BAB III
HUKUM PERNIKAHAN DAN MEMILIH
A.
Hukum Pernikahan
1.
Wajib
Sekiranya
seseorang sudah merasa mampu membiayai rumah tangga,ada keinginan untuk
bekeluarga dan takut terjerumus ke dalam
perbuatan zina,maka kepada orang tersebut
di wajibkan nikah.sebab menjaga diri jatuh keadalam perbuatan haram,
wajib hukumnya. Hal ini tidak terwujud, kecuali dengan jalan berumah tangga.
Menurut
al-qurtubi orang yang lelah mampu dan takut pula akan merusak jiwanya dan
agamanya harus bekeluarga. Apabila hasrat untuk menikah telah begitu mendesak,
sedangkan biaya tidak ada atau dipandang kurang mencukupi, maka ulatkan saja fikiran untuk menikah
mudah-mudahan Allah memberi kelapangan sebagai mana firman Nya:
وَلْيَسْتَعْفِفِ
الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ
“Dan orang
orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga
Allah memampukan mereka dengan karunia Nya.”
Bila tidak
memungkinkan juga,di sarankan memperbanyak puasa untuk mengurangi tekanan hawa
nafsu demikian petuntuk yang diberikan Rasulullah. Sementara itu Allah SWT.
telah menjanjikan hamba-Nya yang fakir akan kaya.
وَأَنْكِحُوا
الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ
مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Dan kawinkanlah orang-orang yang
sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka
dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (Pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Nur
[24]: 32).
Hukum nikah
menjadi wajib apabila terpenuhi empat syarat, yaitu:
a)
Ada keyakinan terjadi zina apabila
tidak menikah.
b)
Tidak mampu berpuasa, atau mampu
akan tetapi puasanya tidak bisa menolak terjadinya zina.
c)
Tidak mampu memiliki budak perempuan
(amal) sebagai ganti dari isteri.
d) Mampu
membayar mahar dan memberi nafkah.
2.
Sunah
Sekiranya
seseorang telah mampu membiayai rumah tangga dan ada juga keinginan berumah
tangga, tetapi keinginan nikah itu tidak di khawatirkan mrnjerumus keperbuatan
zina (haram), maka sunat baginya menikah supaya lebih tenang lagi beribadah dan
berusaha. Kalau sudah mampu sebaiknya menikah, karena agama islam tidak
membenarkan seseorang hidup seperti pendeta.
Hukum nikah
akan menjadi sunnah apabila terpenuhi syarat-syarat berikut:
a) Ada keinginan menikah.
b) Memiliki biaya untuk mahar dan mampu
memberi nafkah.
c) Mampu untuk ijma’
3.
Haram
Orang yang
belum mampu membiayai rumah tangga, atau diperkirakan tiadak dapat memenuhi
nafkah lahir dan batin haram baginya menikah, sebab akan menyakiti wanita yang
akan di nikahinya. Apabila ada tersirat niat menipu wanita itu atau
menyakitinya.
4.
Makruh
Orang yang
ingin menikah namun belum dapat memenuhi
hak istri. Baik nafkah lahir ataupun batin,
tetapi tidak sampai menyusahkan wanita itu.
Hukum
menikah menjadi makruh apabila setelah menikah ada kehawatiran akan mencari
nafkah dengan jalan haram.
5.
Mubah
Pada
dasarnaya hukum nikah itu adalah mubah (boleh),karena tidak ada dorongan atau
larangan untuk menikah. Hukum nikah menjadi mubah apabila tujuan menikah hanya
ingin memenuhi kebutuhan syahwat saja, bukan karena hawatir akan melakukan
zina.
B.
Melihat
Pasangan Yang Dipilih
Bagi
Laki-laki agar menahan atau membatasi pandangannya kepada wanita yang bukan
mahramnya. Dasanya adalah firman Allah SWT :
قُل
لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ
Katakanlah
kepada orang-orang yang beriman bahwa haruslah mereka menahan pandangannya. (QS.
An-Nur : 30).
Namun dalam
konteks seseorang yang ingin menikah, maka memandang yang seharusnya dihindari
justru diperbolehkan. Karena beralasan pada hadits :.
“Apabila
salah seorang diantara kamu meminang seorang perempuan, maka tidak berhalangan
atasnya untuk melihat perempuan itu. Asal saja melihatnya semata-mata untuk
mencari perjodohan baik diketahui oleh perempuan itu ataupun tidak” (H.R Ahmad)
Sebagian
ulama justru berpendapat bahwa hukumnya sunnah. Mereka beralasan pada hadits:
“Apabila
diantara kamu meminang seseorang perempuan, sekiranya dia dapat melihat
perempuan itu, hendaklah dilihatnya sehingga bertambah keinginannya pada
pernikahan, maka lakukanlah” (H.R Ahmad Dan Abu Dawud)
C.
Kriteria memilih pasangan hidup
1.
Memilih
Istri
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Wanita itu
dinikahi karena empat hal : karena agamanya, nasabnya, hartanya dan
kecantikannya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat (HR. Bukhari,
Muslim).
Yang pertama yaitu karena hartanya. Orang yang menikahi perempuan
karena hartanya, maka Alloh akan melenyapkannya bersama kecantikannya
“Barang siapa menikahi seorang perempuan karena hartanya, niscaya
Alloh akan melenyapkan harta dan kecantiannya. Dan barang siapa menikahi karena
agamanya, niscaya Alloh akan memberi karunia kepadanyandengan harta dan
kecantikannya” (Al-hadits)
Yang kedua, yaitu karena kebangsawanannya. Hal ini tidak akan
memberi faedah sebagaimana yang diharapkannya, bahkan hanya akan membuatnya
mendapat kehinaan
“barangsiapa menikahi seorang perempuan karena kebangsawanannya,
niscaya Alloh tidak akan menambah kecuali kehinaan”
Yang ketiga, karena kecantikannya. Hal ini lebih baik karena
kecantikan tidak akan hilang dengan cepat layaknya kebangsawanan atau hartanya.
Asalkan ia tidak sombong akan kecantikannya
“Janganlah kamu menikahi perempuan itu karena kecantikannya,
mungkin kecantikannya dapat membawa kerusakan bagi mereka sendiri. Dan
janganlah kamu menikahi perempuan karena mengharap harta mereka, mungkin
hartanya itu akan menyebabkan mereka sombong. Tetapi nikahilah mereka
dengan dasar agama. Dan sesungguhnya
hamba sahaya yang hitam lebih baik, asal ia beragama”
Dari bererapa hal diatas menegaskan akan pentingnya aspek agama
seorang wanita. Tentu saja yang dimaksud dengan sisi keagamaan bukan berhenti
pada luasnya pemahaman agama saja, tetapi juga mencakup sisi kerohaniannya
(ruhiyah) yang idealnya adalah tipe seorang yang punya hubungan kuat dengan
Allah SWT. Secara rinci bisa dicontohkan antara lain Aqidahnya kuat, Ibadahnya
rajin, Akhlaqnya mulia, Pakaiannya dan memenuhi standar
busana muslimah, Menjaga kohormatan dirinya dengan
tidak bercampur baur dan ikhtilath dengan lawan jenis yang bukan mahram, Tidak bepergian tanpa mahram atau pulang larut, Fasih membaca
Al-Quran, Ilmu pengetahuan agamanya mendalam, Aktifitas hariannya mencerminkan
wanita shalilhah, Berbakti kepada orang tuanya serta
rukun dengan saudaranya, Pandai menjaga lisannya, Pandai
mengatur waktunya serta selalu menjaga amanah yang diberikan kepadanya, Selalu
menjaga diri dari dosa-dosa meskipun kecil, Pemahaman syariahnya tidak
terbata-bata, Berhusnuzhan kepada orang lain,
ramah dan simpatik.
2. Memilih
suami
Hadits
mengenai calon suami memang tidak banyak ditemukan layaknya mencari calon
istri. Namun, melihat kedudukan suami adalah imam dalam rumah tangga, hendaknya
calon suami haruslah baik agamanya.
الرِّجَالُ
قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
“Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita”(An-nisa 34)
BAB X
KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
A. Hak Suami Terhadap Istrinya
1. Ditaati
Dalam Hal Baik
2. Dijaga
Hartanya Oleh Istri Serta Istri Dapat Menjaga Dirinya Sendiri Dengan Baik.
3. Mendapat
Perlakuan Baik Berupa Tidak Bermuka Masam Kepada Suami
4. Istri
Tidak Menunjukkan Keadaan Yang Tidak Disenangi
B.
Kewajiban Suami
Kewajiban suami terhadap istri dibagi menjadi 2 :
1.
Kewajiban Suami yang bersifat kebendaan atau
materiil
Kewajiban suami yang bersifat materiil meliputi kewajiban yang bersifat
sekali saja dan ada yang terus menerus diberikan, kewajiban yang pertama adalah
kewajiban suami untuk memberikan mahar, dimana mahar tersebut juga termasuk
dalam rukun pernikahan. Hal inii didasarkan pada Firman Allah Ta'ala Surah An-Nisa : 24
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ
إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ
مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ
مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
فَرِيضَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ
الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا [النساء : 24]
"Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali
budak-budak yang kamu miliki (Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai
ketetapan-Nya atas kamu. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu)
mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka
isteri-isteri yang Telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah
kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan
tiadalah Mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu Telah saling
merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Bijaksana".
Sedangkan kewajiban yang bersifat materiil yang kedua
( yang bersifat terus menerus dan istimrar ) adalah pemberian nafkah kepada
istri, dimana di sini suami wajib memberikan kebutuhan – kebutuhan baik berupa
pakaian yang pantas dan dapat digunakan untuk menutup aurat bagi istri,
pemberian makanan sehari – hari, tempat tinggal untuk berteduh dan juga
kelengkapannya dan juga pengobatan. Hal – hal ini didasarkan pada firman Allah
Ta'ala pada Surah Al-Baqarah : 233
وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ
أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى
الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ
نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ
بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ
تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ
تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا
آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا
تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ [البقرة : 233]
"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi
makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan
warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua
tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas
keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah
kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan".
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ
وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لَا
يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ
يُسْرًا [الطلاق : 7]
"Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan
orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang
diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang
Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan"
2.
kewajiban suami yang bersifat bukan kebendaan
atau immaterial.
Kewajiban suami yang bersifat immaterial yang
harus diberikan kepada istri adalah sebagai berikut : Dalam Surah An-Nisa : 19, Allah TA'ala telah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ
لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا
شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرً [النساء : 19]
"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu
mempusakai wanita dengan jalan paksaaan janganlah kamu menyusahkan mereka
Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang Telah kamu berikan
kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. dan
bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak".
Azhar Basyir. Menyatakan bahwa dalam ayat ini terdapat
hak – hak istri yang bersifat immaterial yang harus ditunaikan suami, atau
dalam kata lain kewajiban suami yang harus ditunaikan yaitu bahwa suami harus
menggauli istri dengan makruf dan bersabar dalam hal – hal yang tidak
disenangi. Sedangkan menggauli istri dengan ma'ruf beliau membaginya menjadi tiga :
a.
Sikap menghargai,
menghormati, dan perlakuan – perlakuan yang baik, serta meningkatkan taraf
hidupnya dalam bidang – bidang agama, akhlaq, dan imu pengetahuan yang diperlukan.
b.
melindungi dan menjaga nama baik istri
c.
memenuhi kebutuuhan kodrat ( hajat ) biologis
istri.
Hal – hal tersebut didasarkan pada Ayat Alqur'an Surah At-Tahrim :6
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا ..... الاية
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka".
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا
حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ
وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ [البقرة : 223]
"Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu
bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana
saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan
bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan
berilah kabar gembira orang-orang yang beriman".
Hal – hal di atas disandarkan pula terhadap
hadits – hadits sebagai berikut :
حدّثنا أبو كُرَيبٍ و موسى بن حِزامٍ
قالا: حدَّثَنا حسينُ بن عليٍّ عن زائدةَ عن مَيسَرةَ الأشْجَعيِّ عن أبي حازمٍ عن
أبي هريرةَ رضيَ الله عنه قال: قال رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: «استَوصوا
بالنساءِ، فإِن المرأَةَ خُلقِتْ من ضِلَع، وإِن أعْوَجَ شيءٍ في الضلَع أعلاه،
فإِن ذهبتَ تقيمه كَسَرْته، وإِن ترَكتَه لم يَزَل أعْوَج، فاستوصوا بالنساء».
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda :
"Bersikap baiklah kamu terhadap istri karena
wawanita itu diciptakan dari tulang rusuk, sedangkan tulang rusuk yang paling
bengkok adalah tulang rusuk yang paling atas, apabila kamu menginginkan untuk
meluruskannya maka ia akan patah, dan apabila kamu biarkan maka akan tetap
bengkok, maka bersikap baiklah kamu terhadap para istri". HR al-Bukhari (no.3261) Dari Abu
Hurairah.( Dalam riwayat Muslim juga terdapat semisal itu (no.3602))
حدّثنا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي
شَيْبَةَ: حَدَّثَنَا مَرْوَانُ بْنُ مُعَاوِيَةَ عَنْ عُمَرَ بْنِ حَمْزَةَ
الْعُمَرِيِّ. حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَـٰنِ بْنُ سَعْدٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا
سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللّهِ : «إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ
عِنْدَ اللّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى
امْرَأَتِهِ، وَتُفْضِي إِلَيْهِ ، ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا».
Rasulullah Shallallhu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya
orang yang termasuk paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat
adalah seorang laki – laki yang mengumpuli istrinya kemudian ia menyebarkan
rahasianya". (HR. Muslim dari Abu Sa'id Al-Khudry)
C.
Hak dan
Kewajiban Istri
1.
Hak Istri Terhadap Suami
Hak istri atas suami terdiri dari
dua macam. Pertama hak finansial, yaitu mahar da nafkah. Kedua, hak
nonfinansial, seperti hak untuk diperlukan secara adil (apabila sang suami
menikahi perempuan lebih dari satu orang) dan hak untuk tidak disengsarakan.
a.
Hak Yang Bersifat Materi
I.
Mahar
Islam telah
melepaskan belenggu ini dari perempuan, menetapkan mahar kepadanya, dan
menjadikan mahar sebagai haknya atas laki-laki. Ayahnya dan orang yang paling
dekat dengannya tidak boleh mengambil sesuatu pun darinya, kecuali dengan ridha
dan kehendaknya. Allah SWT berfirman:
Artinya:
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan. kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian
dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (Q.S An-Nisa’/4: 4)
II.
Perlengkapan Rumah Tangga
Perlengkapan
rumah tangga (Jihaz) dipersiapkan oleh istri dan keluarganya mempersiapkan
prabotan dan melengkapi rumah dengan barang-barang. Ini merupakan salah satu
cara untuk memberikan kebahagiaan kepada istrinya atas pernikahannya.
III.
Nafkah
Maksud dari
nafkah dalam hal ini adalah menyediakan kebutuhan istri, seperti makanan,
tempat tinggal, pembantu, dan obat-obatan, meskipun dia kaya. Nafkah merupakan
sesuatu yang wajib. Hal itu berdasarkan Al-Kitab, As-Sunnah, dan Ijma’.
Sebagaimana Allah SWT berfirman:
Artinya:
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati)
mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil,
Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika
mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya,
dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu
menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”
(Q.S At-Thalaq/65: 6)
b.
Hak Yang Bersifat Nonmateri
I.
Mendapatkan pergaulan dengan
sebaik-baiknya
Allah SWT
berfirman:
Arinya: “Dan bergaullah dengan mereka secara patut.”
(An-Nisa’:19)
Dan
dijelaskan juga di dalam Tafsir Al-Thabari, III/282 “Wahai kaum laki-laki,
berakhlaklah kepada istri-istri kalian, dan perlakukanlah mereka secara patut.
Maksudnya adalah, dengan perlakuan seperti yang diperintahkan oleh Allah kepada
kalian, yakni menjaga mereka dengan memberikan hak-hak mereka yang telah
diwajibkan oleh Allah atas kalian, atau melepaskan mereka dengan cara
yang baik.
II.
Perlindungan
Wajib atas
suami melindungi dan menjaga istrinya dari segala sesuatu yang menodai
kehormatannya, menjatuhkan harga dirinya, menghinakan kemuliaannya, dan
mencoreng nama baiknya di mata manusia. Ini adalah bagaian dari kecemburuan
yang disukai oleh Allah. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW
bersabda: “ Sesungguhnya Allah bisa cemburu. Dan sesungguhnya orang mukmin
bisa merasa cemburu. Kecemburuan Allah adalah ketika seorang hamba melakukan
apa yang Dia diharamkan baginya.” (H.R Bukhari).
III.
Persetubuhan dan hal-hal yang
berkaitan dengannya
Dalam
As-Sunnah disebutkan bahwa persetubuhan seorang laki-laki dengan istrinya
adalah sedekah yang akan diberikan balasannya oleh Allah. Raulullah SAW
bersabda: “ Dan kamu mendapat pahala dalam persetubuhan dengan istrimu”.
2.
Kewajiban Istri Terhadap Suami
Di antara beberapa kewajiban seorang
istri terhadap suami adalah sebagai berikut:
a.
Taat dan patuh kepada suami.
b.
Pandai mengambil hati suami melalui
makanan dan minuman.
c.
Mengatur rumah dengan baik
d.
Menghormati keluarga suami
e.
Bersikap sopan, penuh senyum kepada
suami.
f.
Tidak mempersulit suami, dan
mendorong suami untuk maju
g.
Ridha dan syukur terhadap apa yang
diberikan suami
h.
Selalu berhemat dan suka menabung
i.
Selalu berhias, bersolek untuk atau
dihadapan suami
j.
Jangan selalu cemburu buta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar