tebal-tebal itu.[6])
5. Sighat isyti’arah
Dengan bentuk
perumpamaan sampiran. Bentuk ini hampir sama dengan majas murokkab, karena
memang merupakan asalnya. Contohnya seperti sebelum memanah harus dipenuhi
tempat anak panahnya. Contohnya dalam al-qur’an seperti daam ayat 24 QS Yunus
إِنَّمَا مَثَلُ
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ
نَبَاتُ الأرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ وَالأنْعَامُ حَتَّى إِذَا أَخَذَتِ
الأرْضُ زُخْرُفَهَا وَازَّيَّنَتْ وَظَنَّ أَهْلُهَا أَنَّهُمْ قَادِرُونَ
عَلَيْهَا أَتَاهَا أَمْرُنَا لَيْلا أَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنَاهَا حَصِيدًا كَأَنْ
لَمْ تَغْنَ بِالأمْسِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Sesungguhnya perumpamaan
kehidupan duniawi itu, adalah seperti air yang Kami turunkan dan langit, lalu
tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada
yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah
sempurna keindahannya, dan memakai perhiasannya , dan pemilik-permliknya
mengira bahwa mereka pasti menguasasinya , tiba-tiba datanglah kepadanya azab
Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan laksana tanam-tanaman yang
sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan kepada orang-orang
berfikir”.[7])
E.
Kegunaan Amtsal Al-Qur’an
1.
Pengungkapan pengertian yang abstrak dengan bentuk
yang kongkrit yang dapat ditangkap dengan indera manusia.
2.
Dapat mengumpulkan makna yang indah, menarik dalam
ungkapan yang singkat dan padat.
3.
Mendorong giat beramal, melakukan hal-hal yangn
menarik dalam Al-Qur’an.
4.
Menghindarkan dari perbuatan tercela.
5.
Memberikan kesempatan kepada setiap budaya dan juga
bagi nalar para cendekiawan untuk menafsirkan dan mengaktualisasikan diri dalam
wadah nilai-nilai universalnya.[8])
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Amsal adalah
penyerupaan suatu keadaan dengan keadaan yang lain, demi tujuan yang sama. Unsur-Unsur
Amtsal Al-Qur’an diantaranya adalah musyabbah, musyabbah bih, wajhul
musyabbah, dan alat Tasybih,
Sedangkan Amtsal
di dalam Al-Qur’an dibagi menjadi tiga macam, yaitu: Amtsal Musarrahah,
Amtsal Kaminah, Amtsal Mursalah.
Sighat Amtsalil Qur’an
terdiri dari beberapa bentuk, antara lain : Sighat tasybih ash-sharih, Sighat tasybih
adh-dhimni, Sighat majaz mursal, Sighat majaz Murakkab, Sighat isyti’arah.
Sementara kegunaan amtsal al-qur’an adalah Pengungkapan pengertian yang abstrak
dengan bentuk yang kongkrit yang dapat ditangkap dengan indera manusia, Dapat
mengumpulkan makna yang indah, menarik dalam ungkapan yang singkat dan padat, mendorong
giat beramal, menghindarkan dari perbuatan tercela, Memberikan kesempatan
kepada setiap budaya dan juga bagi nalar para cendekiawan untuk menafsirkan dan
mengaktualisasikan diri dalam wadah nilai-nilai universalnya.
B.
Saran
Bagi semua umat Islam, agar kiranya untuk lebih memahami ‘Ulumul Qur’an
lebih mendalam agar bertambah pula iman kita. Dan mengamalkan ajaran-ajaran
yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hasyim, Ahmad. 1993. Jawahir al-Adab. Bairut: Dar el-fikri.
Abdul Lathif, Wahab. 1993. Musu’ah Amtsal al-Qur’aniyyah, Kairo.
Ash-Shiddieqy, M. Hasbi. 1977. Ilmu Qur’an, Jakarta : Bulan Bintang.
Hadiri, Chairuddin. 2005.
Klasifikasi Kandungan al-Qur’an, Jakarta:Gema Insani.
Anwar, Rosihon. 2000. Ilmu
Tafsir, Pustaka Setia: Bandung.
Djalal, Abdul, 2000.Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu.
Rofi’I, Ahmad. 1997.
Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar