ISU KEBANGKITAN PKI
T
|
AHUN
- tahun belakangan, diskursus soal kebangkitan PKI mengemuka. Pada September
atau Oktober hampir bisa dipastikan isu ini menjadi perbincangan hangat di
media sosial. Masyarakat pun terbelah, antara yang percaya kebangkitan PKI dan
yang kontra. Tetapi, bagaimana sikap masyarakat sesungguhnya tentang wacana
kebangkitan PKI?
Guna mengetahui opini publik secara nasional, Saiful Mujani
Research and Consulting (SMRC) mengadakan survei terkait isu kebangkitan PKI.
Untuk itu, SMRC mensurvei 1.057 responden. Margin of error dari jumlah
tersebut berkisar 3,1 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Responden
dipilih secara acak dari 34 provinsi serta dari latar belakang etnis, agama,
dan tempat tinggal yang mencerminkan populasi nasional Indonesia.
Hasilnya, didapat data 86,8 persen warga responden tidak
memercayai bahwa PKI sedang bangkit kembali. Sementara itu 12,6 persen warga
responden percaya sekarang PKI sedang mencoba bangkit. Sisanya sebesar 0,6
persen menjawab tidak tahu.
“Artinya overwhelming majority warga Indonesia tidak
setuju dengan pendapat bahwa PKI bangkit lagi. Mereka tidak percaya ada
kebangkitan PKI,” ujar Sirojudin Abbas, peneliti SMRC, dalam pemaparan temuan
surveinya pada Jumat (29/9/2017) di kantor SMRC, Menteng, Jakarta Pusat.
Lebih jauh, survei SMRC juga menyebut lebih detil tentang
profil warga yang percaya pada “sedang terjadi kebangkitan PKI” itu. Data-data
menunjukkan bahwa opini tentang adanya kebangkitan PKI lebih banyak terdapat
pada warga yang intens mengikuti berita di media massa, terutama internet dan
koran. Mereka ini mayoritas adalah warga perkotaan dan berusia muda (di bawah
21 tahun hingga 25 tahun). Mereka juga mayoritas adalah berpendidikan tinggi,
sejahtera. Sementara wilayah provinsi yang paling banyak terdapat opini
kebangkitan PKI adalah di DKI Jakarta dan Banten.
Menilik hasil ini Syamsuddin Haris, peneliti Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, berkomentar, “Isu kebangkitan PKI ini adalah isu dunia
maya, bukan di dunia nyata. Ini sesuatu yang diada-adakan untuk kepentingan
politik tertentu.”
Pendapat Syamsuddin Haris itu didasarkan pada temuan SMRC
lainnya terkait preferensi politik warga yang setuju dan tidak setuju “adanya
kebangkitan PKI”. SMRC mendapati hasil bahwa warga yang percaya kebangkitan PKI
dengan persentase terbesar ada pada pemilih PKS, Gerindra, dan PAN. Juga pada
fenomena dikaitkannya Presiden Joko Widodo dengan PKI
Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa opini kebangkitan PKI di
masyarakat tidak terjadi secara alamiah, melainkan hasil mobilisasi opini
kekuatan politik tertentu. Karena, bila keyakinan adanya kebangkitan PKI itu
alamiah maka keyakinan itu akan ditemukan secara proporsional di antara semua
eksponen politik.
Atas temuan survei SMRC tersebut Salim Said, guru besar ilmu
politik Universitas Pertahanan, berkomentar, “Tidak ada perubahan sosial
politik di Indonesia tanpa mobilisasi. Ini tentu saja dimobilisasi oleh elite.
Pada akhirnya ini adalah permainan elite.” Salim Said sendiri dalam banyak
kesempatan berulangkali menegaskan bahwa PKI dan ideologinya sudah bangkrut.
Meski begitu, isu kebangkitan PKI yang dipolitisasi tetap
harus diwaspadai dan disikapi dengan bijak. Menyambung Salim Said, Syamsuddin
Haris juga mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada indikasi-indikasi nyata bahwa
PKI akan bangkit. Tetapi, “Isu ini berpotensi memecah-belah jika tidak dikelola
secara bijak,” ujar Syamsuddin Haris.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar