Kamis, 29 Maret 2018

Akhlak 2_ Metode Pendidikan Akhlak Bagi Anak


METODE PENDIDIKAN AKHLAK BAGI ANAK
Muhammad Astori Mahartoni
NPM   1601010163
Nomor penugasan       : 20

Abstract : Pendidikan akhlak pada anak-anak harus dilakukan sedini mungkin. Sehingga ketika dewasa anak tersebut mempunyai akhlak yang mulia. Orang tua terutama ibu mempunyai peran paling penting dalam mendidik anaknya, karena ia merupakan madrasah pertama bagi anak-anaknya. Seorang anak ibarat kertas putih bersih tanpa noda, sedangkan orang tua mempunyai kebebasan untuk memberikan warna apapun sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Baik dan buruknya akhlak anak tergantung pada pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya. Oleh karena itu, orang tua maupun guru yang akan mendidik anak di rumah maupun disekolah harus mempunyai metode, agar nantinya bisa mendidik anak dengan baik dan menjadi anak yang shalih-shalihah. Metode pendidikan akhlak diantaranya adalah metode pembiasaan, metode keteladanan, metode nasihat dan metode perhatian.
Kata Kunci: Metode Pendidikan, Akhlak, Anak

Pendahuluan
Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Sedangkan, Pendidikan akhlak adalah proses mendidik, memelihara, membentuk, memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan berfikir baik yang bersifat formal maupun informal yang didasarkan pada ajaran-ajaran Islam. Dalam sistem pendidikan Islam menekankan pada pendidikan akhlak yang seharusnya dimiliki oleh seorang Muslim agar memiliki kepribadian yang baik.
Akhlak merupakan asas pokok bagi umat Islam, sebagaimana diangkatnya Nabi Muhammad sebagai Rasulullah, hanya untuk menyempurnakan akhlak manusia. Karena itu, pendidikan akhlak terhadap anak, menjadi fokus utama dalam Islam. Hal tersebut dijelaskan oleh Rosululloh:
Abi Hurairah berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya saya diutus tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlak.” (HR. Imam Ahmad)
Pendidikan akhlak terhadap anak sangat penting. Karena, dalam siklus kehidupan manusia, masa kanak-kanak merupakan sebuah masa yang paling penting, sekaligus merupakan masa yang sangat berbahaya. Jika tidak dididik atau diperhatikan secara benar oleh para orang tua, maka nantinya anak tumbuh dalam keadaan akhlak yang kurang baik. Sebab, seorang anak pada hakikatnya telah tercipta dengan kemampuan untuk menerima kebaikan maupun keburukan. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya cenderung kearah salah satu dari keduanya.7  Rasulullah bersabda:
Dari Abi Salamah bin Abdur Rohman dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (bersih dan suci), maka kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani ataupun Majusi”. (HR. Imam Bukhari)
Pendidikan akhlak sangat penting bagi anak, agar kelak tumbuh menjadi generasi yang membanggakan orang tua. Oleh karenanya para orang tua perlu menjadikan pendidikan sebagai salah satu pokok penting dalam pendidikan anak. Keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama bagi anak, karena yang terjadi dalam keluarga sangat membawa pengaruh terhadap kehidupan anak. Keluarga (orang tua) tidak sepenuhnya mampu memberikan pendidikan kepada anak-anaknya secara sempurna, maka dari itu dibutuhkan lembaga pendidikan formal atau sekolah untuk menumbuh kembangkan potensi anak.
Sekolah sebagai tempat pendidikan kedua setelah keluarga, merupakan sebuah lembaga yang sangat penting bagi anak dalam upaya mengajarkan ajaran Islam sebagai pandangan hidup anak. Seiring dengan perkembangan zaman masa kini, banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh umat manusia. Ini semua disebabkan karena adanya kemunduran moral umat manusia dengan berbagai kehidupan dalam masyarkat. Dengan adanya pendidikan akhlak anak, seharusnya umat manusia harus menjadi lebih baik, karena sejak kecil umat manusia telah dibekali dengan pendidikan akhlak. Namun pada kenyataanya, banyak dari umat manusia pada modern ini yang banyak mengalami krisis akhlak. Ini semua disebabkan adanya perkembangan teknologi yang begitu cepat.
Strategi (rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat langkah untuk memecahakan masalah atau mencapai tujuan) yang harus dilakukan oleh orang tua maupun oleh guru dalam mendidik akhlak kepada anak, sebaiknya menggunakan beberapa metode diantara keteladanan atau pembiasaan tentang sikap yang baik, tanpa adanya keteladanan atau pembiasaan tentang sikap yang baik pendidikan tersebut akan sulit mencapai tujuan yang diharapkan, dan sudah
menjadi kewajiban orang tua dan guru untuk memberikan keteladanan atau contoh yang baik dan membiasakannya bersikap baik pula. Oleh karena itu, penanaman pendidikan akhlak pada masa anak-anak sangatlah penting, agar anak memiliki bekal untuk hidup selanjutnya. Pendidikan akhlak harus dilakukan sejak dini, sebelum watak dan kepribadiannya terpengaruh lingkungan yang tidak paralel dengan tuntunan agama. Seorang anak ibarat kertas putih, apabila kertas itu ditulis dengan tinta warna merah, maka kertas menjadi merah, apabila kertas ditulis warna hijau, maka kertas menjadi hijau. Semua bergantung pada pola pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya. Maka dari itu diperlukan sebuah strategi dalam mendidik anak, agar anak nantinya mempunyai akhlak yang mulia yang bisa membanggakan orang tuanya dan bisa menjadi syafa’at kelak di akhirat nanti.

Pengertian pendidikan
Sebelum dipaparkan mengenai pengertian pendidikan akhlak, maka terlebih dahulu dibahas beberapa pendapat tentang pengertian pendidikan. Pendidikan berasal dari kata didik, yaitu memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan ialah proses membimbing manusia dari kegelapan, kebodohan, dan pencerahan pengetahuan. Dalam arti luas pendidikan baik formal maupun informal meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup. Menurut caranya pendidikan terbagi atas tiga macam, yaitu Pressure (pendidikan berdasarkan paksaan (secara paksa)).  Latihan untuk membentuk kebiasaan, Pendidikan dimaksudkan untuk membentuk hati nurani yang baik.[1])
Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama atau insan kamil. Hasan Langgulung memberi pengertian tentang Pendidikan adalah sebagai salah satu upaya penting pewarisan kebudayaan yang dilakukan oleh generasi tua kepada generasi muda agar kehidupan tetap berlanjut. Dalam Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan, yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan secara terinci, maka penulis dapat menyimpulkan, bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar melalui bimbingan, pengarahan, dan atau latihan untuk membantu dan mengarahkan anak didik agar berkepribadian tinggi menuju hidup sempurna serta mampu melaksanakan kewajibannya terhadap agama dan negara. Dalam konteks Islam istilah pendidikan telah dikenal dengan banyak istilah yang beragam yaitu at-tarbiyah, at-ta’lim, dan at-ta’dib. Dari setiap istilah tersebut mempunyai makna yang berbeda-beda. Walaupun dalam beberapa hal mempunyai arti yang sama. 

1.      Tarbiyah
Kata tarbiyah berarti memelihara, mendidik, mengasuh. Menurut Ibnu Abdillah Muhammad bin Ahmad al Anshari al-Qurthubi mengartikan bahwa rabb adalah pemilik, maha memperbaiki, maha mengatur, maha menambah, maha menunaikan. Sedangkan menurut al-Jauhari adalah memberi makan, memelihara, mengasuh. Dalam alQur’an kata “rabba” ini digunakan untuk Tuhan, karena Tuhan sifatnya mendidik, mengasuh, memelihara dan pencipta. 
2.      Ta’lim
Kata ta’lim berarti proses transmisi ilmu pengetahuan atau sama dengan pengajaran, yang sering disebut dengan transfer of knowledge.  Menurut Naquib al-Attas adalah proses pengajaran tanpa adanya pengenalan secara mendasar yaitu memberikan atau mengajarkan suatu ilmu pengetahuan kepada peserta didik. 
3.      Ta’dib
Kata al-ta’dib berarti bersopan santun atau beradab. Seseorang dalam menuntut ilmu harus mempunyai sopan santun agar ilmu sedang dipelajari bisa bermanfaat dan diridloi oleh Allah. Menurut Naquib al Attas ta’dib adalah proses mengenalkan ilmu pengetahuan secara berangsurangsur kepada diri manusia dalam tatanan penciptaan, kemudian membimbing dan mengarahkannya pada pengakuan dan pengenalan kekuasaan, keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaannya
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dalam arti sempit merupakan proses interaksi antara pendidik dan peserta didik baik di keluarga, sekolah maupun di masyarakat. Namun pendidikan dalam arti sempit sering diartikan sekolah (pengajaran yang di selenggarakan disekolah sebagai lembaga pendidikan formal, segala pengaruh yang di upayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka).
Sedangkan pendidikan dalam arti makro (luas) adalah proses interaksi antara manusia sebagai individu/ pribadi dan lingkungan alam semesta, lingkungan sosial, masyarakat, sosial-ekonomi, sosial-politik dan sosial-budaya. Pendidikan dalam arti luas juga dapat diartikan hidup (segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu, suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir).
Jadi pendidikan dalam arti luas, hidup adalah pendidikan, dan pendidikan adalah hidup (life is education, and education is life). Maksudnya bahwa pendidikan adalah segala pengalaman hidup (belajar) dalam berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi pertumbuhan atau perkembangan individu.[2])

Pengertian Akhlak
Pengertian akhlak diambil dari bahasa arab yaitu khuluqun yang secara bahasa berarti perangai, tabi’at, adat dan diambil dari kata dasar khalqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan.
Adapun secara terminologi atau istilah kita dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar dibidang akhlak, diantara lain adalah ibn Miskawaih di dalam bukunya Tahdzib al akhlaq wa Tathhir al A’raq mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.

Pengertian Anak
Anak adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Menurut John Locke, anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Augustinus, yang dipandang sebagai peletak dasar permulaan psikologi anak, mengatakan bahwa anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa.
Sobur, mengartikan anak sebagai orang yang mempunyai pikiran, perasaan, sikap dan minat berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan. Haditono, berpendapat bahwa anak merupakan mahluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama.

Pengertian Metode
Metode berasal dari dua perkataan yaitu meta yang artinya melalui dan hodos yang artinya jalan atau cara. Jadi metode artinya suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Noor Syam, secara teknis menerangkan bahwa metode adalah
1.        Suatu prosedur yang dipakai untuk mencapai suatu tujuan.
2.        Suatu teknik mengetahui yang dipakai dalam proses mencari ilmu pengetahuan dari suatu materi tertentu.
3.        Suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari suatu prosedur.
Tentunya metode dapat yang digunakan tidaklah hanya ada satu, namun banyak macam macam metode yang dapat kita gunakan sesuai dengan kondisi dan situasi dari peserta didik.

Pendidikan Akhlak Pada Anak
Masa kanak-kanak adalah merupakan masa yang paling subur, paling panjang, dan paling dominan bagi seorang murabbi (pendidik) untuk menanamkan norma-norma yang mapan dan arahan yang bersih dalam jiwa. Berbagai kesempatan terbuka lebar untuk sang pendidik dan semua potensi tersedia secara berlimpah dalam fase ini dengan adanya fitrah yang bersih, masa kanak-kanak yang masih lugu, kepolosan yang begitu jernih, kelembutan dan kelenturan jasmaninya, kalbu yang masih belum tercemari, dan jiwa yang masih belum terkontaminasi. Apabila masa kanak-kanak dapat dimanfaatkan seorang pendidik dengan sebaik-baiknya, tentu harapan yang besar untuk berhasil mudah diraih pada masa mendatang. Sehingga kelak sang anak akan tumbuh menjadi seorang pemuda yang tahan dalam mengahadapi berbagai macam tantangan, beriman, kuat, kokoh, lagi tegar.[3]) Ada beberapa macam akhlak yang dapat ditanamkan kepada anak diantaranya sebagai berikut
1.      Akhlak kepada Allah  
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13)
Ayat tersebut mengisyaratkan bagaimana seharusnya para orang tua mendidik anaknya untuk mengesakan penciptanya dan memegang prinsip tauhid dengan tidak menyekutukan Tuhannya. Bahwa pesan tersebut yang berbentuk larangan, jangan mempersekutukan Allah untuk perlunya meninggalkan sesuatu yang buruk sebelum melaksanakan yang baik.26 Kemudian anak-anak hendaklah diajarkan untuk mengerjakan shalat. Sehingga terbentuk manusia yang senantiasa kontak dengan penciptanya. Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa seorang anak yang telah mencapai usia tamyiz, maka hendaklah tidak dibiarkan meninggalkan thaharah dan shalat. Juga mulai diperintahkan berpuasa beberapa hari di bulan Ramadhan. Nabi Muhammad bersabda:
Dari Umar bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata: Rasulullah bersabda:“perintahkanlah kepada anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat bila mulai berusia 7 tahun dan pukullah mereka karena meninggalkannya karena telah berusia 10 tahun, dan pisahkanlah mereka dari tempat tidurnya masing-masing.” (HR. Abu Dawud).
Syaikh Muhammad Syakir menjelaskan sesungguhnya Allah mengetahui apa yang disembunyikan hamba di dalam dadanya, yang dinyatakan dalam lisannya dan mengetahui semua amalnya. Maka, bertakwalah kepada Allah, jangan sampai Allah melihat dalam keadaan yang tidak diridhai, agar Allah tidak murka. Karena, Dia-lah yang menciptakan manusia, memberi rezeki dan akal yang digunakan untuk bertindak dalam berbagai urusannya.

2.      Akhlak kepada Orang Tua
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman: 14).[4])
Islam mendidik anak-anak untuk selalu berbuat baik terhadap orang tua sebagai rasa terima kasih atas perhatian, kasih sayang dan semua yang telah mereka lakukan untuk anak-anaknya. Al-Ghazali menegaskan bahwa seorang  anak haruslah dididik untuk selalu taat kepada kedua orang tuanya, gurunya serta yang bertanggung jawab atas pendidikannya. Hendaklah menghormati mereka serta siapa saja yang lebih tua daripadanya, agar senantiasa bersikap sopan dan tidak bercanda atau bersenda gurau dihadapan mereka.30 Syaikh Muhammad Syakir menjelaskan dalam kitabnya Washaya al-Aba’ lilAbna’ bahwa seorang anak harus mendahulukan kepentingan orang tuanya daripada dirinya sendiri. Seorang anak hendaklah berhati-hati terhadap orang tuanya untuk tidak membuat marah, karena sesungguhnya kemarahan Allah berkaitan dengan kemarahan kedua orang tua. Barangsiapa membuat Allah murka, karena membuat kemarahan orang tua, maka dia akan merugi dunia akhirat. Seorang anak harus taat kepada perintah orang tuanya dan dilarang untuk membantahnya, kecuali bila mereka memerintahkan untuk ingkar kepada Allah. Allah berfirman:
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman : 15).
Sesungguhnya orang tua adalah orang yang paling menyayangi anaknya, karena orang tua yang telah mendidik dan memelihara sejak kecil sampai tumbuh dewasa, menjadi seorang pelajar dan menuntut ilmu pengetahuan Islam. Oleh karena itu, terimalah nasihat dan petuahnya, karena orang tua lebih mengetahui sesuatu yang akan dihadapi oleh anak-anaknya. [5])

3.      Akhlak kepada Orang Lain  
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18)
Ayat tersebut mengisyaratkan agar berbuat baik dan sopan santun dengan sesama manusia, yaitu dilarang untuk memalingkan mukanya yang didorong oleh penghinaan dan kesombongan. Kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat. Anak-anak haruslah dididik untuk tidak bersikap acuh terhadap sesama, sombong atas mereka dan berjalan dimuka bumi ini dengan congkak. Karena perilaku-perilaku tersebut tidak disenangi oleh Allah dan dibenci manusia. Syaikh Muhammad Syakir menjelaskan dalam kitab washaya al aba’ lil abna’ bahwa dengan orang lain dilarang menyakiti hatinya atau berlaku buruk terhadap orang lain. Ketika orang lain sedang mendapatkan kesulitan dalam belajar dan bertanya pada seorang guru, maka dengarkanlah baik-baik jawaban guru tersebut, mungkin dengan demikian akan mendapatkan faedah yang sebelumnya tidak diketahui. Hindarilah kata-kata yang menyinggung dan menghina orang lain dengan menunjukan wajah yang sinis karena kurang berkenan. Jika orang lain membutuhkan pertolongan, janganlah merasa berat untuk menolongnya, jauhkan sikap membanggakan diri bahwa dirinya mempunyai keutamaan daripada orang lain.

4.      Akhlak kepada Diri Sendiri
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ ۚ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Luqman: 19)
Bersamaan dengan larangan berjalan dengan congkak. Allah memerintahkan untuk sederhana dalam berjalan, dengan tidak menghempaskan tenaga dalam bergaya, tidak melengak-lengok, tidak memanjangkan leher karena angkuh, tetapi berjalan dengan sederhana, langkah sopan dan tegap. Memelainkan suara adalah budi yang luhur. Begitu pula percaya diri dan tenang karena berbicara jujur. Suara lantang (melengking) dalam berbicara termasuk perangai yang buruk. Tetapi, tampillah kepada setiap orang dengan wajah berseri penuh rendah hati dan berjalanlah dengan lemah lembut penuh wibawa, jangan membusungkan dada dan jangan merunduk bagaikan orang sakit. Demikian, Allah telah memberikan contoh kongkret mendidik akhlak anak-anak. Jika setiap orang tua dapat melaksanakannya dengan baik, maka besar harapan anak-anak tumbuh menjadi manusia-manusia Muslim yang berakhlak luhur. [6])

Metode Pendidikan Akhlak Pada Anak
1.      Metode Cerita/ Qishah
Metode cerita merupakan salah satu metode yang efektif digunakan dalam pembelajaran akhlak karena dengan metode ini kita dapat menggambarkan kepribadian atau akhlak tokoh-tokoh Islam yang patut dicontoh. Pada dasarnya peserta didik suka mendengarkan cerita dan menceritakannya kembali. Keadaan seperti ini perlu dimanfaatkan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan kegairahan anak didik dalam belajar. Dengan kondisi yang seperti ini seorang guru hendaknya bisa memanfaatkan kondisi anak didik untuk bisa belajar dengan baik sesuai kehendak guru.
Cerita dongeng merupakan cerita yang paling disenangi oleh anak-anak, misalnya adalah dongeng binatang, dan juga cerita-cerita yang dapat membangkitkan khayalannya dan cerita-cerita yang berhubugan dengan kehidupan dan lingkungannya, cerita jenaka yang menggembirakan.
Cerita yang disajikan harus singkat dan mudah dipahami anak didik. Guru yang cerdas dapat memasukkan materi-materi akhlak yang ingin diajarkan kepada anak didik dengan cerita binatang atau lainnya.
Dilain waktu seorang guru juga harus menstimulus anak didik dan memancing mereka untuk menceritakan kembali kisah yang pernah diceritakan dan atau menceritakan kisah-kisah para nabi yang sudah mereka ketahui sehingga dalam proses pembelajaran bukan hanya guru yang aktif dan mampu bercerita namun anak didik juga aktif dan mampu memberikan contoh-contoh terkait aklak yang baik. Hal ini bisa menjadikan kelas lebih aktif dan menunjang terjadinya pembelajaran dua arah.
Salah satu metode pendidikan akhlak adalah untuk mendorong anak didik beramal dengan amal sholeh dan memberikan reward kepada mereka yang sudah mampu mengamalkannya. Cara ini lebih baik dibandingkan dengan menakut-nakuti mereka menggunakan ancaman, karena dengan ditakut-takuti mereka akan merasa dipaksa, kecuali kita gagal menggunakan metode diatas.
Metode cerita ini akan sangat baik apabila diperagakan dengan gambar-gambar berwarna atau bisa juga menggunakan alat peraga semisal boneka tangan atau lainnya. Selain itu dalam memberikan pendidikan agama dihubung-hubungkan dengan pendidikan akhlak. Metode cerita dalam pendidikan akhlak lebih baik dari metode-metode yang lainnya. Guru boleh memilih satu metode yang sesuai dengan waktu.[7])

2.      Metode Teladan
Metode keteladanan ini bisa menjadi metode yang efektif dan efisien untuk digunakan dalam penanaman nilai-nilai ke Islaman kepada peserta didik, karena pada umumnya peserta didik cenderung mudah meniru dan meneladani guru atau pendidiknya terutama pada usia siswa pendidikan sekolah dasar dan menengah. Dari segi psikologis pada hakikatnya anak-anak senang dan mudah untuk meniru sosok yang ia lihat. Anak-anak tidak hanya meniru yang baik saja, bahkan terkadang tanpa ia sadari perilaku yang jelek juga ditirunya. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Al Bantai dalam Usus al Tarbiyah al Islamiyah, bahwa metode keteladanan merupakan metode yang paling berpengaruh dalam pendidikan manusia, karena individu manusia senang meniru terhadap orang yang dilihatnya.
Metode teladan merupakan suatu jalan atau jalan yang ditempuh oleh guru dengan cara memberikan teladan yang baik kepada siswa agar ditiru dan dilaksanakan. Metode ini sebagai suatu metode pembelajaran akhlak yang digunakan untuk merealisasikan tujuan pembelajaran agar peserta didik dapat berkembang baik secara fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar. Untuk mengembangkan sikap atau perilaku peserta didik seorang guru tidak hanya cukup memberikan teori atau prinsip saja yang lebih penting adalah memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip tersebut.[8])
Akhlak yang baik tidak akan dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, intruksi dan larangan, sebab tabi’at jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan santun memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan yang dilakukan terus menerus. Pendidikan itu akan sukses jika disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Dalam hal ini contoh teladan yang baik memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pendidikan akhlak, karena meniru adalah suatu sifat anak-anak. Tingkah laku guru sangat besar pengaruhnya dalam jiwa anak-anak.
Didalam dunia sekolah, guru merupakan teladan utama para siswa. Dimana para siswa ingin menjadi seperti gurunya bahkan bercita-cita agar menjadi fotocopy dari gurunya. Ia akan mengikuti jejak akhlak, ilmu, kecerdasan, keutamaan dan semua gerak, sikap gurunya jika hal itu yang menjadi perhatian sang siswa terhadap guru mereka. Sebagai contoh teladan yang ideal, guru harus menyesuaikan dengan asumsi mereka terhadap apa yang mereka gambarkan tentang teladan-teladan yang bersumber pada akhlak mulia. Sehingga guru menjadi gambaran hidup yang memantulkan keutamaan tingkah laku yang sebenarnya, yang biasa dianggap hebat bila murid-murid dapat membiasakan diri dengan contoh tersebut sebagai tingkah laku yang baik bagi dirinya.
Seorang guru yang mempunyai karakter pendidik akan lebih banyak memberikan pengaruh kepada siswanya melalui tingkah laku dan tindak-tanduknya bila dibandingkan dengan pengaruh nasihat. Kekuatan pribadi dan ekspresi wajah yang lembut akan lebih berpengaruh dari pada cara penyajian, dan cara mengajar yang jelas atau penguasaan terhadap bahan pelajaran yang luar biasa. Banyak sifat-sifat, akhlak, nilai-nilai dan sikap yang tidak dipelajari oleh siswa kecuali melalui contoh terhadap pendidik yang menjadi panutan mereka.[9])
Pada dasarnya manusia sangat memerlukan sosok teladan dan anutan yang mampu mengarahkan manusia pada jalan kebenaran dan sekaligus menjadi sosok yang mampu menjelaskan cara mengamalkan syariat Allah. Oleh karena itulah Allah mengutus rasul-rasul Nya untuk menjelaskan berbagai syariat Allah.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ ۚ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya : “ Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan” (Q.s An Nahl : 43-44)
Aisyah sendiri telah menyebutkan bahwa akhlak Rasulullah SAW adalah al Qur’an. Kepribadian, karakter, perilaku dan interaksi beliau dengan manusia merupakan implementasi hakikat Al Qur’an, etika dan hukum-hukumnya secara praktis, manusiawi dan dinamis. Selain itu akhlak beliau juga merupakan perwujudan landasan dan metode pendidikan yang terdapat di dalam Al Qur’an.
Dalam hal keteladanan, yang dibutuhkan siswa adalah figure (role model) yang   memberikan keteladan dalam menerapkan prinsip atau teori-teori pendidikan agama Islam. Jadi da.llam menerapkan metode ini tidak hanya dapat mengintruksikan dan melarang atau seorang guru tidak hanya mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan santun atau akhlak mulia memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada pendekatan yang terus-menerus. Pendidikan itu tidak akan sukses melainkan jika disertai contoh yang baik dan nyata.
Dengan kata lain guru harus bisa memimpin anak-anak, membawa mereka kearah tujuan yang tegas dan harus menjadi model atau suri tauladan bagi peserta didik. Anak-anak mendapat rasa keamanan dengan adanya model itu dan rela menerima petunjuk maupun teguran bahkan hukuman. Hanya dengan cara demikian anak dapat belajar. Penerapan metode keteladanan dalam pembelajran akhlak dapat meliputi langkah orientasi, pemberian contoh, dan tindaklanjut. Langkah-langkah tersebut tidak harus selalu berurutan, melainkan berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan. Dalam proses seperti ini diharapkan apa yang pada awalnya sebagai pengetahuan (kognitif) kini menjadi sikap (afektif) dan kemudian berubah wujud menjelma menjadi perilaku (psikomorik) yang dilaksanakan sehari-hari.
Metode keteladanan adalah metode terbaik dalam penanaman nilai kepada anak karena sebab sesuatu yang diperbuat melalui keteladanan akan selalu berdampak lebih luas, lebih jelas, dan lebih berpengaruh. Sebagaimana yang diungkapkan Konfucius: “What I hear, I forget-What I see, I remember-What I do, I understand”. Kemudian Mel Silberman memodifikasi pernyataan tersebut menjadi belajar aktif (active learning).[10])
Adapun bentuk keteladanan yang diberikan gurun adalah teladan akhlak yang mulia, misalnya bermurah hati, berlaku jujur dan adil, disiplin, sopan, kasih sayang, santun, menciptakan hubungan yang harmonis antara guru dan murid sehingga dengan menjadikan guru sebagai role model maka metode keteladanan akan berhasil. Contoh konkret: guru berangkat pada tepat waktu, guru berpakaian rapi, bertutur kata yang sopan.
Dalam metode  keteladanan  ini juga ada kelebihan dan  kekurangannya. Diantara kelebihan metode ini adalah:
a.         Siswa mudah memahami materi dari guru dan mudah dalam mengaplikasikannya
b.         Dalam metode keteladanan ini pendidikan yang ingin dicapai dapat lebih terarah dan tercapai dengan baik.
c.         Metode keteladanan juga mendorong pendidik untuk senantiasa berbuat baik karena menyadari dirinya akan dicontoh oleh peserta didiknya.
Sedangkan kekurangan dari metode ini diantaranya adalah:
a.         Dalam penggunan metode teladan, jika seorang guru/ role model kurang baik dalam memberikan contoh maka siswa cenderung akan mengikuti perilaku yang kurang baik tersebut.
b.         Kendala waktu dalam pemberian teladan, karena proses belajar mengajar terkait akhlak/ pendidikan PAI tidak dilakukan setiap hari (keterbatasan waktu).

3.      Metode Pembiasaan
Cara lain yang dapat ditempuh untuk pembinaaan akhlak ialah dengan metode pembiasaan. Pembiasaan adalah  sesuatu pekerjaan yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang, agar sesuatu itu menjadi sebuah kebiasaan. Metode pembiasaan (habituation) ini berasal dari sebuah pengalaman. Karena yang dibiasakan itu ialah sesuatu yang diamalkan dan inti dari kebiasaan adalah pengulangan. Maka sesuatu yang sudah biasa dilakukan dapat menjadi sebuah kebiasaan yang melekat dan terjadi secara spontan, oleh karenanya menurut para pakar, metode ini sangat efektif dalam rangka pembinaan karakter dan kepribadian anak, misalnya ketika orang tua membiasakan anaknya untuk bangun pagi, maka bangun pagi itu akan menjadi kebiasaan anak tersebut.
Metode pembiasaan ini diterapkan sejak anak-anak masih kecil dan berlangsung secara terus menerus. Berkenaan dengan hal ini, imam Al-Ghozali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala pembentukan melalui pembiasaan. Jika manusia membiasakan jahat, maka ia akan menjadi orang jahat. Untuk ini Al-Ghozali menganjurkan agar akhlak diajarkan, yaitu dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia. Jika seorang menghendaki menjadi pemurah, maka ia harus dibiasakan dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah, sehingga murah hati dan murah hati dan murah tangan menjadi tabi’atnya yang mendarah daging.
Metode pembiasaan ini juga sangat dianjurkan oleh al Qur’an dalam memberikan materi pendidikan, yakni dengan melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap-tahaptermasuk dalam hal mengubah kebiasaan-kebiasaan yang sifatnya negatif. Al Qur’an menjadikan sebuah kebiasaan itu sebagai salah satu teknik atau metode pendidikan kemudian mengubah seluruh sifat-sifat baik menajdi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menjalankan kebiasaan itu tanpa susah payah dan merasa kesulitan lagi. Rasulullah mengajarkan agar para orang tua (termasuk “pendidik”) mengajarkan shalat kepada anak-anak dalam usia tujuh tahun :
 “suruhlah anak-anak kalian melaksanakan shalat dalam usia tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka” (HR. Abu Dawud).
Metode ini di dalam dunia psikologi di kenal dengan teori Operant Conditioning, yakni membiasakan peserta didik untuk berperilaku terpuji, disiplin, giat belajar, bekerja keras, ikhlas dan bertanggung jawab atas segala tugas yang telah dilakukan. Guru perlu melakukan metode pembiasaan ini dalam rangka pembentukan karakter, untuk membiasakan peserta didik melakukan perilaku terpuji (akhlak mulia).[11])
Dalam tahap-tahapan yang lain metode pembiasaan bisa berawal dari suatu paksaan, yang lama-kelamaan keterpaksaan itu tidak lagi dirasakan. Dengan kata lain dari dipaksa menjadi bisa lalu terbiasa. Setelah terbiasa maka akan menjadi suatu kebiasaan yang melekat pada diri seseorang.
Pembiasaan yang dilakukan sejak dini akan membawa kegemaran dan kebiasaan tersebut menjadi semacam kebiasaan sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari kepribadiannya. Al- Ghazali mengatakan: ”Anak adalah amanah orang tuanya, hatinya yang bersih adalah permata berharga nan murni, yang kosong dari setiap tulisan dan gambar. Hati itu siap menerima setiap tulisan dan cenderung pada setiap yang ia inginkan. Oleh karena itu, jika dibiasakan mengerjakan yang baik, lalu tumbuh di atas kebaikan itu maka bahagialah ia didunia dan akhirat, orang tuanya pun mendapat pahala bersama.”
Maka dengan demikian penerapan metode pembiasaan alangkah lebih baiknya dilakukan sejak dini sehingga bisa berdampak lebih pada karakter seorang anak dimasa mendatanngnya. Menurut Ngalim Purwanto, agar pembinaan itu dapat cepat tercapai dan hasilnya baik maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.         Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat, yaitu anak mempunyai kebiasaan lain yang berlawanan dengan hal-hal yang akan dibiasakan.
b.         Pembiasaan itu hendaklah terus-menerus atau berulang-ulang, biasakan secara teratur sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang otomatis, untuk itu dibutuhkan pengawasan.
c.         Pendidik hendaklah konsekuen, bersikap tegas dan tetap teguh terhadap pendiriannya yang telah diambilnya. Jangan memberi kesempatan kepada anak melanggar pembiasaaan yang telah ditetapkan.
d.        Pembiasaan yang mula-mula mekanistis itu harus makin menjadi pembiasaan yang disertai kata hati.[12])
Dalam Islam, diajarkan tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam melaksanakan metode pembiasaan dalam rangka pembenahan kepada siswa, yaitu:
a.         Lemah lembut dan kasih sayang adalah dasar pembenahan terhadap siswa.
b.         Menjaga tabiat siswa yang salah dalam menggunakan hukuman.
c.         Dalam upaya pembenahan sebaiknya dilakukan secara bertahap.
Adapun pembiasaan yang bisa dilakukan mulai sejak dini adalah pembiasaan berperilaku disiplin dalam mematuhi peraturan sekolah, hormat kepada guru dan bertutur kata yang halus serta ramah. Jika didalam sekolah sudah mulai didik dan dibiasakan dengan hal-hal tersebut maka seorang peserta didik akan melakukan hal yang sama ketika dimasyarakat. Di Indonesia ada sekolah swasta Islam yang memiliki slogan yang merupakan kewajiban bila bertemu guru yang disebut dengan 4-S, yakni Senyum, Sapa, Salam, Salim (tersenyum, menyapa, berjabat tangan, dan mencium tangan).
Berkaitan dengan metode pembiasaan, seorang guru selain dituntut memiliki kebiasaan yang baik, ahli dalam agama yang mampu meresapi dan menghayati nilai-nilai agama, guru seharusnya juga mampu memahami metodologi pembelajaran Agama Islam.
Metode pembiasaan bukanlah metode yang mudah diterapkan yang hanya membutuhkan hitungan menit untuk menerapkannya. Metode ini membutuhkan waktu yang panjang untuk menumbuhkan kebiasaan yang baik. Namun yang perlu digaris bawahi sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan akan sulit pula untuk berubah dari kebiasaan tersebut.[13])

4.      Metode Nasihat
Salah satu metode pendidikan agama Islam dengan menggunakan nasihat adalah untuk pembentukan keimanan, mempersiapkan moral, spiritual dan sosial anak. Dengan metode nasihat, dapat membukakan mata anak-anak pada hakikat sesuatu, dan mendorongnya menuju situasi yang luhur, dan menghiasinya dengan akhlak yang mulia serta membekalinya dengan nilai dan prinsip-prinsip Islam. Maka tak heran jikalau dalam al-Qur’an juga menerangkan metode ini.
Menurut Al-Ajami, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para pendidik, orang tua, dan para dai  dalam memberikan nasihat:
a.       Memberi nasihat dengan perasaan cinta dan kelembutan. Nasihat orang- orang yang penuh kelembutan dan  kasih sayang mudah diterima dan mampu merubah kehidupan manusia.
b.      Menggunakan gaya bahasa yang halus dan baik. QS Ali Imran: 159,
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”
c.       Meninggalkan  gaya bahasa yang  kasar dan tidak baik, karena akan mengakibatkan penolakan dan menyakiti perasaan. Metode para nabi dalam dakwah adalah kasih sayang dan kelembutan. QS Al-A'raf: 59,
لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
"Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya." Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), Aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat)."
d.      Pemberi nasihat harus menyesuaikan diri dengan aspek tempat, waktu, dan materi (peserta/ audiens)
e.       Menyampaikan hal-hal yang utama, pokok, dan penting. QS Lukman: 17-18.[14])
Terkait dengan poin keempat di atas, seorang pendidik harus menyiapkan bahan pelajaran sebelum pembelajaran, sehingga penjelasannya focus, tidak melebar dan mengulang-ulang materi sebelumnya dan siswa memperoleh sesuatu yang baru. Pendidik juga harus datang dan mengakhiri pelajaran tepat waktu. Kedisiplinan guru merupakan bagian proses pendidikan yang besar peranannya bagi perkembangan siswa. Guru yang sering terlambat masuk kelas atau mengakhiri pelajaran sebelum waktunya, tidak akan efektif dalam mengajar, karena siswa terlanjur memberikan stigma negatif baginya.
Dalam buku Tarbiyatu Aulad”Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam” dikemukakan beberapa wasiat, pengarahan perintah dan larangan Allah SWT dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Diantaranya:
a.       Memulai nasihat dengan bersumpah kepada Allah.
Ini dimaksudkan untuk menarik (membangun) perhatian orang yang mendengar karena pentingnya apa yang ada diucapkan, untuk dikerjakan atau dijauhi. Dengan tujuan agar pendengar mengetahui betapa pentingnya apa yang disampaikannya, untuk dilaksanakan atau ditinggalkan. Muslim dalam shahih-nya meriwayatkan dari Rasulullah SAW. bahwa Beliau bersabda:
“Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah kalian akan masuk surga sehingga kalian beriman. Dan tidaklah kalian akan beriman sehingga kalian saling cinta-mencintai .Apakah kalian mau jika aku tunjukkan kepadamu sesuatu yang jika kalian kerjakan niscaya kalian saling cinta-mencintai? Sebarkanlah (ucapan) salam diantara kalian”.
b.      Mencampur nasehat dengan canda.
Yang bertujuan  agar pendengar terpacu untuk berfikir, menghilangkan kebosanan, dan menimbulkan semangat.
c.       Sederhana dalam nasihat supaya tidak membosankan.
d.      Nasihat Rasulullah SAW, sangat berwibawa dan berbekas.
At-Tirmidzi meriwayatkan dari Al-Irbadh bin sariyah, bahwa ia berkata: Rasulullah SAW. menasihati kami dengan nasihat yang membakar kulit, yang mengalirkan air mata, dan menggetarkan hati. Maka, kami berkata, ”Seakan-akan nasihat ini adalah nasihat perpisahan, wahai Rasulullah. Maka pesan apakah yang akan engkau berikan buat kami?” Lalu Rasulullah bersabda,”Agar kalian bertaqwa kepada Allah, mengikuti sunnahku, sunnah para khalifah yang telah mendapat petunjuk dan memberi petunjuk setelahku, dan hendaklah kalian berpegang teguh kepadanya, karena sesungguhnya setiap bid’ah adalah sesat”.
e.       Nasihat dengan memberikan perumpamaan.
Untuk memperjelas nasihat dan pengajarannya Rosulullah SAW. Sering menggunakan perumpamaan dengan apa yang didapat mereka saksikan dengan mata kepala dan berada dalam jangkauan mereka, sehingga nasihat dapat lebih membekas pada hati dan akal..
f.       Nasihat dengan amalan praktis.
g.      Nasihat dengan memilih yang lebih penting.[15])

5.      Metode Punishment/ Hukuman.
beberapa metode yang digunakan oleh islam dalam upaya memberikan hukuman kepada seorang anak adalah:
a.       Dengan lemah lembut dan kasih sayang.
Al-Bukhari dalam al-adabu ‘l-mufrid meriwayatkan, yang artinya: “Hendaklah kamu bersifat lemah lembut, kasih sayang dan hindarilah sifat keras dan keji”.
b.      Menjaga tabiat anak yang salah dalam menggunakan hukuman.
Anak-anak dilihat dari segi kecerdasannya pastilah berbeda-beda, baik lenturan maupun pemberian tanggapannya. Juga berbeda dari segi pembawaan tergantung dari masing-masing individu. Diatara mereka ada yang bersifat kalem, adapula yang bersifat emosional dan keras, dan ada yang memiliki pembawaan diantara dua pembawaan tersebut.
Sebagian anak-anak, hanya cukup dengan memperlihatkan muka cemberut dalam melarang dan memperbaiki kesalahannya. Anak lain tidak bisa dengan cara seperti itu tetapi dengan kecaman dalam upaya menghukumannya. Terkadang seorang pendidik ketika tidak berhasil menggunakan metode nasihat, kecaman, maka lebih baik seorang guru mencemberutkan muka.
c.       Dalam upaya memperbaiki hendaknya dilakukan secara bertahap dari yang paling ringan hingga yang paling keras.
Mendidik dengan menggunakan metode hukuman adalah cara yang paling akhir. Ini berarti bahwa dalam metode tersebut terdapat beberapa cara dalam mempeebaiki dan mendidik. Semuanya harus digunakan oleh pendidik, sebelum menggunakan pukulan yang mungkin dapat memberikan hasil dalam meluruskan kebengkokan anak, meningkatkan derajat moral dan sosialnya, dan membentuk manusia secara utuh.[16])
Metode yang diberikan Rasulullah dalam memberikan hukuman dan memperbaiki kesalahan adalah:
a.       Menunjukkan kesalahan dengan pengarahan.
b.      Menunjukkan kesalahan dengan keramahtamahan.
c.       Menunjukkan kesalahan dengan memberikan isyarat.
d.      Menunjukkan kesalahan dengan kecaman.
e.       Menunjukkan kesalahan dengan memutuskan hubungan (meninggalkannya).
f.       Menunjukkan kesalahan dengan memukul.
g.      Menunjukkan kesalahan dengan memberikan hukuman yang menjerakan.
Syarat-syarat memberikan hukuman pukulan adalah sebagai berikut:
a.       Pendidik tidak terburu menggunakan metode pukulan, kecuali stelah menggunakan semua metode lembut lain yang mendidik dan membuat jera, seperti telah kita terangkan pada lembar-lembar terdahulu.
b.      Pendidik tidak memukul, ketika ia dalam keadaan sangat marah, karena dikhawatirkan menimbulkan bahayaterhadap anak.
c.       Ketika memukul, hendaknya menghindari anggota badan yang peka, seperti kepala, muka, dada dan perut.
d.      Pukulan pertama untuk hukuman, hendaknya tidak terlalu keras dan tidak menyakiti, pada kedua tanagan atau kaki dengan tongkat yang tidak besar.
e.       Tidak memukul anak, sebelum ia berusia sepuluh tahun.
f.       Jika kesalahan anak adalah untuk pertama kalinya, hendaknya ia diberi kesempatan untuk bertaubat dari perbuatan yang telah dilakukan.
g.      Pendidik hendaknya memukul anak dengan tangannya sendiri, dan tidak menyerahkannya kepada saudara-saudaranya, atau teman-temannya.
h.      Jika anak sudah menginjak usia dewasa, dan pendidik melihat bahwa pukulan sepuluh kali tidak juga membuatnya jera, maka boleh ia menambah dan mengulanginya, sehingga anak menjadi baik kembali.[17])

Kesimpulan
Pengertian akhlak diambil dari bahasa arab yaitu khuluqun yang secara bahasa berarti perangai, tabi’at, adat dan diambil dari kata dasar khalqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan.Pendidikan akhalak didasarkan pada ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits Rasul serta memberikan contoh-contoh yang baik yang harus diikuti.
Adapun beberapa macam akhlak yang dapat ditanamkan kepada anak diantaranya adalah akhlak kepada Allah, akhlak kepada Orang Tua, akhlak kepada orang lain, dan akhlak kepada diri sendiri.
Sedangkan metode dalam pendidikan akhlak diantaranya adalah sebafai berikut
1.      Metode Cerita/ Qishah
Metode cerita merupakan salah satu metode yang efektif digunakan dalam pembelajaran akhlak karena dengan metode ini kita dapat menggambarkan kepribadian atau akhlak tokoh-tokoh Islam yang patut dicontoh.
2.      Metode Teladan
Metode keteladanan ini bisa menjadi metode yang efektif dan efisien untuk digunakan dalam penanaman nilai-nilai ke Islaman kepada peserta didik, karena pada umumnya peserta didik cenderung mudah meniru dan meneladani guru atau pendidiknya terutama pada usia siswa pendidikan sekolah dasar dan menengah.
3.      Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah sesuatu pekerjaan yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang, agar sesuatu itu menjadi sebuah kebiasaan.Metode pembiasaan (habituation) ini berasal dari sebuah pengalaman.
4.      Metode Nasihat
Dengan metode nasihat, dapat membukakan mata anak-anak pada hakikat sesuatu, dan mendorongnya menuju situasi yang luhur, dan menghiasinya dengan akhlak yang mulia serta membekalinya dengan nilai dan prinsip-prinsip Islam.
5.      Metode hukuman.
Metode yang digunakan oleh Islam dalam upaya memberikan hukuman kepada seorang anak adalah Dengan lemah lembut dan kasih sayang.


[1]) Deswita, “Konsep Pemikiran Ibnu Sina Tentang Pendidikan Akhlak”, Ta’dib, Vol. 16,  No. 2 Desember 2013. Hal. 171
[2]) Selly Sylviyanah.” Pembinaan Akhlak Mulia Pada Sekolah Dasar”, Jurnal Tarbawi, Vol. 1, No. 3, September 2012. Hal 191
[3]) Siti Rahmah, “ Peran Keluarga Dalam Pendidikan Anak” Alhiwar Jurnal Ilmu Dan Teknik Dakwah, Vol. 04, No. 07 Januari 2016. Hal 19
[4]) Siti Darojah, ”Metode Penanaman Akhlak Dalam Pembentukan Perilaku”, Jurnal Pendidikan Madrasah, Vol. 1 No. 2, November 2016, Hal. 235
[5]) Ellyn Sugeng Desyanti, “Kompetensi Orangtua Dalam Pertumbuhkembangan  jiwa Kewirausahaan Pada Anak Usia Dini”, Jurnal Pendiidikan Anak, Vol. 2 No. 2, Desember 2016, Hal 73
[6])  Muhammmad Muhyidin,  Mengajar Anak Berakhlaq Al-Qur’an, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008. Hal 4.
[7]) Ibrahim Amini, Agar Tak Salah Mendidik, Jakarta; Al-Huda, 2006. Hal  230
[8]) Hasbulloh, Dasar-Dasar Pendiidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005. Hal. 10
[9]) Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996. Hal 13
[10])  Musli, “Metode Pendidikan Akhlak Bagi Anak”, Media Akademika, Vol. 26 No. 2, April 2011, Hal 221
[11]) Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur’an, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2007. Hal.  23
[12]) Anwar Hafid, Konsep Dasar Ilmu Pendidikan. Bandung: ALFABETA, 2013. Hal 74
[13]) Sobry Sutikno, Pendidikan Sekarang Dan Pendidikan Masa Depan. N.T.B: NTp Press, 2006. Hal 67
[14]) Prof. Dr. Muchlas Samani. Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011. Hal. 58
[15]) Ahmad  Zaini, “ Metode-Metode Pendidikan Islam Bagi Anak” Thufulla, Vol. 2 No. 1, Januari 2014. Hal.27
[16]) Amin Zamroni, “ Strategi Pendidikan Akhlak Pada Anak”’ Sawwa, Vol. 02 No. 2 April 2017. Hal 252
[17] ) Asti Inawati, ”Strategi Pengembangan Mora Dan Nilai Agama Untuk Anak Usia Dini”, Jurnal Pendidikan Anak, Vol. 3 No. 1, April 2017. Hal. 61






DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Yatimin. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur’an.  Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Amini, Ibrahim. 2006. Agar Tak Salah Mendidik. Jakarta; Al-Huda.
Deswita, (2013). Konsep Pemikiran Ibnu Sina Tentang Pendidikan Akhlak, Ta’dib, 16(2), 171.
Darajat, Zakiah. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Darojah, Siti, 2016, Metode Penanaman Akhlak Dalam Pembentukan Perilaku, Jurnal Pendidikan Madrasah, 1 (2), 235.
Desyanti, Ellyn Sugeng, 2016, Kompetensi Orangtua Dalam Pertumbuhkembangan jiwa Kewirausahaan Pada Anak Usia Dini, Jurnal Pendiidikan Anak, 2 (2), 73.
Hafid, Anwar. 2013. Konsep Dasar Ilmu Pendidikan. Bandung: ALFABETA.
Hasbulloh, 2005. Dasar-Dasar Pendiidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Inawati, Asti. 2017. Strategi Pengembangan Mora Dan Nilai Agama Untuk Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak, 3 (1),  61.
Muhyidin, Muhammmad. 2008. Mengajar Anak Berakhlaq Al-Qur’an. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Musli, (2011), Metode Pendidikan Akhlak Bagi Anak, Media Akademika, 26(2), 221.
Rahmah, Siti, 2016, Peran Keluarga Dalam Pendidikan Anak, Alhiwar Jurnal Ilmu Dan Teknik Dakwah, 04(07) , 19.
Samani, Muchlas. 2011. Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sutikno, Sobry. 2006/ Pendidikan Sekarang Dan Pendidikan Masa Depan. N.T.B: NTp Press.
Sylviyanah, Selly, (2012). Pembinaan Akhlak Mulia Pada Sekolah Dasar, Jurnal Tarbawi, 1(3), 191.
Zaini, Ahmad, (2014), Metode-Metode Pendidikan Islam Bagi Anak” Thufulla, 2 (1), 27.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar