METODE
PENDIDIKAN AKHLAK BAGI ANAK
Muhammad Astori
Mahartoni
NPM 1601010163
Email : tugelanwafer@gmail.com
Nomor penugasan : 20
Abstract : Pendidikan akhlak pada anak-anak harus dilakukan sedini mungkin.
Sehingga ketika dewasa anak tersebut mempunyai akhlak yang mulia. Orang tua
terutama ibu mempunyai peran paling penting dalam mendidik anaknya, karena ia
merupakan madrasah pertama bagi anak-anaknya. Seorang anak ibarat kertas putih
bersih tanpa noda, sedangkan orang tua mempunyai kebebasan untuk memberikan
warna apapun sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Baik dan buruknya akhlak
anak tergantung pada pendidikan yang diberikan oleh orang tuanya. Oleh karena
itu, orang tua maupun guru yang akan mendidik anak di rumah maupun disekolah
harus mempunyai metode, agar nantinya bisa mendidik anak dengan baik dan
menjadi anak yang shalih-shalihah. Metode pendidikan akhlak diantaranya adalah
metode pembiasaan, metode keteladanan, metode nasihat dan metode perhatian.
Kata Kunci: Metode Pendidikan, Akhlak, Anak
Pendahuluan
Pendidikan
adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
ruhani terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Sedangkan,
Pendidikan akhlak adalah proses mendidik, memelihara, membentuk, memberikan
latihan mengenai akhlak dan kecerdasan berfikir baik yang bersifat formal
maupun informal yang didasarkan pada ajaran-ajaran Islam. Dalam sistem
pendidikan Islam menekankan pada pendidikan akhlak yang seharusnya dimiliki
oleh seorang Muslim agar memiliki kepribadian yang baik.
Akhlak
merupakan asas pokok bagi umat Islam, sebagaimana diangkatnya Nabi Muhammad
sebagai Rasulullah, hanya untuk menyempurnakan akhlak manusia. Karena itu,
pendidikan akhlak terhadap anak, menjadi fokus utama dalam Islam. Hal tersebut
dijelaskan oleh Rosululloh:
Abi
Hurairah berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya saya diutus tidak lain
hanyalah untuk menyempurnakan akhlak.”
(HR. Imam Ahmad)
Pendidikan
akhlak terhadap anak sangat penting. Karena, dalam siklus kehidupan manusia,
masa kanak-kanak merupakan sebuah masa yang paling penting, sekaligus merupakan
masa yang sangat berbahaya. Jika tidak dididik atau diperhatikan secara benar
oleh para orang tua, maka nantinya anak tumbuh dalam keadaan akhlak yang kurang
baik. Sebab, seorang anak pada hakikatnya telah tercipta dengan kemampuan untuk
menerima kebaikan maupun keburukan. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya
cenderung kearah salah satu dari keduanya.7
Rasulullah bersabda:
Dari
Abi Salamah bin Abdur Rohman dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda:
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (bersih dan suci), maka kedua
orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani ataupun Majusi”. (HR. Imam Bukhari)
Pendidikan
akhlak sangat penting bagi anak, agar kelak tumbuh menjadi generasi yang
membanggakan orang tua. Oleh karenanya para orang tua perlu menjadikan
pendidikan sebagai salah satu pokok penting dalam pendidikan anak. Keluarga
merupakan pendidikan pertama dan utama bagi anak, karena yang terjadi dalam
keluarga sangat membawa pengaruh terhadap kehidupan anak. Keluarga (orang tua)
tidak sepenuhnya mampu memberikan pendidikan kepada anak-anaknya secara
sempurna, maka dari itu dibutuhkan lembaga pendidikan formal atau sekolah untuk
menumbuh kembangkan potensi anak.
Sekolah
sebagai tempat pendidikan kedua setelah keluarga, merupakan sebuah lembaga yang
sangat penting bagi anak dalam upaya mengajarkan ajaran Islam sebagai pandangan
hidup anak. Seiring dengan perkembangan zaman masa kini, banyak sekali
tantangan yang dihadapi oleh umat manusia. Ini semua disebabkan karena adanya
kemunduran moral umat manusia dengan berbagai kehidupan dalam masyarkat. Dengan
adanya pendidikan akhlak anak, seharusnya umat manusia harus menjadi lebih
baik, karena sejak kecil umat manusia telah dibekali dengan pendidikan akhlak.
Namun pada kenyataanya, banyak dari umat manusia pada modern ini yang banyak
mengalami krisis akhlak. Ini semua disebabkan adanya perkembangan teknologi
yang begitu cepat.
Strategi
(rencana tindakan yang terdiri atas seperangkat langkah untuk memecahakan
masalah atau mencapai tujuan) yang harus dilakukan oleh orang tua maupun oleh
guru dalam mendidik akhlak kepada anak, sebaiknya menggunakan beberapa metode
diantara keteladanan atau pembiasaan tentang sikap yang baik, tanpa adanya
keteladanan atau pembiasaan tentang sikap yang baik pendidikan tersebut akan
sulit mencapai tujuan yang diharapkan, dan sudah
menjadi
kewajiban orang tua dan guru untuk memberikan keteladanan atau contoh yang baik
dan membiasakannya bersikap baik pula. Oleh karena itu, penanaman pendidikan
akhlak pada masa anak-anak sangatlah penting, agar anak memiliki bekal untuk
hidup selanjutnya. Pendidikan akhlak harus dilakukan sejak dini, sebelum watak
dan kepribadiannya terpengaruh lingkungan yang tidak paralel dengan tuntunan
agama. Seorang anak ibarat kertas putih, apabila kertas itu ditulis dengan
tinta warna merah, maka kertas menjadi merah, apabila kertas ditulis warna
hijau, maka kertas menjadi hijau. Semua bergantung pada pola pendidikan yang
diberikan oleh orang tua kepada anaknya. Maka dari itu diperlukan sebuah
strategi dalam mendidik anak, agar anak nantinya mempunyai akhlak yang mulia
yang bisa membanggakan orang tuanya dan bisa menjadi syafa’at kelak di akhirat
nanti.
Pengertian
pendidikan
Sebelum
dipaparkan mengenai pengertian pendidikan akhlak, maka terlebih dahulu dibahas
beberapa pendapat tentang pengertian pendidikan. Pendidikan berasal dari kata
didik, yaitu memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dijelaskan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan ialah proses membimbing manusia dari
kegelapan, kebodohan, dan pencerahan pengetahuan. Dalam arti luas pendidikan
baik formal maupun informal meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan
manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup. Menurut
caranya pendidikan terbagi atas tiga macam, yaitu Pressure (pendidikan
berdasarkan paksaan (secara paksa)).
Latihan untuk membentuk kebiasaan, Pendidikan dimaksudkan untuk
membentuk hati nurani yang baik.[1])
Menurut
Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama atau insan kamil. Hasan Langgulung memberi pengertian
tentang Pendidikan adalah sebagai salah satu upaya penting pewarisan kebudayaan
yang dilakukan oleh generasi tua kepada generasi muda agar kehidupan tetap
berlanjut. Dalam Sistem Pendidikan Nasional Pendidikan diartikan sebagai usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta ketrampilan, yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan Negara. Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan secara terinci, maka
penulis dapat menyimpulkan, bahwa pendidikan adalah suatu usaha sadar melalui
bimbingan, pengarahan, dan atau latihan untuk membantu dan mengarahkan anak
didik agar berkepribadian tinggi menuju hidup sempurna serta mampu melaksanakan
kewajibannya terhadap agama dan negara. Dalam konteks Islam istilah pendidikan
telah dikenal dengan banyak istilah yang beragam yaitu at-tarbiyah, at-ta’lim,
dan at-ta’dib. Dari setiap istilah tersebut mempunyai makna yang berbeda-beda.
Walaupun dalam beberapa hal mempunyai arti yang sama.
1.
Tarbiyah
Kata
tarbiyah berarti memelihara, mendidik, mengasuh. Menurut Ibnu Abdillah Muhammad
bin Ahmad al Anshari al-Qurthubi mengartikan bahwa rabb adalah pemilik, maha
memperbaiki, maha mengatur, maha menambah, maha menunaikan. Sedangkan menurut
al-Jauhari adalah memberi makan, memelihara, mengasuh. Dalam alQur’an kata
“rabba” ini digunakan untuk Tuhan, karena Tuhan sifatnya mendidik, mengasuh,
memelihara dan pencipta.
2.
Ta’lim
Kata
ta’lim berarti proses transmisi ilmu pengetahuan atau sama dengan pengajaran,
yang sering disebut dengan transfer of knowledge. Menurut Naquib al-Attas adalah proses
pengajaran tanpa adanya pengenalan secara mendasar yaitu memberikan atau
mengajarkan suatu ilmu pengetahuan kepada peserta didik.
3.
Ta’dib
Kata
al-ta’dib berarti bersopan santun atau beradab. Seseorang dalam menuntut ilmu
harus mempunyai sopan santun agar ilmu sedang dipelajari bisa bermanfaat dan
diridloi oleh Allah. Menurut Naquib al Attas ta’dib adalah proses mengenalkan
ilmu pengetahuan secara berangsurangsur kepada diri manusia dalam tatanan
penciptaan, kemudian membimbing dan mengarahkannya pada pengakuan dan
pengenalan kekuasaan, keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaannya
Dari penjelasan diatas,
dapat disimpulkan bahwa pendidikan dalam arti sempit merupakan proses interaksi
antara pendidik dan peserta didik baik di keluarga, sekolah maupun di
masyarakat. Namun pendidikan dalam arti sempit sering diartikan sekolah (pengajaran
yang di selenggarakan disekolah sebagai lembaga pendidikan formal, segala
pengaruh yang di upayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang diserahkan
kepadanya agar mempunyai kemampuan yang sempurna dan kesadaran penuh terhadap
hubungan-hubungan dan tugas-tugas sosial mereka).
Sedangkan pendidikan
dalam arti makro (luas) adalah proses interaksi antara manusia sebagai
individu/ pribadi dan lingkungan alam semesta, lingkungan sosial, masyarakat,
sosial-ekonomi, sosial-politik dan sosial-budaya. Pendidikan dalam arti luas
juga dapat diartikan hidup (segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam
segala lingkungan dan sepanjang hidup. Segala situasi hidup yang mempengaruhi
pertumbuhan individu, suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil
interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung
sepanjang hayat sejak manusia lahir).
Jadi pendidikan dalam
arti luas, hidup adalah pendidikan, dan pendidikan adalah hidup (life is
education, and education is life). Maksudnya bahwa pendidikan adalah segala
pengalaman hidup (belajar) dalam berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang
hayat dan berpengaruh positif bagi pertumbuhan atau perkembangan individu.[2])
Pengertian Akhlak
Pengertian akhlak
diambil dari bahasa arab yaitu khuluqun yang secara bahasa berarti
perangai, tabi’at, adat dan diambil dari kata dasar khalqun yang berarti
kejadian, buatan, ciptaan.
Adapun secara
terminologi atau istilah kita dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar
dibidang akhlak, diantara lain adalah ibn Miskawaih di dalam bukunya Tahdzib
al akhlaq wa Tathhir al A’raq mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Pengertian Anak
Anak
adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain
untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan
segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai
taraf kemanusiaan yang normal. Menurut John Locke, anak adalah pribadi yang
masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari
lingkungan. Augustinus, yang dipandang sebagai peletak dasar permulaan
psikologi anak, mengatakan bahwa anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak
mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang
disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita
kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya
dari aturan-aturan yang bersifat memaksa.
Sobur,
mengartikan anak sebagai orang yang mempunyai pikiran, perasaan, sikap dan
minat berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan. Haditono,
berpendapat bahwa anak merupakan mahluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih
sayang dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu anak merupakan bagian dari
keluarga, dan keluarga memberi kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku
yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama.
Pengertian
Metode
Metode berasal dari dua perkataan
yaitu meta yang artinya melalui dan hodos yang artinya jalan atau
cara. Jadi metode artinya suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan. Sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Noor Syam,
secara teknis menerangkan bahwa metode adalah
1.
Suatu prosedur yang dipakai untuk
mencapai suatu tujuan.
2.
Suatu teknik mengetahui yang dipakai
dalam proses mencari ilmu pengetahuan dari suatu materi tertentu.
3.
Suatu ilmu yang merumuskan
aturan-aturan dari suatu prosedur.
Tentunya metode dapat yang digunakan tidaklah hanya ada satu, namun
banyak macam macam metode yang dapat kita gunakan sesuai dengan kondisi dan
situasi dari peserta didik.
Pendidikan Akhlak Pada Anak
Masa
kanak-kanak adalah merupakan masa yang paling subur, paling panjang, dan paling
dominan bagi seorang murabbi (pendidik) untuk menanamkan norma-norma yang mapan
dan arahan yang bersih dalam jiwa. Berbagai kesempatan terbuka lebar untuk sang
pendidik dan semua potensi tersedia secara berlimpah dalam fase ini dengan
adanya fitrah yang bersih, masa kanak-kanak yang masih lugu, kepolosan yang
begitu jernih, kelembutan dan kelenturan jasmaninya, kalbu yang masih belum
tercemari, dan jiwa yang masih belum terkontaminasi. Apabila masa kanak-kanak
dapat dimanfaatkan seorang pendidik dengan sebaik-baiknya, tentu harapan yang
besar untuk berhasil mudah diraih pada masa mendatang. Sehingga kelak sang anak
akan tumbuh menjadi seorang pemuda yang tahan dalam mengahadapi berbagai macam
tantangan, beriman, kuat, kokoh, lagi tegar.[3])
Ada beberapa macam akhlak yang dapat ditanamkan kepada anak diantaranya sebagai
berikut
1.
Akhlak
kepada Allah
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ
وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ
عَظِيمٌ
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia
memberi pelajaran kepadanya: "Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman: 13)
Ayat
tersebut mengisyaratkan bagaimana seharusnya para orang tua mendidik anaknya
untuk mengesakan penciptanya dan memegang prinsip tauhid dengan tidak
menyekutukan Tuhannya. Bahwa pesan tersebut yang berbentuk larangan, jangan
mempersekutukan Allah untuk perlunya meninggalkan sesuatu yang buruk sebelum
melaksanakan yang baik.26 Kemudian anak-anak hendaklah diajarkan untuk
mengerjakan shalat. Sehingga terbentuk manusia yang senantiasa kontak dengan
penciptanya. Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa seorang anak yang telah mencapai
usia tamyiz, maka hendaklah tidak dibiarkan meninggalkan thaharah dan shalat.
Juga mulai diperintahkan berpuasa beberapa hari di bulan Ramadhan. Nabi
Muhammad bersabda:
Dari Umar bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata:
Rasulullah bersabda:“perintahkanlah kepada anak-anak kalian untuk mengerjakan
shalat bila mulai berusia 7 tahun dan pukullah mereka karena meninggalkannya
karena telah berusia 10 tahun, dan pisahkanlah mereka dari tempat tidurnya masing-masing.” (HR. Abu Dawud).
Syaikh
Muhammad Syakir menjelaskan sesungguhnya Allah mengetahui apa yang
disembunyikan hamba di dalam dadanya, yang dinyatakan dalam lisannya dan
mengetahui semua amalnya. Maka, bertakwalah kepada Allah, jangan sampai Allah
melihat dalam keadaan yang tidak diridhai, agar Allah tidak murka. Karena,
Dia-lah yang menciptakan manusia, memberi rezeki dan akal yang digunakan untuk
bertindak dalam berbagai urusannya.
2.
Akhlak
kepada Orang Tua
وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ
فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada dua
orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman: 14).[4])
Islam
mendidik anak-anak untuk selalu berbuat baik terhadap orang tua sebagai rasa
terima kasih atas perhatian, kasih sayang dan semua yang telah mereka lakukan
untuk anak-anaknya. Al-Ghazali menegaskan bahwa seorang anak haruslah dididik untuk selalu taat
kepada kedua orang tuanya, gurunya serta yang bertanggung jawab atas
pendidikannya. Hendaklah menghormati mereka serta siapa saja yang lebih tua
daripadanya, agar senantiasa bersikap sopan dan tidak bercanda atau bersenda
gurau dihadapan mereka.30 Syaikh Muhammad Syakir menjelaskan dalam kitabnya
Washaya al-Aba’ lilAbna’ bahwa seorang anak harus mendahulukan kepentingan
orang tuanya daripada dirinya sendiri. Seorang anak hendaklah berhati-hati
terhadap orang tuanya untuk tidak membuat marah, karena sesungguhnya kemarahan
Allah berkaitan dengan kemarahan kedua orang tua. Barangsiapa membuat Allah
murka, karena membuat kemarahan orang tua, maka dia akan merugi dunia akhirat.
Seorang anak harus taat kepada perintah orang tuanya dan dilarang untuk
membantahnya, kecuali bila mereka memerintahkan untuk ingkar kepada Allah.
Allah berfirman:
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ
تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِي
الدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ۚ ثُمَّ إِلَيَّ
مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan
orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka
Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman : 15).
Sesungguhnya
orang tua adalah orang yang paling menyayangi anaknya, karena orang tua yang
telah mendidik dan memelihara sejak kecil sampai tumbuh dewasa, menjadi seorang
pelajar dan menuntut ilmu pengetahuan Islam. Oleh karena itu, terimalah nasihat
dan petuahnya, karena orang tua lebih mengetahui sesuatu yang akan dihadapi
oleh anak-anaknya. [5])
3.
Akhlak
kepada Orang Lain
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ
وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ
فَخُورٍ
“Dan
janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman: 18)
Ayat tersebut mengisyaratkan agar berbuat baik dan sopan santun
dengan sesama manusia, yaitu dilarang untuk memalingkan mukanya yang didorong
oleh penghinaan dan kesombongan. Kaitannya dengan kehidupan bermasyarakat.
Anak-anak haruslah dididik untuk tidak bersikap acuh terhadap sesama, sombong
atas mereka dan berjalan dimuka bumi ini dengan congkak. Karena perilaku-perilaku
tersebut tidak disenangi oleh Allah dan dibenci manusia. Syaikh Muhammad Syakir
menjelaskan dalam kitab washaya al aba’ lil abna’ bahwa dengan orang lain
dilarang menyakiti hatinya atau berlaku buruk terhadap orang lain. Ketika orang
lain sedang mendapatkan kesulitan dalam belajar dan bertanya pada seorang guru,
maka dengarkanlah baik-baik jawaban guru tersebut, mungkin dengan demikian akan
mendapatkan faedah yang sebelumnya tidak diketahui. Hindarilah kata-kata yang
menyinggung dan menghina orang lain dengan menunjukan wajah yang sinis karena
kurang berkenan. Jika orang lain membutuhkan pertolongan, janganlah merasa
berat untuk menolongnya, jauhkan sikap membanggakan diri bahwa dirinya
mempunyai keutamaan daripada orang lain.
4.
Akhlak
kepada Diri Sendiri
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ
مِنْ صَوْتِكَ ۚ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Luqman: 19)
Bersamaan
dengan larangan berjalan dengan congkak. Allah memerintahkan untuk sederhana
dalam berjalan, dengan tidak menghempaskan tenaga dalam bergaya, tidak
melengak-lengok, tidak memanjangkan leher karena angkuh, tetapi berjalan dengan
sederhana, langkah sopan dan tegap. Memelainkan suara adalah budi yang luhur.
Begitu pula percaya diri dan tenang karena berbicara jujur. Suara lantang
(melengking) dalam berbicara termasuk perangai yang buruk. Tetapi, tampillah
kepada setiap orang dengan wajah berseri penuh rendah hati dan berjalanlah
dengan lemah lembut penuh wibawa, jangan membusungkan dada dan jangan merunduk
bagaikan orang sakit. Demikian, Allah telah memberikan contoh kongkret mendidik
akhlak anak-anak. Jika setiap orang tua dapat melaksanakannya dengan baik, maka
besar harapan anak-anak tumbuh menjadi manusia-manusia Muslim yang berakhlak
luhur. [6])
Metode Pendidikan Akhlak Pada Anak
1.
Metode Cerita/ Qishah
Metode
cerita merupakan salah satu metode yang efektif digunakan dalam pembelajaran
akhlak karena dengan metode ini kita dapat menggambarkan kepribadian atau
akhlak tokoh-tokoh Islam yang patut dicontoh. Pada dasarnya peserta didik suka
mendengarkan cerita dan menceritakannya kembali. Keadaan seperti ini perlu
dimanfaatkan dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan kegairahan anak didik
dalam belajar. Dengan kondisi yang seperti ini seorang guru hendaknya bisa
memanfaatkan kondisi anak didik untuk bisa belajar dengan baik sesuai kehendak
guru.
Cerita
dongeng merupakan cerita yang paling disenangi oleh anak-anak, misalnya adalah
dongeng binatang, dan juga cerita-cerita yang dapat membangkitkan khayalannya
dan cerita-cerita yang berhubugan dengan kehidupan dan lingkungannya, cerita
jenaka yang menggembirakan.
Cerita yang
disajikan harus singkat dan mudah dipahami anak didik. Guru yang cerdas dapat
memasukkan materi-materi akhlak yang ingin diajarkan kepada anak didik dengan
cerita binatang atau lainnya.
Dilain waktu
seorang guru juga harus menstimulus anak didik dan memancing mereka untuk
menceritakan kembali kisah yang pernah diceritakan dan atau menceritakan
kisah-kisah para nabi yang sudah mereka ketahui sehingga dalam proses
pembelajaran bukan hanya guru yang aktif dan mampu bercerita namun anak didik
juga aktif dan mampu memberikan contoh-contoh terkait aklak yang baik. Hal ini
bisa menjadikan kelas lebih aktif dan menunjang terjadinya pembelajaran dua
arah.
Salah satu
metode pendidikan akhlak adalah untuk mendorong anak didik beramal dengan amal
sholeh dan memberikan reward kepada mereka yang sudah mampu
mengamalkannya. Cara ini lebih baik dibandingkan dengan menakut-nakuti mereka
menggunakan ancaman, karena dengan ditakut-takuti mereka akan merasa dipaksa,
kecuali kita gagal menggunakan metode diatas.
Metode
cerita ini akan sangat baik apabila diperagakan dengan gambar-gambar berwarna
atau bisa juga menggunakan alat peraga semisal boneka tangan atau lainnya.
Selain itu dalam memberikan pendidikan agama dihubung-hubungkan dengan
pendidikan akhlak. Metode cerita dalam pendidikan akhlak lebih baik dari
metode-metode yang lainnya. Guru boleh memilih satu metode yang sesuai dengan
waktu.[7])
2.
Metode Teladan
Metode
keteladanan ini bisa menjadi metode yang efektif dan efisien untuk digunakan
dalam penanaman nilai-nilai ke Islaman kepada peserta didik, karena pada
umumnya peserta didik cenderung mudah meniru dan meneladani guru atau
pendidiknya terutama pada usia siswa pendidikan sekolah dasar dan menengah. Dari segi psikologis pada hakikatnya anak-anak senang dan mudah untuk
meniru sosok yang ia lihat. Anak-anak tidak hanya meniru yang baik saja, bahkan
terkadang tanpa ia sadari perilaku yang jelek juga ditirunya. Hal ini
sebagaimana dikatakan oleh Al Bantai dalam Usus al Tarbiyah al Islamiyah, bahwa
metode keteladanan merupakan metode yang paling berpengaruh dalam pendidikan
manusia, karena individu manusia senang meniru terhadap orang yang dilihatnya.
Metode teladan merupakan suatu jalan atau jalan yang ditempuh oleh guru
dengan cara memberikan teladan yang baik kepada siswa agar ditiru dan
dilaksanakan. Metode ini sebagai suatu metode pembelajaran akhlak yang
digunakan untuk merealisasikan tujuan pembelajaran agar peserta didik dapat
berkembang baik secara fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan
benar. Untuk mengembangkan sikap atau perilaku peserta didik seorang guru tidak
hanya cukup memberikan teori atau prinsip saja yang lebih penting adalah
memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip tersebut.[8])
Akhlak yang
baik tidak akan dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, intruksi dan larangan,
sebab tabi’at jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya
seorang guru mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan santun memerlukan pendidikan yang panjang dan harus ada
pendekatan yang dilakukan terus menerus. Pendidikan itu akan sukses jika
disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Dalam hal ini contoh teladan yang baik memberikan pengaruh yang sangat
besar terhadap pendidikan akhlak, karena meniru adalah suatu sifat anak-anak.
Tingkah laku guru sangat besar pengaruhnya dalam jiwa anak-anak.
Didalam dunia sekolah, guru merupakan teladan utama para siswa. Dimana para
siswa ingin menjadi seperti gurunya bahkan bercita-cita agar menjadi fotocopy
dari gurunya. Ia akan mengikuti jejak akhlak, ilmu, kecerdasan, keutamaan dan
semua gerak, sikap gurunya jika hal itu yang menjadi perhatian sang siswa
terhadap guru mereka. Sebagai contoh teladan yang ideal, guru harus menyesuaikan
dengan asumsi mereka terhadap apa yang mereka gambarkan tentang teladan-teladan
yang bersumber pada akhlak mulia. Sehingga guru menjadi gambaran hidup yang
memantulkan keutamaan tingkah laku yang sebenarnya, yang biasa dianggap hebat
bila murid-murid dapat membiasakan diri dengan contoh tersebut sebagai tingkah
laku yang baik bagi dirinya.
Seorang guru
yang mempunyai karakter pendidik akan lebih banyak memberikan pengaruh kepada
siswanya melalui tingkah laku dan tindak-tanduknya bila dibandingkan dengan
pengaruh nasihat. Kekuatan pribadi dan ekspresi wajah yang lembut akan lebih
berpengaruh dari pada cara penyajian, dan cara mengajar yang jelas atau
penguasaan terhadap bahan pelajaran yang luar biasa. Banyak sifat-sifat,
akhlak, nilai-nilai dan sikap yang tidak dipelajari oleh siswa kecuali melalui
contoh terhadap pendidik yang menjadi panutan mereka.[9])
Pada
dasarnya manusia sangat memerlukan sosok teladan dan anutan yang mampu
mengarahkan manusia pada jalan kebenaran dan sekaligus menjadi sosok yang mampu
menjelaskan cara mengamalkan syariat Allah. Oleh karena itulah Allah mengutus rasul-rasul Nya untuk menjelaskan
berbagai syariat Allah.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ
إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ ۚ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ
لَا تَعْلَمُونَ
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ
وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya : “
Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri
wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan
jika kamu tidak mengetahui keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan
Kami turunkan kepadamu al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa
yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan” (Q.s An
Nahl : 43-44)
Aisyah
sendiri telah menyebutkan bahwa akhlak Rasulullah SAW adalah al Qur’an. Kepribadian, karakter, perilaku dan interaksi beliau dengan manusia
merupakan implementasi hakikat Al Qur’an, etika dan hukum-hukumnya secara
praktis, manusiawi dan dinamis. Selain itu akhlak beliau juga merupakan
perwujudan landasan dan metode pendidikan yang terdapat di dalam Al Qur’an.
Dalam hal keteladanan, yang dibutuhkan siswa adalah figure (role model)
yang memberikan
keteladan dalam menerapkan prinsip atau teori-teori pendidikan agama Islam.
Jadi da.llam menerapkan metode ini tidak hanya dapat mengintruksikan dan melarang
atau seorang guru tidak hanya mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu.
Menanamkan sopan santun atau akhlak mulia memerlukan pendidikan yang panjang
dan harus ada pendekatan yang terus-menerus. Pendidikan itu tidak akan sukses
melainkan jika disertai contoh yang baik dan nyata.
Dengan kata
lain guru harus bisa memimpin anak-anak, membawa mereka kearah tujuan yang
tegas dan harus menjadi model atau suri tauladan bagi peserta didik. Anak-anak mendapat rasa keamanan dengan adanya model itu dan rela menerima
petunjuk maupun teguran bahkan hukuman. Hanya dengan cara demikian anak dapat
belajar. Penerapan metode keteladanan dalam pembelajran akhlak dapat meliputi
langkah orientasi, pemberian contoh, dan tindaklanjut. Langkah-langkah tersebut
tidak harus selalu berurutan, melainkan berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan.
Dalam proses seperti ini diharapkan apa yang pada awalnya sebagai pengetahuan
(kognitif) kini menjadi sikap (afektif) dan kemudian berubah wujud menjelma
menjadi perilaku (psikomorik) yang dilaksanakan sehari-hari.
Metode
keteladanan adalah metode terbaik dalam penanaman nilai kepada anak karena
sebab sesuatu yang diperbuat melalui keteladanan akan selalu berdampak lebih
luas, lebih jelas, dan lebih berpengaruh. Sebagaimana yang diungkapkan Konfucius: “What I hear, I forget-What I see, I remember-What I do, I understand”.
Kemudian Mel Silberman memodifikasi pernyataan tersebut menjadi belajar aktif (active
learning).[10])
Adapun
bentuk keteladanan yang diberikan gurun adalah teladan akhlak yang mulia,
misalnya bermurah hati, berlaku jujur dan adil, disiplin, sopan, kasih sayang,
santun, menciptakan hubungan yang harmonis antara guru dan murid sehingga
dengan menjadikan guru sebagai role model maka metode keteladanan akan
berhasil. Contoh konkret: guru berangkat
pada tepat waktu, guru berpakaian rapi, bertutur kata yang sopan.
Dalam metode keteladanan ini juga ada kelebihan dan kekurangannya. Diantara kelebihan metode ini
adalah:
a.
Siswa mudah memahami materi dari guru dan mudah dalam mengaplikasikannya
b.
Dalam metode keteladanan ini pendidikan yang ingin dicapai dapat lebih
terarah dan tercapai dengan baik.
c.
Metode keteladanan juga mendorong pendidik untuk senantiasa berbuat baik
karena menyadari dirinya akan dicontoh oleh peserta didiknya.
Sedangkan kekurangan dari metode ini
diantaranya adalah:
a.
Dalam penggunan metode teladan, jika
seorang guru/ role model kurang baik dalam memberikan contoh maka siswa
cenderung akan mengikuti perilaku yang kurang baik tersebut.
b.
Kendala waktu dalam pemberian
teladan, karena proses belajar mengajar terkait akhlak/ pendidikan PAI tidak
dilakukan setiap hari (keterbatasan waktu).
3.
Metode Pembiasaan
Cara lain yang dapat ditempuh untuk pembinaaan akhlak ialah dengan metode
pembiasaan. Pembiasaan adalah sesuatu
pekerjaan yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang, agar sesuatu itu
menjadi sebuah kebiasaan. Metode pembiasaan (habituation) ini berasal dari
sebuah pengalaman. Karena yang dibiasakan itu ialah sesuatu yang diamalkan dan
inti dari kebiasaan adalah pengulangan. Maka sesuatu yang sudah biasa dilakukan
dapat menjadi sebuah kebiasaan yang melekat dan terjadi secara spontan, oleh
karenanya menurut para pakar, metode ini sangat efektif dalam rangka pembinaan
karakter dan kepribadian anak, misalnya ketika orang tua membiasakan anaknya
untuk bangun pagi, maka bangun pagi itu akan menjadi kebiasaan anak tersebut.
Metode pembiasaan ini diterapkan sejak anak-anak masih kecil dan
berlangsung secara terus menerus. Berkenaan dengan hal ini, imam
Al-Ghozali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat
menerima segala pembentukan melalui pembiasaan. Jika manusia membiasakan jahat,
maka ia akan menjadi orang jahat. Untuk ini Al-Ghozali menganjurkan agar akhlak
diajarkan, yaitu dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku
yang mulia. Jika seorang menghendaki menjadi pemurah, maka ia harus dibiasakan
dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah, sehingga murah hati dan
murah hati dan murah tangan menjadi tabi’atnya yang mendarah daging.
Metode
pembiasaan ini juga sangat dianjurkan oleh al Qur’an dalam memberikan materi
pendidikan, yakni dengan melalui kebiasaan yang dilakukan secara
bertahap-tahaptermasuk dalam hal mengubah kebiasaan-kebiasaan yang sifatnya
negatif. Al Qur’an menjadikan sebuah kebiasaan itu sebagai salah satu teknik
atau metode pendidikan kemudian mengubah seluruh sifat-sifat baik menajdi
kebiasaan, sehingga jiwa dapat menjalankan kebiasaan itu tanpa susah payah dan
merasa kesulitan lagi. Rasulullah mengajarkan agar para orang tua (termasuk
“pendidik”) mengajarkan shalat kepada anak-anak dalam usia tujuh tahun :
“suruhlah anak-anak kalian melaksanakan shalat
dalam usia tujuh tahun, dan pukullah mereka apabila meninggalkannya ketika
mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka” (HR. Abu
Dawud).
Metode ini
di dalam dunia psikologi di kenal dengan teori Operant Conditioning, yakni
membiasakan peserta didik untuk berperilaku terpuji, disiplin, giat belajar,
bekerja keras, ikhlas dan bertanggung jawab atas segala tugas yang telah
dilakukan. Guru perlu melakukan metode pembiasaan ini dalam rangka pembentukan
karakter, untuk membiasakan peserta didik melakukan perilaku terpuji (akhlak
mulia).[11])
Dalam
tahap-tahapan yang lain metode pembiasaan bisa berawal dari suatu paksaan, yang
lama-kelamaan keterpaksaan itu tidak lagi dirasakan. Dengan kata lain dari
dipaksa menjadi bisa lalu terbiasa. Setelah terbiasa maka akan menjadi suatu
kebiasaan yang melekat pada diri seseorang.
Pembiasaan
yang dilakukan sejak dini akan membawa kegemaran dan kebiasaan tersebut menjadi
semacam kebiasaan sehingga menjadi bagian tidak terpisahkan dari
kepribadiannya. Al- Ghazali mengatakan: ”Anak adalah amanah orang tuanya, hatinya yang bersih adalah permata
berharga nan murni, yang kosong dari setiap tulisan dan gambar. Hati itu siap
menerima setiap tulisan dan cenderung pada setiap yang ia inginkan. Oleh karena
itu, jika dibiasakan mengerjakan yang baik, lalu tumbuh di atas kebaikan itu
maka bahagialah ia didunia dan akhirat, orang tuanya pun mendapat pahala
bersama.”
Maka dengan
demikian penerapan metode pembiasaan alangkah lebih baiknya dilakukan sejak
dini sehingga bisa berdampak lebih pada karakter seorang anak dimasa
mendatanngnya. Menurut Ngalim Purwanto, agar pembinaan itu dapat cepat tercapai
dan hasilnya baik maka harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.
Mulailah pembiasaan itu sebelum
terlambat, yaitu anak mempunyai kebiasaan lain yang berlawanan dengan hal-hal
yang akan dibiasakan.
b.
Pembiasaan itu hendaklah
terus-menerus atau berulang-ulang, biasakan secara teratur sehingga akhirnya
menjadi suatu kebiasaan yang otomatis, untuk itu dibutuhkan pengawasan.
c.
Pendidik hendaklah konsekuen,
bersikap tegas dan tetap teguh terhadap pendiriannya yang telah diambilnya.
Jangan memberi kesempatan kepada anak melanggar pembiasaaan yang telah
ditetapkan.
d.
Pembiasaan yang mula-mula mekanistis
itu harus makin menjadi pembiasaan yang disertai kata hati.[12])
Dalam Islam,
diajarkan tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam melaksanakan metode
pembiasaan dalam rangka pembenahan kepada siswa, yaitu:
a.
Lemah lembut dan kasih sayang adalah
dasar pembenahan terhadap siswa.
b.
Menjaga tabiat siswa yang salah
dalam menggunakan hukuman.
c.
Dalam upaya pembenahan sebaiknya
dilakukan secara bertahap.
Adapun
pembiasaan yang bisa dilakukan mulai sejak dini adalah pembiasaan berperilaku
disiplin dalam mematuhi peraturan sekolah, hormat kepada guru dan bertutur kata
yang halus serta ramah. Jika didalam sekolah sudah mulai didik dan dibiasakan
dengan hal-hal tersebut maka seorang peserta didik akan melakukan hal yang sama
ketika dimasyarakat. Di Indonesia ada sekolah swasta Islam yang memiliki slogan
yang merupakan kewajiban bila bertemu guru yang disebut dengan 4-S, yakni
Senyum, Sapa, Salam, Salim (tersenyum, menyapa, berjabat tangan, dan mencium
tangan).
Berkaitan
dengan metode pembiasaan, seorang guru selain dituntut memiliki kebiasaan yang
baik, ahli dalam agama yang mampu meresapi dan menghayati nilai-nilai agama,
guru seharusnya juga mampu memahami metodologi pembelajaran Agama Islam.
Metode
pembiasaan bukanlah metode yang mudah diterapkan yang hanya membutuhkan
hitungan menit untuk menerapkannya. Metode ini membutuhkan waktu yang panjang
untuk menumbuhkan kebiasaan yang baik. Namun yang perlu digaris bawahi sesuatu
yang sudah menjadi kebiasaan akan sulit pula untuk berubah dari kebiasaan
tersebut.[13])
4.
Metode Nasihat
Salah satu metode pendidikan agama Islam dengan
menggunakan nasihat adalah untuk pembentukan keimanan, mempersiapkan moral,
spiritual dan sosial anak. Dengan metode nasihat, dapat membukakan mata
anak-anak pada hakikat sesuatu, dan mendorongnya menuju situasi yang luhur, dan
menghiasinya dengan akhlak yang mulia serta membekalinya dengan nilai dan
prinsip-prinsip Islam. Maka tak heran jikalau dalam al-Qur’an juga menerangkan
metode ini.
Menurut Al-Ajami, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan oleh para pendidik, orang tua, dan para dai dalam memberikan
nasihat:
a.
Memberi nasihat dengan perasaan
cinta dan kelembutan. Nasihat orang- orang yang penuh kelembutan dan kasih sayang mudah diterima dan mampu merubah
kehidupan manusia.
b.
Menggunakan gaya bahasa yang halus
dan baik. QS Ali Imran: 159,
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku
lemah Lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal
kepada-Nya.”
c.
Meninggalkan gaya bahasa yang kasar dan tidak baik, karena akan
mengakibatkan penolakan dan menyakiti perasaan. Metode para nabi dalam dakwah
adalah kasih sayang dan kelembutan. QS Al-A'raf: 59,
لَقَدْ
أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا
لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ
"Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh kepada
kaumnya lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak
ada Tuhan bagimu selain-Nya." Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah
Allah), Aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat)."
d.
Pemberi nasihat harus menyesuaikan
diri dengan aspek tempat, waktu, dan materi (peserta/ audiens)
e.
Menyampaikan hal-hal yang utama,
pokok, dan penting. QS Lukman: 17-18.[14])
Terkait dengan poin keempat di
atas, seorang pendidik harus menyiapkan bahan pelajaran sebelum pembelajaran,
sehingga penjelasannya focus, tidak
melebar dan mengulang-ulang materi sebelumnya dan siswa memperoleh sesuatu yang baru. Pendidik juga harus datang dan
mengakhiri pelajaran tepat waktu. Kedisiplinan guru merupakan bagian proses
pendidikan yang besar peranannya bagi perkembangan siswa. Guru yang sering
terlambat masuk kelas atau mengakhiri pelajaran sebelum waktunya, tidak akan
efektif dalam mengajar, karena siswa terlanjur memberikan stigma negatif
baginya.
Dalam buku Tarbiyatu Aulad”Pedoman Pendidikan Anak
Dalam Islam” dikemukakan beberapa wasiat, pengarahan perintah dan larangan
Allah SWT dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Diantaranya:
a.
Memulai nasihat dengan bersumpah
kepada Allah.
Ini dimaksudkan untuk menarik (membangun) perhatian
orang yang mendengar karena pentingnya apa yang ada diucapkan, untuk dikerjakan
atau dijauhi. Dengan tujuan agar pendengar
mengetahui betapa pentingnya apa yang disampaikannya, untuk dilaksanakan atau
ditinggalkan. Muslim dalam shahih-nya meriwayatkan dari Rasulullah SAW. bahwa
Beliau bersabda:
“Demi yang
jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah kalian akan masuk surga sehingga kalian
beriman. Dan tidaklah kalian akan beriman sehingga kalian saling cinta-mencintai
.Apakah kalian mau jika aku tunjukkan kepadamu sesuatu yang jika kalian
kerjakan niscaya kalian saling cinta-mencintai? Sebarkanlah (ucapan) salam
diantara kalian”.
b.
Mencampur nasehat dengan canda.
Yang bertujuan agar pendengar terpacu untuk berfikir,
menghilangkan kebosanan, dan menimbulkan semangat.
c.
Sederhana dalam nasihat supaya tidak
membosankan.
d.
Nasihat Rasulullah SAW, sangat berwibawa dan berbekas.
At-Tirmidzi
meriwayatkan dari Al-Irbadh bin sariyah, bahwa ia berkata: Rasulullah SAW. menasihati kami dengan nasihat yang membakar kulit, yang mengalirkan air mata, dan menggetarkan hati. Maka, kami berkata,
”Seakan-akan nasihat ini adalah nasihat perpisahan, wahai Rasulullah. Maka
pesan apakah yang akan engkau berikan buat kami?” Lalu Rasulullah
bersabda,”Agar kalian bertaqwa kepada Allah, mengikuti sunnahku, sunnah para khalifah yang telah mendapat petunjuk dan memberi petunjuk
setelahku, dan hendaklah kalian berpegang teguh kepadanya, karena sesungguhnya
setiap bid’ah adalah sesat”.
e.
Nasihat dengan memberikan
perumpamaan.
Untuk memperjelas nasihat dan pengajarannya Rosulullah
SAW. Sering menggunakan perumpamaan dengan apa yang didapat mereka saksikan
dengan mata kepala dan berada dalam jangkauan mereka, sehingga nasihat dapat
lebih membekas pada hati dan akal..
f.
Nasihat dengan amalan praktis.
g.
Nasihat dengan memilih yang lebih
penting.[15])
5.
Metode Punishment/ Hukuman.
beberapa metode yang digunakan oleh islam dalam upaya
memberikan hukuman kepada seorang anak adalah:
a.
Dengan lemah lembut dan kasih
sayang.
Al-Bukhari dalam al-adabu ‘l-mufrid meriwayatkan, yang
artinya: “Hendaklah kamu bersifat lemah lembut, kasih sayang dan hindarilah
sifat keras dan keji”.
b.
Menjaga tabiat anak yang salah dalam
menggunakan hukuman.
Anak-anak dilihat dari segi kecerdasannya pastilah
berbeda-beda, baik lenturan maupun pemberian tanggapannya. Juga berbeda dari
segi pembawaan tergantung dari masing-masing individu. Diatara mereka ada yang
bersifat kalem, adapula yang bersifat emosional dan keras, dan ada yang memiliki
pembawaan diantara dua pembawaan tersebut.
Sebagian anak-anak, hanya cukup dengan memperlihatkan
muka cemberut dalam melarang dan memperbaiki kesalahannya. Anak lain tidak bisa
dengan cara seperti itu tetapi dengan kecaman dalam upaya menghukumannya. Terkadang
seorang pendidik ketika tidak berhasil menggunakan metode nasihat, kecaman,
maka lebih baik seorang guru mencemberutkan muka.
c.
Dalam upaya memperbaiki hendaknya
dilakukan secara bertahap dari yang paling ringan hingga yang paling keras.
Mendidik dengan menggunakan metode hukuman adalah cara
yang paling akhir. Ini berarti bahwa dalam metode tersebut terdapat beberapa
cara dalam mempeebaiki dan mendidik. Semuanya harus digunakan oleh pendidik,
sebelum menggunakan pukulan yang mungkin dapat memberikan hasil dalam
meluruskan kebengkokan anak, meningkatkan derajat moral dan sosialnya, dan
membentuk manusia secara utuh.[16])
Metode yang
diberikan Rasulullah dalam memberikan hukuman dan memperbaiki kesalahan adalah:
a.
Menunjukkan kesalahan dengan
pengarahan.
b.
Menunjukkan kesalahan dengan
keramahtamahan.
c.
Menunjukkan kesalahan dengan
memberikan isyarat.
d.
Menunjukkan kesalahan dengan
kecaman.
e.
Menunjukkan kesalahan dengan
memutuskan hubungan (meninggalkannya).
f.
Menunjukkan kesalahan dengan
memukul.
g.
Menunjukkan kesalahan dengan
memberikan hukuman yang menjerakan.
Syarat-syarat
memberikan hukuman pukulan adalah sebagai berikut:
a.
Pendidik tidak terburu menggunakan
metode pukulan, kecuali stelah menggunakan semua metode lembut lain yang
mendidik dan membuat jera, seperti telah kita terangkan pada lembar-lembar
terdahulu.
b.
Pendidik tidak memukul, ketika ia
dalam keadaan sangat marah, karena dikhawatirkan menimbulkan bahayaterhadap
anak.
c.
Ketika memukul, hendaknya
menghindari anggota badan yang peka, seperti kepala, muka, dada dan perut.
d.
Pukulan pertama untuk hukuman,
hendaknya tidak terlalu keras dan tidak menyakiti, pada kedua tanagan atau kaki
dengan tongkat yang tidak besar.
e.
Tidak memukul anak, sebelum ia
berusia sepuluh tahun.
f.
Jika kesalahan anak adalah untuk
pertama kalinya, hendaknya ia diberi kesempatan untuk bertaubat dari perbuatan
yang telah dilakukan.
g.
Pendidik hendaknya memukul anak
dengan tangannya sendiri, dan tidak menyerahkannya kepada saudara-saudaranya,
atau teman-temannya.
h.
Jika anak sudah menginjak usia
dewasa, dan pendidik melihat bahwa pukulan sepuluh kali tidak juga membuatnya
jera, maka boleh ia menambah dan mengulanginya, sehingga anak menjadi baik
kembali.[17])
Kesimpulan
Pengertian
akhlak diambil dari bahasa arab yaitu khuluqun yang secara bahasa
berarti perangai, tabi’at, adat dan diambil dari kata dasar khalqun yang
berarti kejadian, buatan, ciptaan.Pendidikan akhalak didasarkan pada ayat-ayat
al-Qur’an dan Hadits Rasul serta memberikan contoh-contoh yang baik yang harus
diikuti.
Adapun beberapa macam akhlak yang dapat ditanamkan kepada anak
diantaranya adalah akhlak kepada Allah, akhlak kepada Orang Tua, akhlak kepada
orang lain, dan akhlak kepada diri sendiri.
Sedangkan metode dalam pendidikan akhlak diantaranya adalah sebafai
berikut
1.
Metode Cerita/ Qishah
Metode cerita merupakan salah satu
metode yang efektif digunakan dalam pembelajaran akhlak karena dengan metode
ini kita dapat menggambarkan kepribadian atau akhlak tokoh-tokoh Islam yang
patut dicontoh.
2.
Metode Teladan
Metode keteladanan ini bisa menjadi
metode yang efektif dan efisien untuk digunakan dalam penanaman nilai-nilai ke
Islaman kepada peserta didik, karena pada umumnya peserta didik cenderung mudah
meniru dan meneladani guru atau pendidiknya terutama pada usia siswa pendidikan
sekolah dasar dan menengah.
3.
Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah sesuatu pekerjaan
yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang, agar sesuatu itu menjadi sebuah
kebiasaan.Metode pembiasaan (habituation) ini berasal dari sebuah pengalaman.
4.
Metode Nasihat
Dengan metode nasihat, dapat
membukakan mata anak-anak pada hakikat sesuatu, dan mendorongnya menuju situasi
yang luhur, dan menghiasinya dengan akhlak yang mulia serta membekalinya dengan
nilai dan prinsip-prinsip Islam.
5.
Metode hukuman.
Metode yang digunakan oleh Islam
dalam upaya memberikan hukuman kepada
seorang anak adalah Dengan lemah lembut dan kasih sayang.
[1]) Deswita, “Konsep
Pemikiran Ibnu Sina Tentang Pendidikan Akhlak”, Ta’dib, Vol. 16, No. 2 Desember 2013. Hal. 171
[2]) Selly
Sylviyanah.” Pembinaan Akhlak Mulia Pada Sekolah Dasar”, Jurnal Tarbawi,
Vol. 1, No. 3, September 2012. Hal 191
[3]) Siti Rahmah,
“ Peran Keluarga Dalam Pendidikan Anak” Alhiwar Jurnal Ilmu Dan Teknik
Dakwah, Vol. 04, No. 07 Januari 2016. Hal 19
[4]) Siti Darojah,
”Metode Penanaman Akhlak Dalam Pembentukan Perilaku”, Jurnal Pendidikan
Madrasah, Vol. 1 No. 2, November 2016, Hal. 235
[5]) Ellyn Sugeng
Desyanti, “Kompetensi Orangtua Dalam Pertumbuhkembangan jiwa Kewirausahaan Pada Anak Usia Dini”,
Jurnal Pendiidikan Anak, Vol. 2 No. 2, Desember 2016, Hal 73
[6]) Muhammmad Muhyidin, Mengajar Anak Berakhlaq Al-Qur’an,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008. Hal 4.
[7]) Ibrahim
Amini, Agar Tak Salah Mendidik, Jakarta; Al-Huda, 2006. Hal 230
[8]) Hasbulloh, Dasar-Dasar
Pendiidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005. Hal. 10
[9]) Zakiah
Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996. Hal 13
[10]) Musli, “Metode Pendidikan Akhlak Bagi
Anak”, Media Akademika, Vol. 26 No. 2, April 2011, Hal 221
[11]) Yatimin
Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur’an, Jakarta: Sinar
Grafika Offset, 2007. Hal. 23
[15]) Ahmad Zaini, “ Metode-Metode Pendidikan Islam
Bagi Anak” Thufulla, Vol. 2 No. 1, Januari 2014. Hal.27
[16]) Amin Zamroni,
“ Strategi Pendidikan Akhlak Pada Anak”’ Sawwa, Vol. 02 No. 2 April
2017. Hal 252
[17] ) Asti
Inawati, ”Strategi Pengembangan Mora Dan Nilai Agama Untuk Anak Usia Dini”,
Jurnal Pendidikan Anak, Vol. 3 No. 1, April 2017. Hal. 61
DAFTAR
PUSTAKA
Abdullah, Yatimin. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur’an.
Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Amini, Ibrahim. 2006. Agar Tak Salah Mendidik. Jakarta;
Al-Huda.
Deswita, (2013). Konsep Pemikiran Ibnu Sina Tentang Pendidikan
Akhlak, Ta’dib, 16(2), 171.
Darajat, Zakiah. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi
Aksara.
Darojah, Siti, 2016, Metode Penanaman Akhlak Dalam Pembentukan
Perilaku, Jurnal Pendidikan Madrasah, 1 (2), 235.
Desyanti, Ellyn Sugeng, 2016, Kompetensi Orangtua Dalam
Pertumbuhkembangan jiwa Kewirausahaan Pada Anak Usia Dini, Jurnal
Pendiidikan Anak, 2 (2), 73.
Hafid, Anwar.
2013. Konsep Dasar Ilmu Pendidikan. Bandung: ALFABETA.
Hasbulloh, 2005. Dasar-Dasar Pendiidikan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Inawati, Asti. 2017. Strategi Pengembangan Mora Dan Nilai Agama
Untuk Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak, 3 (1), 61.
Muhyidin, Muhammmad. 2008. Mengajar Anak Berakhlaq Al-Qur’an.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Musli, (2011), Metode Pendidikan Akhlak Bagi Anak, Media
Akademika, 26(2), 221.
Rahmah, Siti, 2016, Peran Keluarga Dalam Pendidikan Anak,
Alhiwar Jurnal Ilmu Dan Teknik Dakwah, 04(07) , 19.
Samani, Muchlas. 2011. Pendidikan
Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sutikno, Sobry.
2006/ Pendidikan Sekarang Dan Pendidikan Masa Depan. N.T.B: NTp Press.
Sylviyanah, Selly, (2012). Pembinaan Akhlak Mulia Pada Sekolah
Dasar, Jurnal Tarbawi, 1(3), 191.
Zaini, Ahmad, (2014), Metode-Metode Pendidikan Islam Bagi Anak”
Thufulla, 2 (1), 27.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar